- Kawasan karst Pegunungan Sewu, di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, terancam. Kawasan lindung atau Bentang Alam Karst (KBAK) yang berperan antara lain sebagai kantung air dan penyerap emisi karbon ini bakal jadi industri pariwisata masif.
- Dalam gambar denah di rencana proyek yang banyak beredar, proyek di kawasan ini akan berisikan bangunan villa, ballroom, hotel, pusat bisnis, fasilitas spa dan yoga, kolam renang, hingga tanah kavling. Ada juga dua restoran dibangun di tepi pantai.
- Petrasa Wacana, Ketua Umum Masyarakat Speleologi Indonesia (ISS), melontarkan kritikan serupa. Pembangunan beach club mengindikasikan ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi KBAK Gunung Kidul. Padahal, kawasan ini punya fungsi sangat penting sebagai ekosistem penjaga air.
- Gunung Kidul, merupakan KBAK terbesar dengan luasan 757,13 kilometer persegi meliputi Kecamatan Karangmojo, Nglipar, Paliyan, Panggang, Playen, Ponjong. Kemudian, Purwosari, Rongkop, Girisubo, Saptosari, Semanu, Tanjungsari, Tepus, dan Wonosari.
Kawasan karst Pegunungan Sewu, di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, terancam. Kawasan lindung atau Bentang Alam Karst (KBAK) yang berperan antara lain sebagai kantung air dan penyerap emisi karbon ini bakal jadi industri pariwisata masif.
Terbaru, sebuah proyek wisata premium PT Agung Rans Bersahaja Indonesia (ARBI) yang disebut-sebut milik aktor Raffi Ahmad, siap bangun di KBAK Gunung Kidul, tepatnya di Pantai Krakal, Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari. Tak tanggung-tanggung, lahan 20 hektar telah disiapkan.
Dalam gambar denah rencana proyek yang banyak beredar, proyek ini akan berisikan bangunan villa, ballroom, hotel, pusat bisnis, fasilitas spa dan yoga, kolam renang, hingga tanah kavling. Ada juga dua restoran dibangun di tepi pantai.
“Mohon doanya segera dilancarkan. Insya Allah awal tahun 2024 kita mulai pembangunan untuk villa, beach club and Resort SPA. Majukan terus pariwisata dan ekonomi bangsa,” tulis Raffi, dalam unggahan di akun Instagram-nya, 1 Maret lalu.
Walhi mengkritk rencana pembangunan ini. Pahlevi Reza, Manajer Advokasi Walhi Yogyakarta, menyebut, rencana pembangunan beach club itu berpotensi merusak KBAK yang memang memiliki fungsi lindung, sebagaimana Permen ESDM Nomor 17/2012.
Sebagai catatan, menurut Pahlevi, Gunung Kidul merupakan KBAK Gunung Sewu, sebagaimana Keputusan Menteri ESDM Nomor: 3045 K/40/MEM/2014 tentang penetapan KBAK Gunung Sewu. Dalam SK itu, luas KBAK mencapai 1.100,17 kilometer persegi meliputi Gunung Kidul, Kabupaten Wonogiri dan Pacitan.
Gunung Kidul, katanya, merupakan KBAK terbesar dengan luasan 757,13 kilometer persegi meliputi Kecamatan Karangmojo, Nglipar, Paliyan, Panggang, Playen, Ponjong. Kemudian, Purwosari, Rongkop, Girisubo, Saptosari, Semanu, Tanjungsari, Tepus, dan Wonosari.
“Dalam permen ini diatur bahwa segala pemanfaatan tidak boleh merusak fungsi bentang kawasan. Kenapa? Karena sebagai ekosistem, KBAK itu memiliki peran sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Ini yang seringkali tidak disadari,” kata Pahlevi.
Zona lindung
Dia menilai, wilayah Pantai Krakal, tempat proyek itu berada termasuk dalam zona perlindungan air tanah. Kawasan ini memiliki sungai dan mata air bawah tanah yang menjadi sumber cadangan bagi warga sekitar. Karena itu, rencana pembangunan resort hanya akan meningkatkan resistensi setempat yang acapkali dilanda kekeringan.
Pantai Krakal, memiliki topografi dataran banyak dikelilingi perbukitan karst. Sisi timur, kaki bukit ditemukan sumber air tawar, merupakan air sungai bawah tanah. “Bukit-bukit karst itu dibutuhkan sebagai tempat resapan air yang nantinya akan menjadi cadangan air bagi wilayah-wilayah sekitarnya,” katanya.
Dia bilang, karakter geologi karst memiliki peran seperti spon, terlihat kering di luar, sejatinya menyerap dan menyimpan air di dalam. Hal ini terbukti dengan banyak rongga dan sungai bawah tanah di sana. Karena itu, kerusakan bukit-bukit karst akan melahirkan kerusakan luas.
Selain itu, pada peta KBAK Gunung Sewu sisi timur memiliki zona rawan bencana banjir dan rawan amblesan tinggi. Rencana pembangunan resort yang begitu besar, katanya, hanya akan menghadirkan risiko bencana lebih tinggi.
Petrasa Wacana, Ketua Umum Masyarakat Speleologi Indonesia (ISS), melontarkan kritikan serupa. Dia katakan, pembangunan beach club mengindikasikan ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi KBAK Gunung Kidul. Padahal, kawasan ini punya fungsi sangat penting sebagai ekosistem penjaga air.
Indikasi ketidakseriusan itu, katanya, terlihat sejak lama, tatkala Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul membuat kontroversi dengan mengusulkan pengurangan luasan KBAK . Bagi Petra, keinginan pengurangan KBAK membuktikan pemerintah tidak memahami betul jasa lingkungan ekosistem karst.
Investasi, peningkatan kesejahteraan hingga lapangan kerja acapkali dipakai sebagai narasi pemerintah mendukung proyek-proyek merusak. Yang banyak terjadi, katanya, justru sebaliknya, masalah sosial dan ekologi bermunculan.
“Pemerintah sering menjadikan peningkatan kesejahteraan sebagai alasan. Padahal, yang terjadi banyak warga kehilangan lahan, serapan kerja juga minim. Terlebih, wisata yang dibangun juga hanya kalangan tertentu yang bisa menikmati. Artinya, ini hanya akan membuat warga makin terpinggirkan.”
Dia tidak anti investasi atau pembangunan tetapi kalau dengan dalih pembangunan atau investasi lingkungan rusak, pembangunan juga akan sia-sia. Sebab, pembangunan merusak, mengubah bentang alam akhirnya akan melahirkan banyak kerugian.
Petra mengatakan, penetapan Gunung Sewu sebagai KBAK menegaskan peran penting kawasan itu. Untuk itu, pembangunan seyogyanya tidak mendegradasi fungsi kawasan dengan tidak mengubah bentang alam. Upaya pemanfaatan, kata Petra, harus tetap dengan mempertahankan kondisi asli kawasan.
“Kalau melihat denah yang beredar, jelas proyek beach club ini akan mengubah bentang kawasan. Itu pasti akan berdampak. Salah satu potensi dampak adalah menurunnya ketersediaan air di masa depan.”
Gunung Sewu, katanya, memiliki cadangan air cukup tinggi, terutama di wilayah selatan.
Serupa dikatakan Adhi, Direktur Koalisi Keadilan Ruang. Dia mengatakan, perlindungan kawasan karst sejatinya untuk melindungi sumber daya air masa depan. Namun, acap kali kawasan karst dianggap sebagai wilayah gersang dan tak produktif, padahal memiliki manfaat penting berkat sistem sungai bawah tanah.
Terbukti, semua cadangan air baku PDAM di Gunung Kidul, kata Adhi, bersumber dari jaringan sungai bawah tanah di KBAK. “Nah, jasa lingkungan ini yang tidak pernah diperhitungkan. Dianggap wilayah gerasng hingga semaunya dieksploitasi. Ketika itu dirusak, kemampuan kawasan menyimpan air berkurang. Itu berarti cadangan air akan berkurang,” katanya.
Dengan kata lain, katanya, kalau proyek beach club jalan, pasokan air terancam.
Asar Janjang Riyanti, Sekretaris Dinas Perizinan Kabupaten Gunung Kidul, yang dihubungi Mongabay tidak banyak memberikan penjelasan soal rencana pembangunan beach club itu. Sampai awal Mei ini dia bilang, belum menerima pengajuan perizinan terkait rencana itu.
Asar yang juga Kepala Mall Pelayanan Publik (MPP) Gunung Kidul ini tak memiliki informasi apapun terkait proyek ini. “Belum ada perkembangan apa-apa. Jadi, ya kami tidak bisa menyampaikan apa-apa wong memang tidak ada progres,” katanya saat dihubungi lagi awal Mei.
Sampai saat ini, katanya, belum ada perusahaan atau pihak manapun yang mengajukan izin rencana pembangunan resort. Termasuk, nama perusahaan yang banyak disebut di berbagai media.
“Kami tidak tahu PT-nya ya, jadi tidak bisa ngecek. Tetapi, kalau PT-nya sebagaimana yang tertulis di banyak media, sampai saat ini belum ada pengajuan. “
Karena belum ada pengajuan, katanya, mereka tak bisa melakukan apa-apa, seperti memeriksa kesesuaian tata ruang dan status lahan, apakah di tanah negara atau pribadi.
Kesesuaian tata ruang, katanya, baru dicek setelah ada permohonan atau pengajuan.
Kasman, Direktur Utama ARBI, saat dihubungi Mongabay, tidak banyak memberikan keterangan terkait rencana pembangunan beach club yang menuai kontroversi itu, termasuk ketika disinggung perizinan dan lokasi proyek yang berada di KBAK.
“Saya belum bisa banyak bicara sekarang. Semua masih proses,” katanya singkat.
Bagian dari geopark dunia
Mengingat begitu penting kawasan ini, pada 2015, organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan PBB, UNESCO, menetapkan Gunung Sewu sebagai global geopark bersama Sembilan situs lain di dunia, seperti Dunhang (Tiongkok), Zhijindong (Tiongkok), Troondos (Siprus), Sitia (Yunani), Reykjanes (Islandia), Pollino (Italia), Gunung Apo (Jepang), dan Lanzarote (Spanyol).
Penetapan Geopark Gunung Sewu, sekaligus jadikan situs geopark dunia di Indonesia bertambah menjadi lima. Yang lain adalah, Geopark Batur Bali (2012), Geopark Rinjani (2013), dan Geopark Ciletuh, Sukabumi, serta Kaldera Toba, Sumatera Utara.
Namun, Geopark Gunung Sewu dinilai paling istimewa. Kawasan ini berbentuk conical hils, terdiri dari sekitar 40.000 bukit karst. Kawasan ini memiliki panjang mencapai 85 kilometer dengan luasan endapan gamping mencapai 1.300 kilometer persegi.
Bentang alam karst tumbuh melalui proses karstifikasi ketika batuan kapur terangkat dari dasar laut (uplift) sekitar 1,8 juta tahun lalu. Uplift kemudian menyababkan pembentukan teras pantai dan sungai serta singkapan batu pasir.
Batu teras yang mengelilingi hampir setiap bukit di Gunung Sewu menjadi saksi lokal bagaimana pengetahuan diwariskan dari antar generasi untuk mempertahankan tanah yang relative tipis untuk pertanian.
Pegunungan Sewu membentang di tiga wilayah, mulai dari Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Pacitan. Ketiganya dikenal sebagai daerah karst dengan topografi wilayah didominasi perbukitan dan pegunungan, batuan kapur, gua-gua, sungai bawah tanah, air terjun, daerah cekungan dan lain-lain.
******
Bila Geopark Gunungsewu Susut Berisiko bagi Ekosistem Karst dan Kehidupan Warga