Koreksi fiskal adalah proses pencocokan antara laporan keuangan komersial dan peraturan perpajakan di Indonesia. Dilakukan oleh Wajib Pajak (WP), koreksi ini bertujuan untuk memastikan penghasilan dan biaya yang diakui sesuai dengan ketentuan fiskal, sehingga menghasilkan perhitungan pajak yang akurat.
Lebih lanjut, mari kita pahami lebih lanjut apa yang dimaksud dengan koreksi fiskal, kenapa bisa terjadi, apa saja jenisnya, cara hitung dan contohnya pada artikel di bawah ini!
Apa itu Koreksi Fiskal?
Dalam Undang-undang (UU) No. 36 tentang PPh, koreksi fiskal adalah penyesuaian terhadap pencatatan keuangan wajib pajak untuk kepentingan perpajakan.
Penyesuaian ini dilakukan untuk memastikan bahwa penghasilan kena pajak (PKP) yang dilaporkan sesuai dengan kenyataan ekonomi.
Secara umum, koreksi fiskal adalah penyesuaian terhadap pencatatan keuangan wajib pajak untuk kepentingan perpajakan. Penyesuaian ini dilakukan untuk memastikan bahwa penghasilan kena pajak (PKP) yang dilaporkan sesuai dengan kenyataan ekonomi.
Koreksi ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil dan dikenakan pajak sesuai dengan penghasilan riilnya, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, hingga meningkatkan penerimaan pajak.
Baca Juga: Peran Penting Kebijakan Fiskal beserta Jenis dan Contohnya
Kenapa Bisa Terjadi Koreksi Fiskal?
Kenapa koreksi ini terjadi, sebab adanya perbedaan pengakuan secara komersial dan fiskal, perbedaan ini meliputi:
- Beda tetap/ permanen, terjadi ketika suatu transaksi dianggap sebagai pendapatan atau beban dalam akuntansi komersial, tetapi tidak diakui menurut peraturan pajak.
- Beda waktu/ sementara, mengacu pada perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban antara peraturan perpajakan dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Jenis Koreksi Fiskal
Dalam prakteknya jenis koreksi ini dibedakan menjadi dua yakni koreksi fiskal positif dan negatif, berikut penjelasannya:
1. Koreksi Fiskal Positif
Koreksi positif merujuk pada perbedaan antara pengakuan penghasilan atau biaya dalam praktik akuntansi suatu entitas dan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Secara khusus, koreksi ini terjadi ketika terdapat transaksi atau item yang diakui sebagai penghasilan atau biaya dalam laporan keuangan berbasis akuntansi, tetapi tidak diakui dalam peraturan perpajakan.
Akibatnya, jumlah laba fiskal meningkat karena adanya penambahan penghasilan yang diakui atau pengurangan biaya yang diakui.
Contohnya, jika suatu entitas mengakui penghasilan tambahan dari sumber tertentu dalam laporan keuangannya, tetapi penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak menurut peraturan perpajakan, maka hal itu akan menghasilkan koreksi positif.
Koreksi fiskal positif ini disebabkan karena:
- Pasal 9 ayat (1) UU PPh No. 36 Tahun 2008 – Beban yang diakui oleh pajak.
- Penyusutan komersial lebih besar daripada fiskal.
- Amortisasi komersial lebih besar daripada fiskal.
- dan sejenisnya.
2. Koreksi Fiskal Negatif
Sedangkan, koreksi fiskal negatif terjadi ketika terdapat perbedaan antara pengakuan penghasilan atau biaya dalam praktik akuntansi dan ketentuan perpajakan yang menyebabkan penurunan jumlah laba.
Ini terjadi ketika suatu transaksi atau item diakui sebagai penghasilan atau biaya dalam laporan keuangan berbasis akuntansi, tetapi tidak diakui dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
Sebagai hasilnya, jumlah laba fiskal menurun karena penghasilan yang diakui harus dikurangi atau biaya yang diakui harus ditambahkan.
Misalnya, jika suatu entitas mengakui biaya tertentu dalam laporan keuangannya yang tidak diakui dalam peraturan perpajakan, maka biaya tersebut harus ditambahkan kembali dalam perhitungan laba untuk menghasilkan koreksi negatif yang sesuai.
Sama seperti koreksi positif, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya koreksi negatif, yakni:
- Pasal 4 ayat (3) UU PPh No. 36 Tahun 2008 – Penghasilan bukan objek pajak.
- Pasal 4 ayat (2) UU PPh No. 36 Tahun 2008 – Penghasilan dikenakan PPh bersifat final.
- Penyusutan komersial lebih kecil dari fiskal.
- Amortisasi komersial lebih kecil dari fiskal.
- Penghasilan ditangguhkan dan seterusnya
Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif
Perbedaan koreksi fiskal positif dan negatif adalah pada pengajuan penghasilan atau biaya dalam praktek akuntansi suatu entitas dan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Sederhananya koreksi positif terjadi ketika biaya-biaya yang tidak diperbolehkan oleh peraturan perpajakan, sedangkan koreksi negatif mengurangi laba kena pajak dan pajak penghasilan terutang.
Contohnya, jika penghasilan tambahan diakui dalam laporan keuangan tetapi tidak dikenakan pajak menurut peraturan perpajakan. Sementara itu, fiskal negatif terjadi ketika penghasilan atau biaya yang diakui dalam laporan keuangan tidak diakui dalam peraturan perpajakan, sehingga mengurangi jumlah laba fiskal.
Misalnya, jika biaya tertentu diakui dalam laporan keuangan tetapi tidak diakui dalam peraturan perpajakan. Keduanya memiliki dampak yang signifikan terhadap kewajiban perpajakan dan kesehatan keuangan perusahaan.
Cara Menghitung Koreksi Fiskal Positif dan Negatif
Berikut adalah langkah-langkah umum untuk menghitung koreksi/ rekonsiliasi fiskal positif dan negatif:
1. Identifikasi Transaksi atau Item
Identifikasi transaksi atau item yang diakui dalam laporan keuangan berbasis akuntansi, baik sebagai penghasilan atau biaya.
2. Perbandingan dengan Ketentuan Perpajakan
Selanjutnya, bandingkan pengakuan transaksi atau item dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Perhatikan perbedaan antara pengakuan dalam akuntansi dan apa yang diizinkan atau dilarang oleh peraturan perpajakan.
3. Hitung Jumlah Koreksi
- Positif: Jumlah fiskal positif adalah penambahan penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan tetapi tidak dikenakan pajak menurut peraturan perpajakan, atau pengurangan biaya yang diakui tetapi tidak diakui dalam peraturan perpajakan.
- Negatif: Jumlah fiskal negatif adalah pengurangan penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan tetapi tidak diakui dalam peraturan perpajakan, atau penambahan biaya yang diakui tetapi tidak diakui dalam peraturan perpajakan.
4. Hitung Besarnya Koreksi
Untuk menghitung besarnya koreksi, Anda perlu menggunakan angka yang relevan dari transaksi atau item yang terkena koreksi, serta mengacu pada peraturan perpajakan yang berlaku.
Koreksi biasanya dihitung dalam nilai moneter dan dapat ditentukan untuk setiap transaksi atau item yang relevan.
5. Laporkan Koreksi
Koreksi positif dan negatif harus dilaporkan secara terpisah dalam laporan keuangan entitas. Pastikan untuk mengidentifikasi dengan jelas setiap koreksi dan memberikan penjelasan yang memadai tentang penyebab dan implikasinya.
Contoh Tabel Laporan Koreksi Fiskal Fiskal Positif dan Negatif
Baca Juga: Kesalahan Umum Rekonsiliasi Fiskal yang Harus Dihindari
KESIMPULAN
Koreksi fiskal merupakan penyesuaian penghasilan kena pajak (PKP) wajib pajak untuk memastikan keadilan dan kepatuhan dalam pemungutan pajak. Proses ini erat kaitannya dengan pembukuan keuangan yang rapi dan akurat.
Pembukuan yang baik menjadi dasar utama dalam mengidentifikasi dan mendokumentasikan dengan tepat seluruh transaksi keuangan yang terkait dengan fiskal. Hal ini penting untuk menghindari sanksi dan memastikan kewajiban pajak terpenuhi dengan benar.
Di era digital ini, aplikasi pembukuan keuangan Beecloud bisa menjadi solusi Anda untuk memudahkan proses pencatatan dan pengelolaan keuangan. Mulai dari pencatatan transaksi, pelacarakan dan identifikasi biaya, hingga penyusunan laporan keuangan otomatis. Klik banner di bawah ini untuk informasi selengkapnya!