Tbilisi, Georgia (ANTARA) – Jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas di negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat pada 2050 menjadi 1,2 miliar atau sekitar seperempat dari total populasi.
Peningkatan populasi lanjut usia (lansia) secara signifikan akan meningkatkan kebutuhan terhadap program pensiun dan kesejahteraan serta layanan kesehatan.
Oleh karenanya, penting bagi para pemerintah dan pemangku kepentingan terkait di kawasan Asia dan Pasifik untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat termasuk penduduk lansia untuk mendukung kesiapan menghadapi dan menciptakan masa pensiun yang sejahtera.
Literasi keuangan mempunyai manfaat penting bagi kesejahteraan sepanjang hidup seseorang. Kampanye literasi keuangan bagi masyarakat tentunya dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang perencanaan keuangan, dan konsep keuangan sederhana seperti bunga majemuk. Mereka diharapkan dapat melek finansial.
Melek finansial berarti memiliki kesadaran finansial, pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku positif yang diperlukan untuk membuat keputusan finansial yang tepat dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan finansial. Hal ini penting untuk jaminan masa pensiun dan harus dipromosikan kepada masyarakat sejak usia muda untuk mendapatkan manfaat maksimal.
Namun, literasi keuangan di kawasan ekonomi Asia dan Pasifik masih kurang . Survei Internasional tentang Literasi Keuangan Orang Dewasa yang dilakukan pada 2020 oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Jaringan Internasional tentang Pendidikan Keuangan, memberikan skor bagi orang dewasa dalam literasi keuangan, dengan nilai sempurna 100 persen, yaitu 63,5 persen di Indonesia, 59,7 persen di Malaysia, dan 62,1 persen di Korea Selatan, atau mendekati skor rata-rata 60,5 persen untuk negara anggota OECD dan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik.
Meskipun 70,5 persen orang dewasa di Indonesia dan 66 persen di Malaysia melaporkan perencanaan jangka panjang, namun jauh lebih sedikit orang dewasa di negara lain yang melakukan perencanaan, hanya 53,5 persen di Hong Kong, Tiongkok, 41,1 persen di Korea Selatan, dan 54 persen di Thailand.
Di Tiongkok, survei besar-besaran terhadap rumah tangga perkotaan pada 2014 menemukan bahwa sebagian besar individu terutama lansia, perempuan, dan mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah, memiliki sedikit literasi keuangan.
Dalam laporan kebijakan Asian Development Bank (ADB) tentang Aging Well in Asia, studi yang dilakukan di negara-negara berkembang di Asia menyoroti tingginya kebutuhan akan program literasi keuangan. Mereka harus menyasar masyarakat yang paling kurang memiliki pengetahuan keuangan, khususnya orang lanjut usia, perempuan, dan mereka yang berpendidikan rendah.
Dengan demikian, program literasi keuangan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan persiapan pensiun dan memberikan pengetahuan dasar tentang tabungan dan perencanaan pensiun, termasuk bunga sederhana, bunga majemuk, dan diversifikasi risiko.
Menurut ekonom senior ADB, Aiko Kikkawa, literasi keuangan penting dilakukan sejak dini, sehingga generasi saat ini bisa mempersiapkan diri lebih baik sebelum memasuki usia lanjut atau masa pensiun. Masyarakat dapat memahami produk tabungan dan investasi yang paling sesuai dengan situasi keuangan mereka.
Untuk membantu individu mengambil keputusan keuangan yang lebih baik dan menjadi penabung jangka panjang, pemerintah dan lembaga keuangan dapat memanfaatkan wawasan perilaku baru yang lebih mengutamakan, misalnya, serangkaian produk keuangan berkualitas tinggi.
Program literasi keuangan membantu individu memahami berbagai produk keuangan dan membuat keputusan investasi yang tepat. Berbagai produk keuangan dapat diakses secara berbeda tergantung kondisi keuangan dan ekonomi individu.
Seseorang dapat memulainya dengan secara rutin menyisihkan sebagian pendapatannya ke dalam rekening tabungan biasa di bank. Mereka yang tidak memiliki akses terhadap bank dapat menabung di lembaga keuangan mikro, yang banyak terdapat di daerah pedesaan.
Ketika pendapatan dan tabungan meningkat, seiring dengan literasi keuangan, seseorang dapat beralih ke produk keuangan yang lebih canggih seperti ekuitas, obligasi, investasi terkait asuransi, reksa dana, dan dana yang diperdagangkan di bursa.
Di sisi lain, individu perlu memahami inflasi dan pengaruhnya terhadap nilai uang dari waktu ke waktu untuk mendorong penganggaran dan menabung.
Selain itu, program literasi keuangan melindungi pekerja dan orang lanjut usia dari penipuan keuangan. Beberapa skema penipuan menjanjikan keuntungan tinggi dengan risiko rendah, dan skema lainnya menargetkan transaksi digital.
Sejak pandemi COVID-19, beberapa negara di Asia telah meluncurkan program literasi keuangan digital untuk mendorong tabungan masa pensiun dengan pesan yang dipersonalisasi, kalkulator pendapatan pensiun online, dan aplikasi interaktif.
Mengingat maraknya skema penipuan, pemerintah telah memulai kampanye untuk melindungi masyarakat dari penipuan keuangan dan dunia maya.
Berdasarkan laporan OECD pada 2021, survei menemukan 23 persen orang dewasa di Indonesia dan 16 persen di Malaysia pernah berinvestasi pada produk keuangan yang ternyata merupakan penipuan.
Upaya Indonesia
Pemerintah Indonesia secara proaktif meningkatkan literasi keuangan di tengah masyarakat agar masyarakat melek terhadap produk keuangan dan memulai merencanakan penganggaran dan investasi untuk menyiapkan masa depan yang sejahtera.
Pemerintah terus berupaya menciptakan masyarakat yang terliterasi, terinklusi dan terlindungi secara keuangan. Indeks inklusi dan indeks literasi keuangan di Indonesia pun meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) 2022, gap antara indeks inklusi keuangan dengan indeks literasi keuangan menurun menjadi 35,42 persen dari sebelumnya 38,16 persen.
SNLKI 2022 menunjukkan indeks inklusi dan literasi keuangan meningkat masing-masing menjadi 85,10 persen dan 49,68 persen, atau lebih tinggi dari hasil survei tahun 2019 yang sebesar 76,19 persen dan 38,03 persen, dan meningkat dari hasil survei pada 2016 yang tercatat sebesar 67,8 persen dan 29,7 persen.
Indeks literasi keuangan perempuan mencapai 50,33 persen atau untuk pertama kalinya melebihi indeks literasi laki-laki yang sebesar 49,05 persen.
Peningkatan indeks inklusi dan literasi keuangan merupakan hasil kerja keras bersama antara pemerintah, OJK, kementerian/lembaga terkait, industri jasa keuangan, dan berbagai pihak lain, yang terus berupaya secara berkelanjutan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di masyarakat.
Dalam praktiknya, secara nasional sejak 1 Januari hingga 29 Februari 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan edukasi keuangan kepada 11.121 orang peserta, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi.
Selain itu, saluran media komunikasi Sikapi Uangmu telah memublikasikan sebanyak 66 konten edukasi keuangan, dengan jumlah pengunjung sebanyak 288.968 penonton dalam periode Januari-Februari 2024.
Per 29 Februari 2024 terdapat 42.548 pengguna Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU) OJK, dengan akses terhadap modul sebanyak 50.727 kali akses dan penerbitan 40.412 sertifikat kelulusan modul. OJK juga menerbitkan buku seri literasi keuangan untuk beberapa tingkat masyarakat.
Dalam tahun 2023, OJK telah melaksanakan 2.570 edukasi keuangan dengan total 647.968 peserta secara nasional. Kemudian, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) tercatat sudah menjalankan 2.607 edukasi keuangan dengan 409.284 peserta.
Di samping itu, terdapat 1,36 juta agen laku pandai dari 34 bank di 512 dari 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia, sehingga dapat mendukung literasi keuangan kepada lebih 80 ribu desa di Indonesia.
Jumlah Basic Saving Account (BSA) tercatat sebanyak 27,8 juta dengan dana yang terhimpun mencapai Rp1,4 triliun. Selanjutnya, jumlah penyelenggara kredit yang menggunakan agen sudah mencapai lebih dari 320 ribu dengan nominal penyaluran sebesar lebih dari Rp2 triliun.
OJK dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga bekerja sama meningkatkan literasi dan inklusi keuangan melalui Program Kartu Prakerja.
Peningkatan kerja sama kedua instansi itu bertujuan untuk semakin memperkuat upaya pelaksanaan edukasi keuangan kepada masyarakat, khususnya bagi pendaftar program Kartu Prakerja guna mendorong literasi dan inklusi keuangan di tengah pesatnya perkembangan transformasi digital.
Sinergi, upaya dan kerja sama strategis dan berkesinambungan antar kementerian/lembaga, regulator, pelaku industri jasa keuangan dan seluruh pemangku kepentingan juga terus diperkuat untuk melakukan literasi dan inklusi keuangan secara menyeluruh hingga ke pelosok Tanah Air.
Berbagai upaya dan kerja sama lintas pihak dan institusi diharapkan dapat semakin meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat sehingga masyarakat bisa semakin memahami produk dan jasa keuangan, serta memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan terutama menjelang masa pensiun maupun merencanakan masa depan dengan perencanaan keuangan yang lebih baik.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024