Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan. Ini penting karena Anies harus menjaga namanya tetap relevan dalam diskursus politik masyarakat Indonesia. Tujuannya agar peluang dirinya untuk maju lagi di Pilpres 2029 tetap terbuka lebar. Dua pilihan posisi menanti: menjadi menteri di kabinet Prabowo-Gibran, atau maju di Pilkada Jakarta. Mana yang akan dipilih?
Karier politik lanjutan Anies Baswedan memang menjadi topik perbincangan yang menarik. Pasca kalah di Pilpres 2024, opsi kelanjutan karier mantan Gubernur Jakarta ini sebenarnya terbuka lebar. Dengan usia yang masih 54 tahun, Anies berpeluang untuk maju lagi di Pilpres 2029. Persoalannya tinggal akankah Anies mampu menjaga kestabilan tingkat keterpilihannya hari ini hingga nanti di tahun 2029.
Cara untuk meraih hal tersebut adalah Anies mau tidak mau harus menduduki jabatan politik tertentu. Ini penting agar ia bisa tetap hadir dalam diskursus politik nasional, sehingga membuat namanya tak hilang begitu saja dari hadapan publik.
Hingga kini, setidaknya ada 2 jabatan yang bisa saja diduduki Anies untuk tujuan tersebut. Pertama adalah maju di Pemilihan Gubernur Jakarta. Ini mungkin jadi opsi yang paling ideal. Anies bisa punya posisi di wilayah utama – yang meskipun tak akan lagi jadi ibu kota Indonesia – yang tetap sangat diperhatikan masyarakat. Bagaimanapun juga, pusat bisnis dan ekonomi diprediksi tak akan bisa langsung berpindah begitu saja ke ibu kota Nusantara.
Opsi kedua adalah masuk ke kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ini setidaknya adalah cara yang ditempuh oleh Prabowo pasca Pilpres 2019 lalu. Selain mampu menurunkan tensi politik akibat polarisasi, Prabowo mampu menjaga dirinya tetap relevan dan hadir dalam pergunjingan di masyarakat. Ini membuat tingkat keterpilihannya pun meningkat.
Pertanyaannya adalah pilihan mana yang sebaiknya diambil Anies?
Pentingnya Untuk Tetap Relevan
Pentingnya politisi seperti Anies Baswedan untuk tetap relevan dengan menduduki jabatan publik tertentu seperti menteri atau gubernur merupakan poin penentu karier politiknya di masa mendatang. Menjadi gubernur jelas merepresentasikan suara masyarakat langsung yang memilihnya – katakanlah kalau ia menang. Sedangkan menjadi menteri membuatnya bisa selalu hadir dalam pemberitaan media dan dilihat oleh publik.
Opsi-opsi ini punya pendasaran rasionalitas di belakangnya. Poin utamanya adalah soal peningkatan visibilitas dan pengaruh. Menjabat sebagai menteri atau gubernur memberikan platform yang besar bagi seorang politisi untuk meningkatkan visibilitasnya di mata publik.
Ada teori yang disebut sebagai political visibility yang menyatakan bahwa semakin sering dan terlihatnya seorang politisi di publik, semakin besar pengaruhnya terhadap opini dan dukungan publik. Penelitian oleh politikus dan ilmuwan politik seperti Robert Eisinger menyoroti pentingnya visibilitas dalam pembentukan citra politik yang kuat.
Poin berikutnya adalah soal kesempatan untuk memperluas jaringan politik. Menjabat di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi memberikan kesempatan bagi politisi untuk memperluas jaringan politiknya. Melalui koneksi dan hubungan yang dibangun selama masa jabatan, seorang politisi dapat memperoleh dukungan politik yang lebih besar untuk ambisi politiknya di masa depan. Teori tentang political networking menunjukkan bahwa hubungan politik yang kuat dapat menjadi faktor kunci dalam kesuksesan politik seseorang.
Hal berikutnya adalah soal pengalaman dan kredibilitas. Menjabat sebagai menteri atau gubernur juga memberikan kesempatan bagi seorang politisi untuk mengumpulkan pengalaman dan membangun kredibilitas dalam kepemimpinan dan pengelolaan pemerintahan.
Pengalaman dan kredibilitas ini dapat meningkatkan daya tarik seorang politisi sebagai pemimpin yang potensial di mata pemilih. Teori kepemimpinan dan penelitian oleh scholar seperti James MacGregor Burns dan Bass & Avolio menyoroti pentingnya pengalaman dan kredibilitas dalam kepemimpinan yang efektif.
Hal terakhir tentu saja adalah soal pertimbangan elektoral di masa depan. Kehadiran Anies di panggung politik nasional, baik sebagai menteri atau gubernur, juga akan menjadi pertimbangan penting bagi pemilih di masa depan, termasuk pada Pilpres 2029. Penelitian dalam bidang politik pemilihan umum menunjukkan bahwa rekam jejak seorang kandidat dalam jabatan publik sebelumnya dapat mempengaruhi persepsi dan dukungan pemilih terhadapnya.
Dengan demikian, menjaga relevansi politik Anies melalui penempatan di jabatan publik tertentu seperti menteri atau gubernur memiliki implikasi yang signifikan bagi ambisi politik jangka panjangnya, termasuk peluang untuk maju dalam Pilpres 2029. Anies tinggal menimbang-nimbang, apakah ia lebih nyaman bekerja sebagai kepala eksekutif lokal, atau menjadi bagian dari pemerintahan Prabowo.
Pertanyaannya adalah mana yang lebih baik untuk dipilih?
Jadi Gubernur Lebih Baik?
Pilihan untuk menjadi gubernur atau menjadi menteri di kabinet Prabowo-Gibran dapat dibahas dari beberapa sudut pandang, terutama terkait dengan kewenangan kerja gubernur dan dinamika politik lokal.
Hal yang utama adalah soal otonomi daerah dan kewenangan gubernur itu sendiri. Sebagai gubernur, Anies Baswedan akan memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola urusan pemerintahan di tingkat lokal.
Ini termasuk pengelolaan anggaran, pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan berbagai bidang lainnya sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Menurut para ahli seperti Profesor Edward Aspinall dari Australian National University, otonomi daerah memberikan kesempatan bagi gubernur untuk lebih terlibat secara langsung dalam pembangunan dan pelayanan masyarakat di tingkat lokal.
Poin berikutnya adalah soal kontrol politik dan pengaruh lokal. Sebagai gubernur, Anies akan memiliki kontrol politik yang lebih besar terhadap kebijakan dan program di wilayahnya. Ini memungkinkannya untuk mengimplementasikan agenda politiknya dengan lebih leluasa tanpa harus terlalu dipengaruhi oleh dinamika politik nasional. Para ahli seperti Profesor Jeffrey Winters dari Northwestern University menyoroti pentingnya kontrol politik dalam menjaga stabilitas dan keseimbangan kekuasaan di tingkat lokal.
Dan poin terakhir yang tak kalah penting adalah soal keterlibatan langsung dengan konstituen. Sebagai gubernur, Anies akan memiliki kesempatan untuk lebih langsung terlibat dengan konstituen di tingkat provinsi. Hal ini memungkinkannya untuk lebih mendengarkan dan merespons kebutuhan serta aspirasi masyarakat secara langsung. Ahli politik seperti Profesor Donald L. Horowitz dari Duke University menekankan pentingnya keterlibatan langsung dengan konstituen dalam membangun legitimasi dan dukungan politik.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, menjadi gubernur tampaknya menjadi pilihan yang lebih menjanjikan bagi Anies daripada menjadi menteri di kabinet Prabowo-Gibran. Ini karena gubernur memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola urusan pemerintahan di tingkat lokal dan memiliki kontrol politik yang lebih langsung terhadap kebijakan dan program di wilayahnya.
Selain itu, keterlibatan langsung dengan konstituen juga dapat membantu membangun legitimasi dan dukungan politik yang lebih kuat. Menarik untuk ditunggu opsi mana yang akan dipilih Anies. (S13)