- Permohonan kasasi dua dari tiga petani Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel [RTSP] atas nama Untung dan Suwarno, dikabulkan Mahkamah Agung, Selasa [23/4/2024].
- Keputusan tersebut dapat diakses di Informasi Perkara Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa Untung dan Suwarno dinyatakan bebas atas tuduhan penyebaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat.
- Untuk permohonan kasasi atas nama Mulyadi, Kepada Desa Pakel, belum ada putusan. Diharapkan, dia juga segera dibebaskan.
- Mulyadi, Suwarno, dan Untung, ditangkap kepolisian pada Februari 2023 dan divonis 5,6 tahun oleh hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi, 26 Oktober, atas tuduhan menyebarkan berita bohong hingga mengakibatkan keonaran.
Permohonan kasasi dua dari tiga petani Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel [RTSP] atas nama Untung, Kepala Dusun Taman Glugo, dan Suwarno, Kepala Dusun Durenan, dikabulkan Mahkamah Agung [MA], pada Selasa [23/4/2024].
Keputusan tersebut dapat diakses di Informasi Perkara Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa Untung dan Suwarno dinyatakan bebas atas tuduhan penyebaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat.
Tedjo Rifa’i, anggota Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat Untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam [TeKAD GaRUDA], menyatakan untuk permohonan kasasi atas nama Mulyadi, Kepada Desa Pakel, belum ada putusan.
“Kami mengimbau warga Pakel untuk terus berjuang. Tetap semangat dan berdoa,” terangnya kepada Mongabay, Sabtu [27/4/2024].
Dalam berita Mongabay sebelumnya, Mulyadi, Suwarno dan Untung, tiga petani Pakel, harus menelan pil pahit. Berupaya mempertahankan ruang hidup, mereka ditangkap kepolisian pada Februari 2023 dan divonis 5,6 tahun oleh hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi, 26 Oktober, atas tuduhan menyebarkan berita bohong hingga mengakibatkan keonaran.
Mereka dijerat Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946. Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 78/PUU-XXI/2023, Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 sudah tidak berlaku dan tidak mengikat secara hukum.
Sri Maryati, anak Suwarno mengaku senang dengan kabar tersebut.
“Alhamdulillah, kami mendapat kabar tersebut dari tim hukum. Kami bersyukur,” tuturnya, kepada Sabtu [27/4/2024].
Maryati mengaku, sejak Suwarno dipenjara, keluarganya menjalani hidup yang tak biasa dan ada yang hilang.
“Abah punya kewajiban sebagai kepala dusun, sebagai tulang punggung keluarga, dan sebagai guru ngaji. Kewajiban tersebut tidak bisa dijalankan karena abah ditahan. Untuk menopang ekonomi keluarga sementara waktu, saudara kami saling mendukung,” ujarnya.
Harun, Ketua RTSP mengaku senang mendengar kabar tersebut.
“Meski ada informasi putusan bebas, Pak Untung dan Pak Suwarno masih di lapas Banyuwangi. Kami berharap, Pak Kades juga diputus bebas,” kata Harun, Sabtu sore.
Prinsip keadilan
Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mengatakan, dikabulkannya kasasi tersebut sebagai bukti Mahkamah Agung menjalankan tugasnya sesuai prinsip keadilan. Sebab, aturan yang dicabut ini sering menjadi momok bagi perjuangan petani dan pembela lingkungan hidup.
“Saya berharap tiga petani Pakel tersebut segera dibebaskan dan dipulihkan hak-haknya. Saya juga berharap, Mahkamah Agung dapat berlaku demikian pada pejuang agraria dan lingkungan hidup,” jelasnya.
Dia menilai, upaya kriminalisasi lain akan terus mengancam, tidak hanya dalam bentuk kekerasan tetapi juga membenturkan sesama warga baik dan buruh kebun.
“Konflik agraria harus segera diselesaikan negara dalam hal ini Kementerian ATR/BPN. Kami juga berharap Komnas HAM turut mendorong penyelesaian sengketa,” tegasnya.
Fahmi Ardiyanto, praktisi hukum di Lembaga Bantuan Hukum [LBH] Surabaya, mengaku senang dengan kabar tersebut. Menurutnya, kemungkinan pihak perkebunan akan melakukan intimidasi atau provokasi terhadap masyarakat Pakel, bisa saja terjadi.
“Sejak beberapa kejadian perusakan lahan petani Pakel, setidaknya ada dua warga yang mendapatkan laporan dari kepolisian,” katanya, Sabtu.
Samsul Muarif, Koordinator Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam [FNKSDA] Komite Daerah Jember, menyambut gembira putusan itu. Dia berharap, hakim yang akan memutus kasus Mulyadi, memiliki kondisi kebatinan yang sama dengan hakim sebelumnya.
“Jika merujuk pemikiran Prof. Sadjipto Rahardjo dalam hukum progresifnya, para penegak hukum harus berani keluar dari pendewaan teks dan berani melakukan lompatan memenuhi asas keadilan dan tidak berpihak pada status quo,” ujarnya, Minggu [28/4/2024].
Dia mendesak pemerintah dan penegak hukum agar perlindungan hukum bagi warga negara dilaksanakan. Artinya, penegak hukum harus lebih jeli melihat kasuistik ini dan pemerintah harus hadir untuk memperbaiki ketimpangan struktur penguasaan lahan.
“Hal itu berdasarkan mandat UUPA dan visi besar UUD 1945 dalam mewujudkan kedaulatan rakyat, mengatur sumber-sumber agraria demi kemakmuran rakyat. Prinsip keadilan sosial, menghapus penindasan dan penghisapan manusia atas manusia lain, harus ditegakkan,” tandasnya.