Suatu perusahaan yang beroperasi memerlukan lokasi fisik sebagai basis operasionalnya.
Untuk menjalankan kegiatan usahanya secara sah dan legal, perusahaan tersebut wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas properti yang dimanfaatkannya.
PBB merupakan kewajiban fiskal yang dikenakan oleh pemerintah kepada pemilik atau pengguna tanah dan/atau bangunan sebagai bentuk kontribusi atas penggunaan lahan dan infrastruktur yang disediakan oleh negara.
Oleh karena itu, membayar PBB adalah bagian integral dari kegiatan bisnis perusahaan yang berdiri di suatu lokasi tertentu.
Ini merupakan salah satu aspek penting dalam memastikan kelancaran operasional serta kepatuhan hukum perusahaan tersebut.
Baca Juga: Aturan Terbaru Penghasilan Tidak Kena Pajak, Simak!
Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan?
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan kewajiban pembayaran yang diberlakukan atas keberadaan tanah dan bangunan yang memberikan manfaat ekonomi atau memiliki kedudukan sosial ekonomi bagi individu atau badan hukum.
PBB ini dikenakan atas kepemilikan dan pemanfaatan tanah serta bangunan tersebut.
Contohnya, objek pajak untuk tanah meliputi sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, dan tambang.
Sedangkan untuk bangunan, objek pajak mencakup rumah tinggal, bangunan usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, pagar mewah, kolam renang, dan jalan tol.
Meskipun demikian, tidak semua tanah dan bangunan tunduk pada PBB.
Beberapa objek yang tidak dikenai PBB antara lain tanah dan bangunan yang digunakan untuk kepentingan umum seperti keagamaan, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tanpa tujuan komersial.
Selain itu, tanah dan bangunan yang digunakan sebagai kuburan, peninggalan purbakala, hutan lindung atau suaka alam, perwakilan diplomatik juga tidak termasuk dalam objek pajak PBB.
Baca Juga: Cara Bayar Pajak Motor Online, Tak Perlu Datang Ke Samsat!
Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah tanah atau bangunan yang harus dikenai pajak. Bagian dari objek bumi dalam Pajak Bumi dan Bangunan mencakup:
Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):
- Tanah pertanian seperti sawah, ladang, dan kebun.
- Tanah pekarangan.
- Tambang.
- Rumah tinggal.
- Bangunan usaha.
- Gedung bertingkat.
- Pusat perbelanjaan.
- Pagar mewah.
- Kolam renang.
- Jalan tol.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):
- Orang pribadi atau badan hukum yang secara sah memiliki hak atas tanah atau bangunan.
- Yang memperoleh manfaat dari kepemilikan dan penggunaan tanah atau bangunan.
- Memiliki dan menguasai tanah atau bangunan tersebut secara nyata.
- Merasakan manfaat ekonomi dari tanah atau bangunan yang dimilikinya.
Bukan Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Tidak semua tanah dan bangunan dapat dikenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Penentuan objek PBB didasarkan pada manfaat dan kegunaan dari tanah atau bangunan tersebut.
Beberapa properti tidak termasuk dalam objek PBB karena kriteria tersebut.
Tanah dan bangunan yang tidak termasuk dalam objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB):
Kepentingan Umum:
- Bidang sosial
- Ibadah
- Kesehatan
- Kebudayaan
- Pendidikan
- Sejarah
Pelestarian Flora dan Fauna:
- Hutan suaka alam
- Hutan lindung
- Taman nasional
Kepentingan Negara atau Organisasi Internasional:
- Konsulat
- Kedutaan
Baca Juga: Pajak Investasi Saham: Tarif, Ketentuan, Dan Cara Lapor
Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sebelum memulai proses perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara efisien, terdapat tiga langkah yang perlu dilakukan.
1. Menetapkan Nilai Jual Objek Pajak
Sebelum menentukan jumlah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP merupakan estimasi harga properti tanah dan bangunan yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak.
Dengan mengetahui NJOP, pemilik properti dapat menentukan besarnya PBB yang harus disetor kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu, langkah pertama dalam proses perhitungan PBB adalah untuk menetapkan nilai properti tersebut berdasarkan NJOP sebagai dasar perhitungan pajak.
2. Menentukan Nilai Jual Kena Pajak
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencerminkan nilai objek yang akan dikenai pajak.
Pemerintah telah menetapkan persentase NJKP berdasarkan jenis properti dan besaran nilai objek pajak. Persentase NJKP untuk perkebunan, pertambangan, dan kehutanan adalah 40%.
Sementara untuk objek pajak di pedesaan dan perkotaan, NJKP dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dengan persentase 40% untuk nilai lebih dari Rp 1.000.000.000 dan 20% untuk nilai kurang dari Rp 1.000.000.000.
Penentuan NJKP juga mempertimbangkan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), yang dapat bervariasi antar daerah, sehingga perlu diperiksa terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai yang akurat.
3. Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
Setelah memahami konsep Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dilakukan dengan cepat menggunakan rumus sederhana, yaitu PBB = 0,5% x NJKP.
Rumus ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 48/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pelaporan, dan Pendataan Objek Pajak PBB.
Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), tarif PBB atau Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) telah disesuaikan.
Pasal 41 UU HKPD menetapkan bahwa tarif PBB-P2 memiliki batas maksimum sebesar 0,5%. Namun, tarif PBB-P2 untuk lahan produksi pangan dan ternak dapat ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan tarif untuk lahan lainnya.
Penetapan tarif PBB-P2 dilakukan oleh masing-masing daerah melalui Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku di wilayah tersebut.
Baca Juga: Faktur Pajak: Pengertian, Jenis, Fungsi, Dan Contohnya
Jumlah Besaran Tarif Pajak
Menurut Pasal 5 UU No. 12 tahun 1985 dan Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%.
Ini berarti bahwa setiap pemilik properti akan dikenai pajak sebesar setengah persen dari nilai jual objek pajak yang dimiliki.
Dasar pengenaan PBB, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 tahun 1985 dan UU No. 12 Tahun 1994 Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998, adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap tiga tahun sekali, kecuali untuk daerah-daerah tertentu di mana NJOP akan ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerah tersebut.
Ketika menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan akan bekerja sama dengan Gubernur dan mempertimbangkan self assessment serta perkembangan yang signifikan yang dapat memengaruhi nilai properti.
Rumus dan Contoh Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan
Rumus untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:
PBB = NJOP × Tarif PBB – P2PBB = NJOP × Tarif PBB – P2
Di mana:
- NJOP adalah Nilai Jual Objek Pajak, yang dapat dihitung berdasarkan NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) atau NJOP yang ditetapkan pemerintah daerah.
- Tarif PBB-P2 adalah tarif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, yang dapat bervariasi berdasarkan jenis properti dan kebijakan pajak di wilayah tersebut.
Misalkan terdapat sebidang tanah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar Rp. 50.000.000. Besarnya tarif PBB-P2 yang berlaku adalah 0,5%.
Langkah-langkah perhitungan PBB adalah sebagai berikut:
- Menggunakan NJKP 100% (tanah atau bangunan tidak dikenai NJOPTKP):
NJKP = NJOP
NJKP = Rp50.000.000
- Menggunakan rumus perhitungan PBB:
PBB = Tarif × NJKP
PBB = 0,5%×Rp.50.000.000
PBB = Rp250.000
Jadi, besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk tanah tersebut adalah Rp. 250.000.
Baca Juga: Pahami Aturan Pajak UMKM, Bebas Paja
Itu tadi penjelasan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) beserta rumus dan cara menghitungnya.
Semoga penjelasan di atas bisa menambah pengetahuan dan informasi yang bermanfaat untukmu.
Sumber: