- Sampah plastik berkontribusi terhadap tiga krisis besar planet, yakni, polusi, perubahan iklim (climate change) dan kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss). Itulah mengapa pertemuan Komite Negosiasi Antar Pemerintah (Intergovernmental Negotiating Committee/INC) di Ottawa, Kanada, 23-29 April 2024 ini sangat penting secara global maupun nasional.
- Di Indonesia, banyak sungai tercemar mikro plastik, ratusan pantai tercemari plastik, gunung-gunung ‘plastik’, bahkan udara pun mengandung mikro plastik.
- Abdul Ghofar, Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Walhi Nasional berharap, ada aturan mengatasi polusi plastik mulai dari produksi plastik, oil and gas, sampah industri manufaktur, retail, sampai pengaturan plastik yang menjadi sampah.
- Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 mengatakan, pertemuan ini sebagai upaya agar bisnis plastik maupun kimia berjalan semestinya, tidak bebas melakukan pencemaran.
Sampah plastik berkontribusi terhadap tiga krisis besar planet, yakni, polusi, perubahan iklim (climate change) dan kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity loss). Itulah mengapa pertemuan Komite Negosiasi Antar Pemerintah (Intergovernmental Negotiating Committee/INC) di Ottawa, Kanada, 23-29 April 2024 ini sangat penting secara global maupun nasional. Pertemuan ini membahas perjanjian mengikat secara hukum internasional mengenai polusi plastik.
Abdul Ghofar, Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Walhi Nasional kepada Mongabay, mengatakan, plastik jadi penyebab ketiga krisis planet itu. Plastik jadi sumber polusi, menyebabkan kehilangan keanekaragaman karena ekosistem tercemar mikro plastik, begitu juga perubahan iklim.
Di Indonesia, situasi sama, plastik jadi masalah lingkungan serius. Data Program Lingkungan PBB memperlihatkan, Indonesia negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Di Indonesia, banyak sungai tercemar mikro plastik, ratusan pantai tercemari plastik, gunung-gunung ‘plastik’, bahkan udara pun mengandung mikro plastik.
“Plastik itu menjadi isu urgen, Indonesia, salah satu negara punya masalah serius produksi sampah plastiknya, ada 18 juta ton lebih sampah pertahun menurut data KLHK, 18% adalah plastik, belum sampah laut dan pulau-pulau kecil,” katanya, Sabtu, (27/4/24).
Jadi, katanya, pertemuan perjanjian internasional tentang plastik ini momentum sekali seumur hidup. Dia berharap, ada aturan mengatasi polusi plastik mulai dari produksi plastik, oil and gas, sampah industri manufaktur, retail, sampai pengaturan plastik yang menjadi sampah.
“Kalau masalah plastik ini tidak diatur secara keseluruhan dalam siklus hidup, akhirnya mengatasi masalah ini hanya diselesaikan secara parsial yang penting diobatilah,” kata Ghofar.
Yang paling urgen, katanya, mengurangi produksi plastik. Kalau produksi plastik tak dikurangi, katanya, produksi minyak bumi dan gas bakal naik jadi percuma transisi energi. “Minyak bumi bisa dipakai untuk produksi plastik, itu urgensinya,” katanya.
Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 bilang, pertemuan ini sebagai upaya agar bisnis plastik maupun kimia berjalan semestinya, tidak bebas melakukan pencemaran.
Aturan ini, katanya, harus segera rampung demi masa depan anak cucu. “Kalau sekarang posisi Indonesia dalam pertemuan saya lihat banyak mendengarkan, tidak banyak intervensi.”
Bahkan, katanya, kalau Indonesia tak meratifikasi akan berdampak kepada perdagangan global Indonesia nanti.
“Secara global banyak negara akan meratifikasi aturan plastik ini. Ada banyak koalisi negara pasifik sangat kuat, karena mereka negara kepulauan terdampak polusi plastik,” kata Yuyun.
Dia optimis, plastik triniti ini terwujud tahun ini. “Ini masalah urgen yang dihadapi semua negar. Ini krisis global yang harus ditangani global juga.
“Anak cucuk kita kasihan kalau keputusan tidak diambil, industri tidak usah takut amat. Bahwa, besok tutup pabrik, tidaklah, pake otak dikit,” katanya.
Kritik orang industri di delegasi Indonesia
Industri plastik dan kimia diduga masuk dalam rombongan delegasi Indonesia di INC. Aksi memasukkan perwakilan industri plastik dan kimia atas nama delegasi pemerintah pun mendapat kritikan dari berbagai organisasi masyarakat sipil. Mereka menilai, tidak etis dan berpotensi membahayakan tujuan pengendalian plastik global.
“Ya, kita temukan industri masuk dalam delegasi pemerintah atas nama Kemenperin (Kementerian Perindustrian), tidak nama perusahaan, mengaku sebagai pemerintah, itu kan tidak etis karena ada conflict of interest,” kata Ghofar.
Bahkan, katanya, temuan ini tidak dugaan lagi. Dia mengirimkan, nama-nama delegasi Setidaknya ada empat orang nama perwakilan pemerintah yang sebenarnya orang industri plastik dan kimia di Indonesia.
“Sebetulnya, bukan dugaan kami, ada bukti, ketika awal acara mulai pada 23 April 2024 biasa penyelenggara yaitu INC mengeluarkan rilis peserta sementara, dari sana kita lihat ada 44 delegasi pemerintah. Kita periksa, ketemu empat orang dari industri plastik ataupun kimia,” katanya.
Empat nama itu ada yang ditulis sebagai Director Ministry of Industry, ada yang sebagai ahli. “Kemungkinan lebih dari empat, nanti kita akan periksa lagi ketika daftar peserta tetap di akhir acara,” katanya.
Menurut Ghofar, pertemuan INC ini sangat penting bagi dunia. Kegiatan ini merupakan sidang lanjutan untuk membuat aturan internasional tentang mengatasi polusi plastik. Ia bermula saat pertemuan sidang tahunan lingkungan di Kenya pada 2022.
Aturan itu, katanya, antara lain soal kemasan, produksi plastik bahkan sampai pengelolaan sampah. “Pertemuan di Kanada ini sudah yang ke empat kali, nanti finalnya di Korea.”
Kehadiran delegasi pemerintah yang di dalamnya ada orang-orang industri tentu menghambat substansi dari pertemuan karena bisa dipastikan industri plastik tidak ingin aturan-aturan itu terjadi, seperti pengurangan produksi plastik dan lain-lain. “Industri plastik hanya ingin sampah yang dikumpulkan kemudian recycling.”
Orang-orang industri ini punya kelompok untuk melobi. Masalah plastik itu, menurut mereka bukan soal kesehatan atau iklim, hanya soal tata kelola. “Hingga mereka terus intervensi negara, kalau mau punya aturan fokus di waste management, yaitu, kumpulin dan daur ulang, tidak mengatasi masalah dari hulu,” katanya.
Apalagi bagi negara produksi minyak seperti Arab Saudi atau Rusia, mereka juga menginginkan aturan internasional ini cukup hanya pengelolaan sampah. Jadi banyak dari asosiasi perusahaan plastik hadir dari mereka. “Yang resmi saja sudah kita sayangkan hadir, apalagi yang diselundupin di delegasi pemerintah seperti di Indonesia ini.”
Secara suara, dalam pertemuan, katanya, industri yang mengaku pemerintah punya akses leluasa. Tidak hanya mengamati pertemuan, juga bisa mengusulkan.
“Kehadiran industri plastik ini mengkhawatirkan baik nasional maupun internasional.”
Sebenarnya, pemerintah sendiri masing-masing punya kepentingan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, misal, soal lingkungan hidup dan Kementerian Perindustrian soal industri.
“Nah Kemenperin yang ngajakin industri hadir sebagai delegasi. Menurut kami itu tidak etis, hadir sebagai PNS, padahal kalau mau daftar sebagai industri bisa saja, apalagi ini menjelang putusan. Seharusnya delegasi industri tidak hadir, karena ini mau mengatur mereka,” katanya.
Mestinya, Kementerian Kesehatan yang diajak bukan industri sebagai delegasi pemerintah, karena berkaitan dengan kesehatan manusia.
“Atau dari BRIN (yang diajak), dari lembaga perempuan dan anak. Itu yang kita sayangkan, padahal negara lain lengkap delegasinya.”
Yuyun menambahkan, kehadiran orang industri dalam delegasi pemerintah bentuk ketakutan industri, bisnis akan terganggu karena aturan ini.
******
Pemimpin ASEAN Didesak Bersikap Tegas dalam Perundingan Plastik Global