- Tiga spesies orangutan hidup di Indonesia yaitu orangutan sumatera [Pongo abelii], orangutan tapanuli [Pongo tapanuliensis], dan orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus].
- Berdasarkan lokakarya analisis kelangsungan hidup populasi dan habitat [Population and Habitat Viability Analysis/PHVA] populasi orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus] diperkirakan berjumlah 57.350 individu. Sebarannya, berada dalam habitat seluas 16.013.600 hektar, di 42 kantong populasi.
- Dari segi habitat, banyak metapopulasi orangutan kalimantan yang terfragmentasi dan membutuhkan koridor, agar terhubung dengan metapopulasi lainnya.
- Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] merupakan lembaga yang fokus melestarikan orangutan dan habitatnya di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. BOSF tidak hanya berperan sebagai pusat rehabilitasi orangutan, tetapi juga mendirikan Sekolah Hutan yang bertujuan mengajarkan kemandirian orangutan sebelum dilepasliarkan di alam liar.
Tiga spesies orangutan hidup di Indonesia yaitu orangutan sumatera [Pongo abelii], orangutan tapanuli [Pongo tapanuliensis], dan orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus].
Berdasarkan lokakarya analisis kelangsungan hidup populasi dan habitat [Population and Habitat Viability Analysis/PHVA] populasi orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus] diperkirakan berjumlah 57.350 individu. Sebarannya, berada dalam habitat seluas 16.013.600 hektar, di 42 kantong populasi.
Berdasarkan kajian kelangsungan hidup populasi [Population Viability Analysis/PVA], angka minimum populasi orangutan kalimantan yang dapat bertahan dalam suatu habitat adalah 200 individu. Dengan kemungkinan, kepunahan kurang dari 1% dalam 100 tahun, serta kurang dari 10% dalam kurun waktu 500 tahun.
Dari segi habitat, banyak metapopulasi orangutan kalimantan yang terfragmentasi dan membutuhkan koridor, agar terhubung dengan metapopulasi lainnya.
Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] merupakan lembaga yang fokus melestarikan orangutan dan habitatnya di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. BOSF tidak hanya berperan sebagai pusat rehabilitasi orangutan, tetapi juga mendirikan Sekolah Hutan yang bertujuan mengajarkan kemandirian orangutan sebelum dilepasliarkan di alam liar.
Untuk membahas seputar BOSF dan konservasi orangutan Kalimantan, berikut wawancara Yovanda, jurnalis Mongabay Indonesia dengan Chief Executive Officer [CEO] BOSF, Jamartin Sihite.
Mongabay: Bagaimana kondisi umum orangutan saat ini dan yang telah dilepasliarkan?
Jamartin: Orangutan yang dilepasliarkan oleh BOSF bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] dalam hal ini Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Timur [Kaltim] dan dengan BKSDA Kalimantan Tengah [Kalteng] juga Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, dalam kondisi baik.
Secara bersama, kami melakukan post release monitoring dan patroli untuk memantau keberadaan dan keberhasailan proses lepas liar. Kami memastikan keberhasilan dan keberlanjutan populasi baru dari orangutan yang telah dilepasliarkan.
Mongabay: Dari banyaknya upaya pelepasliaran, masih ada berapa individu orangutan di pusat rehababilitas BOSF?
Jamartin: Di pusat rehabilitasi yang dikelola BOSF, dibawah MoU dengan KLHK ada 243 individu di Nyaru Menteng [Kalimantan Tengah] dan 116 di Samboja Lestari [Kalimantan Timur]. Disamping itu, BOSF bersama KSDA Kaltim juga merawat 75 beruang madu di Samboja Lestari
Mongabay: Mengapa orangutan harus dikembalikan ke hutan?
Jamartin: Orangutan dari namanya saja ada hutannya. Orangutan diciptakan di hutan oleh pencipta. Mereka punya tugas di hutan, membuat banyak manfaat bagi kita, manusia.
Orangutan akan lebih berguna tetap di hutan daripada di kandang. Kita semua punya kewajiban mengembalikan mereka ke rumahnya, di hutan. Konservasi adalah kerja bersama, tidak ada yang bisa mengerjakan sendiri. Bersama kita lestarikan orangutan dan kita kembalikan mereka ke habitatnya di hutan yang menjadi rumah mereka.
Mongabay: Sejauh ini bagaimana upaya BOSF dalam pelestarian orangutan?
Jamartin: BOSF sejak didirikan oleh warga negara Indonesia tahun 1991, didesain untuk bersama dengan semua pemangku kepentingan bergerak pada konservasi orangutan kalimantan dan habitatnya. Orangutan dan hutan adalah satu paket, mereka memang diciptakan seperti rumah dan pemilik rumah itu sendiri.
BOSF dengan dukungan Pemerintah Indonesia dan stakeholder lain, berusaha keras agar orangutan yang pernah keluar dari habitatnya dengan beragam penyebab, bisa kembali dan hidup sejahtera dan berkembang biak di hutan. Kesejahteraan orangutan adalah hidup dengan liar di rumah mereka sendiri.
Mongabay: Apa kendala yang dihadapi saat pelepasliaran orangutan?
Jamartin: Sebenarnya bukan kendala, tapi tantangan. Salah satunya adalah lokasi pelepasliaran yang dipilih tidak boleh sembarang.
Untuk menentukan lokasi pelepasliaran satu orangutan, diperlukan beberapa kriteria atau syarat. Sebut saja, ketersediaan pakan, populasi orangutan liar rendah, ketinggian areal tidak lebih dari 700 m dari permukaan laut, selain juga harus dipastikan wilayah tersebut relatif aman.
Itu sebabnya proses pelepasliaran agak sulit, karena lokasi yang terpilih biasanya jauh dari mana-mana. Selain itu akses juga terbatas. Dengan minimnya infrastruktur dan keterpencilan area, maka perjuangan melepasliarkan butuh dukungan dari semua pihak.
Mongabay: Bagaimana pola penjagaan orangutan di pusat rehabilitasi Samboja Lestari dan Nyaru Menteng?
Jamartin: Di pusat rehabilitasi, kita mengajari orangutan cara hidup di hutan. Mereka benar-benar datang untuk belajar menjadi orangutan yang sebenarnya. Di pusat rehabilitasi, keterlibatan manusia relatif tinggi dan kontrol lebih bisa dilakukan. Di Sekolah Hutan, kita juga mengawasi semua orangutan tempat mereka bersekolah agar siap kembali ke hutan.
Orangutan yang masuk ke pusat rehabilitasi BOSF selalu membawa tragedi masing-masing. Tak jarang ada orangutan yang tua atau cacat. Ada juga yang menderita tuberkulosis atau penyakit pernapasan kronis, sehingga harus dikarantina permanen karena mengancam kesehatan orangutan lainnya.
Namun, hal paling menyedihkan adalah orangutan yang cacat permanen dan tidak lulus Sekolah Hutan, serta yang terkena penyakit manusia. Mereka tidak akan pernah bisa kembali ke hutan. Orangutan ini butuh perawatan intensif jangka panjang. BOSF dengan dukungan semua pemangku kepentingan akan tetap kerja keras untuk memastikan mereka yang tidak bisa dilepasliarkan akan hidup sejahtera dan berumur panjang.
Di Nyaru Menteng dan Samboja Lestari, kebutuhan medis orangutan telah dipenuhi oleh tim medis. Selain makanan dan pengayaan yang diberikan oleh pengasuh yang berdedikasi, BOSF juga berencana membangun kandang lebih besar dan tahan lama untuk memenuhi kebutuhan khusus orangutan dengan disabilitas fisik yang parah. Seperti, kehilangan anggota tubuh atau kebutaan total.
Bagi individu yang tidak memiliki gangguan fisik serius, tetapi tidak bisa dilepasliarkan, BOSF akan mengupayakan pembangunan pulau suaka. Kita memberi kebebasan untuk mereka di sana. Di pulau-pulau berhutan ini, orangutan tanpa keterampilan masih dapat hidup bebas di pohon, di luar kandang.
Mongabay: Setelah orangutan dinyatakan lulus Sekolah Hutan, apakah tidak khawatir melepas mereka ke hutan?
Jamartin: Siap atau tidak, ini harus dilihat dari kepentingan orangutan. Kita sudah mengajarkan mereka di Sekolah Hutan. Kita siapkan mereka setelah lulus, Sekolah Hutan untuk magang di pulau prapelepasaliaran. Di sini keterlibatan manusia diminimalkan, sebelum benar-benar dilepasliarkan. Setelah lulus magang, mereka akan dikembalikan ke rumahnya, hutan.
Setelah dilepasliarkan, kita masih memantau kemampuan adaptasi mereka selama 1-2 bulan secara intensif dan perlahan intensitas monitoring dikurangi. Tetapi, bisa dipastikan ada tim yang memantau selama 1-2 tahun. Jadi ada proses.
Kalau ditanya apakah kami khawatir? Tentu saja, seperti seorang ayah melepaskan anak gadisnya yang akan menikah. Pasti ada rasa khawatir apakah anak gadisnya akan aman dan bahagia seperti bersama sang ayah.
Mongabay: Setelah dilepasliarkan, bagaimana pola BOSF memastikan keselamatan orangutan di alam liar?
Jamartin: Melakukan post release monitoring. Dalam proses itu, orangutan diikuti oleh teknisi atau tim pemantau yang menguasai teknik monitoring orangutan. Mereka memantau menggunakan radio tracking, survei fenologi, penggunaan GPS dan kompas, bahkan terampil mengenali pohon pakan orangutan dengan nama latinnya. Lokasi pelepasliaran sudah dipastikan ketersediaan pakannya melalui survei fenologi.
Tim pemantau pasca-pelepasliaran akan melakukan pengamatan pada orangutan untuk mengumpulkan data perilaku. Ini terkait kemampuan adaptasi dan tindakan yang dibutuhkan jika orangutan gagal beradaptasi, terluka, atau sakit. Dengan informasi post release monitoring, kita bisa memastikan bahwa orangutan yang dilepasliarkan aakn bisa bertahan hidup di hutan.
Mongabay: Wilayah mana saja tempat pelepasliaran orangutan?
Jamartin: Ada tiga lokasi yang dikelola BOS Foundation bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]. Masing-masing, Hutan Lindung Bukit Batikap dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Kalimantan Tengah, serta Hutan Konsesi Restorasi Ekosistem Kehje Sewen di Kalimantan Timur.
Di sana, hidup baru telah menanti para orangutan. Hidup bebas di alam liar, sesuai fitrah orangutan diciptakan.
Untuk menentukan calon lokasi pelepasliaran tentu saja tidak mudah. Setelah menemukan lokasi yang sesuai, kita harus bangun infrastruktur pendukung seperti pondok monitoring, membentuk tim pemantau, dan lainnya. BOSF tidak akan melepaskan orangutan ke areal tanpa ada infrastruktur, untuk melakukan monitoring.
Mongabay: Harapan BOSF bagi pelestarian orangutan di Indonesia?
Jamartin: Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kami berharap, banyak orang Indonesia yang peduli konservasi orangutan. Mari kita bersama menyuarakan dan memberikan informasi yang benar tentang orangutan.
Tujuan BOSF adalah bekerja untuk memberi kebebasan bagi setiap individu orangutan. Tapi sebelum itu, mereka harus memenuhi syarat dalam perawatan di pusat rehabilitasi. Dengan dukungan Pemerintah Indonesia dan para pejuang orangutan seluruh dunia, BOSF terus berupaya mewujudkan impian orangutan untuk kembali ke alam liar.
BOSF bercita-cita memberikan masa depan yang “liar” dan aman, bagi kehidupan orangutan dan hutannya.
Dedikasi Luar Biasa Jamartin Sihite untuk Kehidupan Orangutan Kalimantan