- Pertambangan pasir dan batu di Nagari Air Dingin, Solok, Sumatera Barat, meresahkan. Jalan lintas nasional pun rusak hingga mengganggu dan membahayakan pengguna jalan maupun masyarakat sekitar.
- Koalisi Selamatkan Jalan Nagari Air Dingin, Solok aksi di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatera Barat (ESDM Sumbar), 25 April lalu. Mereka menuntut pemerintah menghentikan izin pertambangan galian C (pasir dan batu) itu.
- Pemerintah sudah menghentikan aktivitas tambang sementara setelah rapat 28 Maret lalu. Wardoyo, Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar mengatakan, sudah mengambil tindakan penghentian sementara aktivitas tambang. Proses penutupan atau pencabutan izin pertambangan itu tak mudah.
- Semestinya, pemerintah tegas menghukum dan memaksa pelaku tambang memulihkan lingkungan hidup dengan cara menghentikan permanen sumber pencemar dan perusak lingkungan seperti tambang, remediasi, rehabilitasi dan restorasi lingkungan.
Pertambangan pasir dan batu di Nagari Air Dingin, Solok, Sumatera Barat, meresahkan. Jalan lintas nasional pun rusak hingga mengganggu dan membahayakan pengguna jalan maupun masyarakat sekitar.
Koalisi Selamatkan Jalan Nagari Air Dingin, Solok aksi di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatera Barat (ESDM Sumbar), 25 April lalu. Mereka menuntut pemerintah mencabut izin dan menyetop permanen pertambangan galian C (pasir dan batu) itu.
“Dinas ESDM serius dalam memberi izin tapi saat mengawasinya bercanda.” Begitu salah satu spanduk aksi. Saat aksi, perwakilan Dinas ESDM keluar menemui massa.
Sepanjang jalan nasional di Nagari Air Dingin ada tiga perusahaan berizin, mulai PT Bukit Villa Putri, PT Sirtu Air Dingin dan CV Putra YLM. Dua perusahaan memiliki izin lingkungan dari Pemerintah Sumatera Barat dan Sirtu dari Pemerintah Solok.
Pemerintah sudah menghentikan aktivitas tambang sementara setelah rapat 28 Maret lalu bersama ESDM Sumbar, Dinas Lingkungan Hidup Sumbar, dan Dinas PMPTSP Sumbar. Juga, Dinas BMCKTR Sumbar, Inspektur Tambang Wilayah Sumbar, Balai Pelaksana Jalan Nasional Sumatera Barat, Dinas Lingkungan Hidup Solok dan Dinas PUPR Kabupaten Solok.
“Pada 19 Maret lalu sudah kami lihat, kami akan kaji dan evaluasi dulu,” kata Wardoyo, Sekretaris Dinas ESDM Sumbar di depan massa.
Indah dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumbar mengatakan, masyarakat sekitar sudah mengeluh kerusakan jalan yang membahayakan mereka yang lalu lalang. Keluhan juga muncul dari pengguna jalan seperti supir travel,.
Tommy Adam, dari Walhi Sumbar juga mengatakan, tambang-tambang itu berada di daerah berisiko bencana.
“Itu di kawasan bencana seharusnya izin tidak keluar. Selama ada tambang, bencana ekologis akan terus ada. Terus kenapa dikeluarkan? Cabut saja, cabut permanen,” katanya.
Elfin Mahendra, koordinator aksi juga dari LBH Padang menyampaikan, Dinas ESDM Sumbar harus mencabut permanen izin-izin tambang di Nagari Air Dingin. Sebab, katanya, ada dampak struktural muncul akibat tambang itu.
LBH, katanya, lakukan somasi ke Gubernur Sumatera Barat, Kepala BPJN dan Bupati Solok sebelumnya.
“Responnya, menutup sementara aktivitas tambang. Lebih jauh dari itu, kita menuntut menghentikan permanen izin tambang.”
Tommy mengatakan, pada 2022 Walhi pernah mendampingi masyarakat di Nagari Aia Dingin. “Ada 48 keluarga yang berdekatan dengan satu perusahaan berizin. Saat itu, sudah terjadi longsor dan banjir,” katanya.
Walhi, katanya, menghitung melalui pemetaan dan mendapatkan 20 hektar tanaman rusak. “Ada empat variabel yaitu kerusakan jalan, kerusakan pemukiman atau rumah masyarakat rusak ringan sampai berat, pertanian bawang gagal panen dan biaya sosial yang dikeluarkan pemerintah,” katanya.

Koalisi menyatakan, alasan tuntutan mereka. Pertama, bencana ekologis akibat akumulasi krisis ekologis, karena ketidakadilan dan sistem pengurusan alam salah hingga pranata kehidupan masyarakat hancur.
Kedua, Air Dingin secara geologi merupakan kawasan rentan bencana. Salah satu indikator nyata, katanya, kawasan dilewati patahan caesar semangko Sumatera. Sementara eksplorasi dan eksploitasi tambang masuk kategori pembangunan yang mempunyai risiko tinggi timbulkan bencana.
Ketiga, krisis ekologis di Air Dingin telah dan terus terakumulasi dari tahun ke tahun. “Kami menilai, pemicu utamanya, pemberian izin tambang tanpa mempertimbangkan mendalam aspek risiko bencana dan krisis lingkungan, serta pembiaran aktivitas tambang ilegal sejak lama.”
Keempat, akumulasi dari krisis ekologis di kawasan Air Dingin menyebabkan bencana ekologis berupa banjir dan longsor sepanjang tahun, baik skala kecil, maupun besar.
Situasi krisis itu, katanya, menempatkan masyarakat sekitar dalam ancaman kematian karena kualitas lingkungan di pemukiman dan wilayah kelola masyarakat terus menurun.
Kelima, banjir dan longsor di Air Dingin juga mengancam keselamatan pengguna jalan, baik dalam Sumatera Barat, dari dan menuju Jambi.
Keenam, bencana ekologis juga menganggu dan menimbulkan kerugian sosial-ekonomi masyarakat, sektor pergerakan barang dan jasa pun terganggu.
Ketujuh, situasi bencana ekologis terus berulang menempatkan perjalanan pariwisata Sumbar, khusus di Solok dan Solok Selatan masuk kategori tidak aman.
Selanjutnya, hasil analisis koalisi menyimpulkan, akumulasi krisisis ekologis di Air Dingin menyebabkan kerugian pada perekonomian negara, kualitas lingkungan hidup terus menurun jadi beban keuangan negara.
Setidaknya, dari kajian valuasi ekonomi tim Walhi Sumbar terhadap dampak ekologis pada lokasi terdampak, terdapat kerugian sekitar Rp32 miliar.
Metode dalam kajian itu adalah geographic information system (BIS) dengan melakukan permodelan sederhana luasan dan arah banjir dan longsor.
Dari hasil permodelan, ada 23,2 hektar lahan pertanian terdampak, 52 rumah rusak dan 192 jiwa terdampak, serta analisis kerugian perbaikan jalan nasional dan kerugian lain. Hasil kerugian yang dihitung pada analisis itu, katanya, jelas tidak seimbang dari konstribusi sektor usaha tambang kepada masyarakat dan negara.
Selanjutnya, koalisi khawatir, kebijakan sebatas penghentian sementara aktivitas tambang hanya akan menyamarkan penyebab utama bencana ekologis, dapat melanggengkan dan menyembunyikan kejahatan lingkungan, terindikasi kompromi perizinan, serta tidak berbasis mitigasi bencana. Kondisi itu, juga akan menarik tanggungjawab investor perusak lingkungan menjadi tanggung jawab rakyat seperti perbaikan jalan pakai dana APBN atau APBD.
Kedelapan, koalisi mendesak pemerintah harus mengambil kebijakan menagih tegas tanggung jawab pelaku tambang, baik ilegal ataupun perizinan tak lengkap.
“Pertimbangan kami, UU Minerba, UU Lingkungan Hidup dan UU Kebencanaan, cukup menjadi dasar meminta pertanggungjawaban pelaku tambang secara hukum.”
Dia bilang, semestinya tegas menghukum dan memaksa mereka memulihkan lingkungan hidup dengan cara menghentikan permanen sumber pencemar dan perusak lingkungan seperti tambang, remediasi, rehabilitasi dan restorasi lingkungan.

ESDM ngaku cabut izin tak mudah
Wardoyo, Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar mengatakan, sudah mengambil tindakan penghentian sementara aktivitas tambang. Proses penutupan atau pencabutan izin pertambangan itu tak mudah.
“Untuk proses penutupan izin tidak semudah itu, karena izin sudah keluar. Kecuali mereka tambang liar, itu bisa kita lakukan tindakan hukum. Kalau tambang berizin tidak semudah itu kita menutupnya,” katanya.
Wardoyo meminta waktu evaluasi kembali. Mereka akan turun lapangan dan evaluasi. “Data hasil turun ke lapangan kita bawa ke forum rapat bersama. Kami upayakan Mei,” katanya.
Dia bilang, dinas sudah ada rekomendasi dari peninjauan lapangan. “Kami juga sudah beberapa kali rapat dengan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait sebelum kami menerbitkan penghentian sementara, kami juga berkoordinasi.”
Dia bilang, longsor di Nagari Air Dingin itu bukan sepenuhnya tambang berizin. “Yang berizin ada tiga, selain itu ada tambang ilegal. Orang cuma melihat yang berizin aja. Padahal ada lima sampai enam titik ilegal. Justru tambang ilegal ini yang menyumbang lebih banyak longsor,” katanya.
Ilegal yang jelas-jelas terlarang pun, Wardoyo berdalih tak bisa melakukan tindakan. Dia bilang, untuk tambang ilegal tak bisa mengontrol, membina dan mengawasi. Seandainya legal mereka bisa memanggil, menghentikan dan meminta pertanggungjawaban tambang-tambang itu. “Artinya, mereka terkontrol, kalau tambang ilegal itu sulit,” katanya berdalih.
“Apa pun bentuk tambang baik legal atau pun ilegal ESDM punya tanggungjawab,” kata Elfin.
Wardoyo menyinggung tambang berada di daerah patahan bernama Semangko. Faktor alam ini, katanya juga menyebabkan daerah ini rawan longsor. Di sana, katanya, sering terjadi pergeseran tanah, dalam setahun bisa tiga sampai empat cm.
“Itu alam yang bicara, apa pun yang terjadi kita tidak bisa mengendalikannya?” katanya, melempar bencana ke alam.
Mengapa pemerintah memberikan izin perusahaan tambang di daerah rawan bencana? “Itu semua sudah melalui kajian dari lingkungan hidup dan juga RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang dikeluarkan pemerintah kabupaten kota,” katanya berkilah.
Dia beralasan, ESDM tidak akan mengeluarkan berdasarkan rekomendasi OPD terkait.

Somasi Gubernur
Sebelum itu, melihat situasi dan kondisi jalan yang sangat memprihatinkan, namun pemerintah belum juga bergerak memperbaikinya. Pada 18 April 2024, koalisi mengirimkan somasi dan tuntutan kepada tiga instansi pemerintahan di Sumatera Barat diantaranya Gubernur Sumatera Barat, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumatera Barat dan Bupati Kabupaten Solok.
Dalam surat somasinya, LBH Padang menuntut Gubernur Sumatera Barat:
Pertama, segera mengkoordinasikan dan upaya strategis segera memperbaiki jalan lintas nasional di Nagari Air Dingin, Solok dengan melibatkan para pihak antara lain, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional dan Pemerintah Solok.
Kedua, menjatuhkan sanksi pencabutan izin kepada perusahaan tambang galian C legal yang menyebabkan bencana ekologis (kerusakan jalan).
Ketiga, berkoordinasi dengan Polda Sumatera Barat upaya hukum terkait kerusakan jalan diduga akibat tambang galian C.
Keempat, menuntut Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) segera memperbaiki jalan lintas nasional untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengguna jalan dan masyarakat sekitar.
Kelima, tuntutan ke Bupati Solok untuk proaktif mendesak perbaikan jalan lintas nasional di Nagari Air Dingin, dengan melibatkan para pihak seperti Balai Pelaksanaan Jalan Nasional dan Pemerintah Sumatera Barat. Juga mendesak Bupati Solok melakukan pengawasan lingkungan pelaksanaan UKL-UPL. Kalau ada kesalahan dan kelalaian agar segera menindak tegas.
Diki Rafiqi, Koordinator Divisi Advokasi LBH Padang mengatakan, kondisi jalan nasional di Air Dingin sangat mengkhawatirkan. “Harus berapa nyawa dulu baru persoalan ini akan diselesaikan pemerintah baik persoalan tambang dan jalan?”
Kalau dibiarkan, katanya, akan membahayakan para pengguna jalan dan masyarakat sekitar, tak kalah penting mengganggu transportasi dan lalu lintas barang.
“Kami mendorong bupati mengevaluasi dokumen lingkungannya,” kata Diki.

*******
Desa Haya Bisa Hilang Kalau Tambang Pasir Garnet Terus Beroperasi