- Polda Sumatera Barat menangkap dua orang operator yang diduga melakukan aktivitas penambangan emas ilegal di wilayah Kabupaten Solok, pada Senin (29/4/2024) dini hari.
- Modus yang dilakukan oleh para pekerja tambang ilegal itu dengan mengeruk tanah menggunakan ekskavator untuk mancari pasir dan batu (sirtu). Sirtu yang didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam boks kayu berisi karpet untuk dilakukan penyaringan.
- Direktur WALHI Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan aktifitas tambang emas ilegal dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup dan membuat bencana ekologis. Sehingga, proses berikutnya akan mengancam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
- Dampak sosial aktifitas PETI juga akan memicu kemiskinan masyarakat, kerawanan pangan dan masalah kesehatan
Kepolisian Daerah Sumatera Barat menangkap dua orang operator yang diduga melakukan aktivitas penambangan emas ilegal di wilayah Kabupaten Solok.
“Dua pelaku yang ditangkap tersebut berinisial YF dan RS, ditangkap pada Senin (29/4/2024) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB di Sabalin, Nagari Supayang, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok,” kata Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan didampingi Dirreskrimsus Polda Sumbar Kombes Pol Alfian Nurnas, Senin (6/5) di Mapolda Sumbar.
Barang bukti yang disita di antaranya, dua ekskavator merek Hitachi warna oranye, enam karpet sintetis dan dua alat dulang.
Dirreskrimsus Polda Sumbar Kombes Pol Alfian Nurnas menjelaskan, pada saat kepolisian melakukan penangkapan, kedua operator sedang mengoperasikan alat berat di tempat kejadian perkara (TKP).
Untuk modus yang dilakukan oleh para pekerja tambang ilegal itu, yakni dengan mengeruk tanah menggunakan ekskavator untuk mancari pasir dan batu (sirtu).
“Sirtu yang didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam boks kayu berisi karpet untuk dilakukan penyaringan,” sebutnya.
Selanjutnya, pasir yang terkumpul di karpet didulang untuk memisahkan pasir dan emas. Kemudian, emas yang telah terpisah dari pasir dikumpulkan menjadi satu.
Dari hasil pemeriksaan, katanya, lokasi tersebut sudah beroperasi sejak bulan Maret tepatnya sebelum bulan suci Ramadhan dengan hasil yang didapat setiap hari berkisar 10 hingga 30 gram emas.
“Yang menyuruh operator ini bekerja seorang pemilik modal berinisial K. Alat berat dirental K ke seseorang berinisial R dan D,” terangnya.
Baca : Penambang Emas Ilegal di Pasaman Barat Terjerat Hukum, Cukongnya?

Saat ini pihak kepolisian tengah memburu pemilik modal inisial K selaku pemilik modal.
Kepada pelaku, dikenakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
PETI Merusak Lingkungan
Direktur WALHI Sumatera Barat, Wengki Purwanto mengapresiapresiasi penegakan hukum atas kejahatan lingkungan pertambangan emas tanpa izin (PETI) oleh Polda Sumbar.
Ia mengatakan kegiatan tambang emas ilegal dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup. Sehingga, proses berikutnya akan mengancam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas PETI juga akan melahirkan beragam bencana ekologis seperti banjir dan longsor.
Tidak hanya itu, dampak sosial aktifitas PETI juga akan memicu kemiskinan masyarakat dan kerawanan pangan. “Terutama, tambang yang merusak sumber air dan areal pertanian pangan. Termasuk akan memicu beragam masalah kesehatan, karena dugaan pengunaan mercuri yang mencemari air dan areal pertanian,” katanya saat dihubungi Mongabay, Senin (06/5/24).
Selain itu dampak sosial lainnya akibat aktifitas tambang ilegal ini juga dapat memicu konflik sosial ditengah masyarakat. “Perebutan lahan dan pengerusakan kawasan terbukti memecah tatanan sosial ditengah masyarakat terutama ditingkat tapak. Hal ini terjadi di daerah Sijunjung, Solok, Solok Selatan dan Pasaman,” sebutnya.
Selain itu, katanya, dampak lain akibat aktifitas tambang emas ilegal ini akan menambah beban keuangan daerah. Aktifitas tambang yang merusak kawasan hutan lindung, sepadan sungai serta jalan menjadi beban bagi negara untuk memulihkannya sedangkan para pelaku bebas menikmati hasil dari aktifitas merusak lain.
Baca juga : Tambang Emas Ilegal di Solok Selatan Makan Korban, 9 Orang Tewas Tertimbun

Oleh Sebab itu, Wengki menegaskan tambang ilegal tidak hanya melanggar hukum Negara (UU Minerba), tetapi juga bertentangan dengan hukum Islam. “PETI merupakan sumber ekonomi yang haram. Pembiaran aktivitas PETI, sama saja dengan membiarkan ummat dalam ekonomi haram. Lihat fatwa MUI No 22 tahun 2011,” tegasnya.
Ia menyebut marak dan berulangnya aktifitas PETI, seakan menunjukkan pelaku kejahatan lebih kuat dibandingkan aparatur penegak hukum. Tentu ini tidak boleh terjadi, aktor intelektualnya harus dimintai pertanggungjawaban. Apalagi PETI erat kaitannya dengan bisnis alat berat dan pasokan BBM.
“Aktor-aktor intelektualnya harus ditagih tanggungjawabnya. Masyarakat kecil, hanya korban dari lingkar ekonomi haram tambang emas illegal. Jangan sampai, hukum menyasar masyarakat kecil. Aktor utama yang harus dihukum. Semoga, agenda penegakan hukum atas kejahatan lingkungan ini di iringi dengan upaya pemulihan kawasan yang telah rusak, demi mencegah bencana ekologis dimasa depan,” bebernya. (***)