- Tapir (Tapirus indicus) terperosok ke kolam penampunan air Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) PT. Optima Tirta Energy (OTE) di Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Rabu (24/4/2024).
- Masuknya satwa dilindungi itu ke dalam kolam PLTMH OTE ini merupakan kejadian kedua. Sebelumnya pada Maret 2024, seekor harimau Sumatera juga terperosok ke kolam yang sama. Beruntung kedua satwa itu bisa keluar dengan sendirinya dari kolam tersebut.
- Kepala BKSDA Sumatera Barat, Lugi Hartanto mengatakan kawasan sekitar PLTMH OTE itu adalah hutan lindung yang merupakan habitat satwa kunci atau satwa prioritas konservasi di Sumbar.
- Untuk mencegah kejadian itu berulang, BKSDA Sumbar akan memberikan beberapa catatan atau rekomendasi kepada pihak PLTMH OTE, seperti harus ada pagar pengaman di sepanjang jaringan saluran, pinggir-pinggir kolam tidak boleh licin, dan harus ada undak-undakan sehingga satwa yang terperosok dapat kembali keluar
Tapir (Tapirus indicus) terperosok ke kolam penampungan air (head pond) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) PT. Optima Tirta Energy (OTE) di Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Rabu (24/4/2024).
Masuknya satwa dilindungi ke dalam kolam itu merupakan kejadian kedua. Sebelumnya pada Maret 2024, seekor harimau Sumatera juga terperosok ke dalam kolam yang sama. Beruntung kedua satwa itu bisa keluar dengan sendirinya dari kolam besar itu.
Humas PLTMH OTE Dramendra menjelaskan tapir pertama kali diketahui masuk kolam dari rekaman kamera pengawas (CCTV) yang dipasang di kawasan itu. Dalam rekaman itu Tapir terlihat berenang mengitari kolam. “Tapir masuk hari Minggu sekitar pukul 04.00 WIB dini hari,” katanya kepada Mongabay, Jumat (26/4/24).
Kemudian, petugas operator bersama satpam mendatangi lokasi kolam untuk mengeluarkan tapir itu. Tapi karena bobot tapir terlalu berat, diperkirakan sekitar 250 kilogram, mereka tidak sanggup mengeluarkannya.
Namun tidak lama setelah itu, saluran kolam dipenuhi sampah yang menyebabkan air meluap sampai ke tempat pembuangan air limpasan, sehingga tapir bisa keluar dengan sendirinya. Dramendra menambahkan kemungkinan tapir tersebut diburu oleh pemangsa karena di punggungnya terdapat luka bekas cakaran.
Dihubungi terpisah, Kepala BKSDA Sumatera Barat, Lugi Hartanto mengatakan pihaknya bersama pihak nagari dan PLTMH OTE telah berkoordinasi dan mengecek lokasi kejadian pada Kamis (24/04/2024). Dari hasil penelusuran ditemukan bahwa sepanjang saluran air hingga bendungan tidak ada pagar batas atau pagar pelindung, serta tidak ada tangga darurat untuk evakuasi satwa. Sehingga BKSDA Sumbar meminta pihak PLTMH untuk memasang pagar pembatas dan tangga darurat.
Baca : Harimau Sumatera Masuk Bendungan di Pasaman Barat, Habitat Terganggu?

Selain itu, Tim BKSDA Sumbar menduga bahwa aktifitas perburuan babi yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung Tangor memicu satwa liar keluar dari habitatnya.
“Ini sudah kejadian yang kedua kita lakukan supervisi ke PLTMH, artinya disitu memang hutan lindung yang merupakan habitat satwa, seperti harimau dan tapir. Kita ingin PLTMH ini ramah untuk satwa agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Apalagi PLTMH ini berbatasan langsung dengan hutan lindung,” sebut Lugi Hartanto saat diwawancarai Mongabay, Jumat (26/4/24).
Lugi mengatakan kawasan itu merupakan hutan lindung yang merupakan habitat satwa kunci atau satwa prioritas konservasi di Sumbar. “Hutan lindung itu salah satu pusat keanekaragaman hayati walaupun pengelolanya dinas kehutanan, tapi BKSDA ikut bertanggung jawab terkait dengan satwa liar,” ungkapnya.
Terkait wewenang itu, pihaknya akan memberikan beberapa catatan atau rekomendasi kepada pihak PLTMH diantaranya, harus ada pagar pengaman di sepanjang jaringan saluran, pinggir-pinggir kolam penampung air itu tidak boleh licin, dipasang jaring di saluran air, dan harus ada undak-undakan sehingga satwa yang terperosok ke dalam kolam dapat kembali keluar.
“Seperti kemarin ketika harimau masuk. Jika tidak ada kayu ia tidak akan bisa keluar, harusnya disediakan lokasi-lokasi khusus untuk evakuasi,” sebutnya.
Ia berharap pihak PLTMH harus punya semacam prosedur penyelamatan kalau ada satwa digiring ke lokasi evakuasi kemudian dilaporkan ke BKSDA.
“Setelah dilaporkan nanti kita bantu untuk evakuasi dan memastikan bahwa satwa ini sudah keluar. Berdasarkan informasi kawan-kawan, tapir tersebut sudah kembali ke habitatnya,” ungkapnya.
Baca juga : Tapir Luka-luka Terjebak di Sungai Batu Busuk, Ini Foto dan Videonya

Lugi juga menambahkan dinas kehutanan sebagai pemangku kawasan juga ikut bertanggung jawab, karena satwa liar khususnya dilindungi ini tanggung jawab Negara, sehingga lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah harus ikut peduli dengan pengelolaan habitat.
“Kami juga akan mengkomunikasikan ini dengan Dinas Kehutanan agar mereka ikut support karena pengamanan kawasan tidak hanya sekedar pengamanan kayu dari aktifitas penebangan tetapi juga pengamanan satwa dengan harapan agar satwa-satwa di dalam hutan lindung dan di sekitar PLTMH itu bisa terjaga juga,” ungkapnya.
Penambahan Fasilitas Ramah Satwa
Terkait antisipasi masuknya satwa liar di kawasannya, pihak PLTMH saat ini sedang membangun pagar sepanjang jaringan saluran atau waterway.
“Mulai dikerjakan bulan puasa kemarin, berupa pendirian tiang sepanjang saluran waterway sekitar tiga km dengan ketinggian sekitar satu setengah meter,” sebut Dramendra.
Pagar itu tidak hanya untuk mengantisipasi satwa, lanjutnya, tetapi juga masyarakat terutama anak-anak yang mandi di sepanjang saluran, meski pihak PLTMH sudah memasang papan pelarangan mandi di sepanjang saluran.
Ia mengakui sudah banyak satwa liar yang masuk ke dalam kawasan PLTMH. “Kalau masuknya satwa sudah banyak seperti babi hutan, ular dan landak. Namun satwa langka dilindungi itu baru dua seperti harimau dan tapir. Kemungkinan besar satwa datang dari hutan lindung Bukit Barisan,” ungkapnya.
Baca juga : Kala Tapir Terjebak di Kebun Sawit

Habitat Satwa Dilindungi
Mengenai berulangnya kejadian satwa liar masuk ke lokasi PLTMH ini, Ekolog Satwa Liar, Sunarto mengatakan bahwa ada jalur satwa di sekitar tampungan/inlet yang perlu disurvei atau dimonitor.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, sebutnya, daerah itu merupakan bagian dari wilayah jelajah harimau sumatera dan satwa inti lainnya yang merupakan habitat penting yang perlu dijaga kelestariannya dan diteliti lebih lanjut kondisinya.
Sunarto mengatakan perlu adanya berbagai upaya penelitian, perbaikan pengelolaan wilayah dan fasilitas yang ada agar fungsi kawasan hutan sebagai habitat pelestarian satwa-satwa kunci bisa terjaga dan disinergikan dengan keberadaan PLTMH.
“Pemanfaatan kawasan untuk PLTMH selain dapat memberikan kontribusi berupa energi bersih dan terbarukan, juga dapat dan perlu menjaga pasokan air dari daerah tangkapan airnya,” jelasnya kepada Mongabay, Kamis (25/04/2024).
Ia menambahkan setiap orang yang berada di wilayah tersebut hendaknya memiliki pemahaman tentang sifat-sifat satwa dan pengetahuan untuk menghindari dan mencegah terjadinya interaksi negatif atau konflik.
“Bersamaan dengan itu, pihak yang memiliki kewenangan sebaiknya memantau kondisi dan siap sedia merespon jika sewaktu-waktu diperlukan. Semoga dengan demikian kehidupan yang harmonis antara masyarakat dan satwaliar khususnya satwa dilindungi dapat terus terjaga,” pungkasnya.
Baca juga : Kabur dari Taman Marga Satwa Bukittinggi, Tapir Berendam di Kolam Istana Bung Hatta
Tapir Menyukai Aliran Air
Peneliti Satwa dari Universitas Andalas, Wilson Novarino mengatakan Tapir bersifat penjelajah untuk mencari makan dengan mengambil daun dan mengunyah sambil bergerak. Karena menyukai batang basah (herbaceous) maka tapir suka daerah pinggiran aliran air di tengah hutan. Karenanya, tapir biasanya mengikuti aliran air. Ini salah satu kemungkinan penyebab Tapir masuk ke irigasi.
“Tapir menyebrangi sungai tidak dengan berenang melainkan berjalan di dasar sungai seperti Kuda Nil. Ini salah satu mekanisme pertahanan dirinya ketika dikejar predator. Itu hal yang sangat lazim. Di Sumatera Barat juga beberapa kali ada tapir masuk ke sumur dan kolam,” jelas Wilson saat dihubungi Mongabay, Jumat (26/04/2024).
Dia Ada beberapa kasus di Sumbar, terakhir waktu tapir masuk ke saluran irigasi di Ampiang Parak Timur, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, pada Juli 2023. Kemudian di Desa Batu Busuk, Padang, masyarakat bisa melihat bagaimana tapir berlari di tengah sungai,” katanya.
Mengenai kondisi tapir yang terluka, Wilson menyebut itu suatu yang wajar karena aktivitasnya, misalnya tergesek dinding irigasi atau merunduk di bawah pohon.
Dia mengatakan data populasi tapir masih minim karena penelitian tentang tapir di Indonesia masih sangat sedikit. Kebanyakan data berasal dari data kamera jebak di berbagai daerah. Tapir berstatus konservasi genting (endangered) karena kehilangan habitatnya akibat konversi hutan menjadi perkebunan dan pembangunan infrastruktur.
Sedangkan Peneliti Satwa dari Universitas Andalas, Ardinis Arbain mengatakan tapir berperan sangat penting untuk menjaga ekosistem karena mampu menyebarkan biji-bijian, menanam durian dan nangka di hutan. Tetapi tapir juga kerap diburu di Sumbar.
Ardinis menyebut kawasan Hutan Lindung Tangor yang berbatasan langsung dengan PLTMH merupakan kawasan dataran rendah yang cukup bagus untuk habitat tapir, meski dia belum pernah meneliti di kawasan itu.
“Penelitian saya tahun 2003 di Taratak, Kabupaten Pesisir Selatan, terdapat cukup banyak tapir. Tapir suka daerah yang tidak terlalu tinggi seperti di Nagari Talamau, Kabupaten Pasaman Barat tempat keberadan PLTMH ini. Kalau di Pesisir Selatan habitatnya di Amping Parak, Taratak dan di Tapan. Disana populasinya masih banyak, ada sekitar 50 ekor,” tambahnya. (***)
Catatan Akhir Tahun: Mencari ‘Rumah Aman’ Satwa Liar di Bangka Belitung