- Ratusan masyarakat adat dari Tano Batak Kawasan Danau Toba bersama mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup Toba Pulp Lestari [TPL], berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumatera Utara [Sumut], Kamis [18/4/2024].
- Mereka membawa spanduk bertuliskan tutup PT TPL, karena dianggap telah merebut tanah adat masyarakat dan melakukan kegiatan merusak lingkungan.
- Pembebasan tanpa syarat Ketua Adat Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan, merupakan satu dari sejumlah poin yang diajukan aliansi dalam aksi damai tersebut. Tuntutan lainnya adalah hentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang atas hak-haknya. Segera sahkan Rancangan Undang-Undang [RUU] Masyarakat Adat dan sahkan Peraturan Daerah [Perda] Masyarakat Adat di Provinsi Sumatera Utara.
- Saat ini 63 komunitas masyarakat adat tergabung dalam AMAN Wilayah Tano Batak. Namun, peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat baru terbit di empat kabupaten, yaitu Humbang Hasundutan, Toba, Tapanuli Utara, dan Samosir.
Ratusan masyarakat adat dari Tano Batak Kawasan Danau Toba bersama mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL [Toba Pulp Lestari], berunjuk rasa di depan gedung DPRD Sumatera Utara [Sumut], Kamis [18/4/2024]. Mereka membawa spanduk bertuliskan tutup PT TPL, karena dianggap telah merebut tanah adat masyarakat dan melakukan kegiatan merusak lingkungan.
Pembebasan tanpa syarat Ketua Adat Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan, merupakan satu dari sejumlah poin yang diajukan aliansi dalam aksi damai tersebut.
Tuntutan lainnya adalah hentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang berjuang atas hak-haknya. Segera sahkan Rancangan Undang-Undang [RUU] Masyarakat Adat dan sahkan Peraturan Daerah [Perda] Masyarakat Adat di Provinsi Sumatera Utara.
“Kami juga meminta penebangan hutan di Danau Toba dihentikan dan akui serta hormati hak-hak masyarakat adat. Juga, selamatkan Bumi dari krisis iklim,” kata Anggiat Sinaga, Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL.
Dua anggota DPRD Sumut Yahdi Khoir Harahap dan Irwan Simamora yang menerima masyarakat mengatakan, persoalan serius ini akan segera diagendakan untuk dibahas.
“Harus ada UU Masyarakat Adat, agar secara de facto hak-hak masyarakat adat diakui. Dari sini, bisa diusulkan mencabut izin TPL,” ujar Yahdi.
Menurut dia, terkait aturan tersebut saat ini masih di DPR RI dalam bentuk program legislasi nasional. Untuk itu, perlu didorong pembahasannya hingga nantinya diterbitkan RUU Masyarakat Adat.
Di DPRD Sumut, bersama Pemerintah Provinsi pihaknya sudah membahas ranperda tentang hak masyarakat adat.
“Kami sudah berinisiatif sejak 2022 dan memasukkannya ke program pembentukan peraturan daerah/propemperda. Yaitu, peraturan tentang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat,” jelasnya.

Penangguhan penahanan
Direktorat Reserse Kriminal Khusus [Ditreskrimsus] Polda Sumut menangguhkan penahanan Sorbatua Siallagan, setelah ketua adat tersebut ditahan 26 hari. Lelaki 65 tahun itu dilepaskan Rabu siang [17/4/2024].
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan, penangguhan berdasarkan pertimbangan kemanusiaan dan ada jaminan dari pihak keluarga. Namun, proses penyidikan tetap berlanjut.
“Ini upaya mengeluarkan tersangka sebelum waktu penahanannya selesai,” terangnya, Kamis [18/4/2024].
Penangkapan berdasarkan pengaduan TPL dengan Laporan Polisi (LP)/B/717/VI/2023/SPKT/Polda Sumatera Utara, 16 Juni 2023. Orang yang melaporkan adalah Reza Adrian, Litigation Officer TPL, dengan alasan Sorbatua Siallagan diduga melakukan pengerusakan dan penebangan pohon eucalyptus perusahaan.
“Sorbatua juga dilaporkan dengan dugaan membakar lahan yang ditanami perusahaan serta menduduki kawasan hutan secara tidak sah, sekitar 162 hektar,” ujar Hadi.

Jhon Toni Tarihoran, Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Tano Batak menyatakan, beberapa tahun terakhir TPL memasuki wilayah kelola Masyarakat Adat Dolok Parmonangan. Perusahaan diduga merusak tanaman masyarakat dengan cara meracun.
“Anehnya, malah perusahaan yang membuat pengaduan ke penegak hukum, sehingga mayarakat adat yang tertuduh.”
Diharapkan, pemerintah pusat segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Pemerintah daerah juga harus cepat membuat peraturan mengenai pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di wilayah mereka.
“Ketika peraturan daerah telah dibuat, maka setiap kali ada keputusan soal tanah yang mungkin saja masuk wilayah kelola masyarakat adat, bisa diambil jalan tengah tanpa merugikan siapapun. Situasi juga tenang.”
Saat ini 63 komunitas masyarakat adat tergabung dalam AMAN Wilayah Tano Batak.
“Namun, peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat baru terbit di empat kabupaten, yaitu Humbang Hasundutan, Toba, Tapanuli Utara, dan Samosir,” jelasnya.
Terkait konflik dengan masyarakat adat dan desakan penutupan TPL, ketika dikonfirmasi hingga Jumat malam [19/4/2024], pihak perusahaan hanya memberikan keterangan seperti sebelumnya.
Salomo Sitohang, Corporate Communication Head TPL, menyatakan, pihaknya menghormati keberadaan masyarakat adat di seluruh area perusahaan beroperasi.
“TPL juga berkomitmen mengedepankan dialog terbuka untuk solusi damai dengan masyarakat dalam menghadapi setiap tantangan isu sosial. Tanpa aksi yang dapat merugikan para pihak,” jelasnya.
Mempertahankan Lahan dari PT TPL, Belasan Warga Adat Natumingka Luka-luka