Petanang, Buah Unik dari Lahan Basah Sungai Musi

petanang,-buah-unik-dari-lahan-basah-sungai-musi
Petanang, Buah Unik dari Lahan Basah Sungai Musi
service
Share

Share This Post

or copy the link
  • Petanang merupakan buah kaya manfaat yang sering dijadikan lalapan segar oleh masyarakat yang hidup di sekitar lahan basah Sungai Musi. Rasanya asam-pahit, sedikit kelat atau sepat.
  • Masyarakat, khususnya perempuan yang hidup di sekitar lahan basah Sungai Musi memiliki banyak pengetahuan terkait lalapan hutan. Keberagaman ini penting untuk menjaga kesehatan dan asupan nutrisi perempuan dan keturunannya di lahan basah.
  • Buah petanang berasal dari pohon petanang [Dryobalanops oblongifolia]. Genus ini terdiri dari tujuh jenis yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia.
  • Genus Dryobalanops merupakan kelompok pohon yang hampir semua bagiannya bisa dimanfaatkan untuk manusia. Jenis Dryobalanops camphora terkenal dengan getahnya [kapur barus atau kamper] yang penting bagi peradaban manusia.

Lahan basah Sungai Musi menyimpan beragam jenis tumbuhan liar yang penting bagi asupan nutrisi masyarakat di Sumatera Selatan. Petanang adalah salah satu jenis pohon yang buahnya sering dimanfaatkan masyarakat sebagai “ulam” atau lalapan segar.

“Buah petanang kami konsumsi untuk meningkatkan nafsu makan, menjaga fisik, hingga mencegah diare. Tapi jangan berlebihan, akan sakit perut kalau tidak biasa,” kata Asri Ani, warga Desa Kertayu, Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, awal Mei 2024.

Untuk dijadikan lalapan, buah petanang yang sekilas mirip buah pala, harus disemai di serbuk kayu. Setelah menunggu 1-2 minggu, kulit buah yang menyelimuti daging akan merekah.

Daging ini berwarna hijau, seiiring waktu menjadi merah jambu terang hingga gelap, dan mekar membentuk sayap dengan tekstur urat-urat kasar menyerupai kerang-kerangan.

“Wangi khasnya akan tercium. Saat inilah buah petang siap dilalap, bisa dicuci dan dimakan langsung, atau ditumis dengan sayuran lain,” terangnya.

Menurut Ani, asam-pahit sedikit kelat atau sepat menyegarkan mendominasi rasa buah petanang. Pada gigitan pertama, kita akan merasakan rasa asam menyegarkan.

“Semakin sering dikunyah, rasa pahitnya perlahan keluar, sebaikya langsung ditelan.”

Buah petanang yang sering dimanfaatkan sebagai ulam atau lalapan oleh masyarakat di sekitar lahan basah Sungai Musi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Di Sumatera Selatan, pohon petanang tumbuh merata di lanskap lahan basah Sungai Musi, seperti di tepi sungai, hingga rawa gambut. Selain dimanfaatkan sebagai lalapan, kayu kerasnya sering digunakan sebagai konstruksi rumah, yaitu kusen jendela atau pintu.

“Kami para perempuan di dusun telah memanfaatkan buah petanang. Sebagian kami jadikan lalapan, sisanya kami tanam di kebun atau belakang rumah,” kata Nani, warga Desa Kertayu.

Buah petanang yang siap dijadikan lalapan memiliki tekstur berurat seperti kerang. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Menurut Dian Maulina, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik [FISIP] UIN Raden Fatah Palembang, masyarakat khususnya perempuan yang hidup di sekitar lahan basah Sungai Musi memiliki banyak pengetahuan terkait lalapan hutan.

Selain petanang, ada juga kabau [Archidendron bubalinum], daun kenikir [Cosmos caudatus Kunth.], pucuk idat [Cratoxylum glaucum], daun melinjo [Gnetum gnemon Linn.], pakis-pakisan [Polypodiopsida], dan lainnya.

“Keberagaman ini penting dalam menjaga kesehatan dan asupan nutrisi perempuan di lahan basah. Dengan menjaga hutan, kita juga memastikan kesehatan generasi perempuan dan keturunannya di lahan basah Sungai Musi,” kata Dian.

Sebagai informasi, lahan basah Sungai Musi luasnya sekitar tiga juta hektar. Berdasarkan data Hutan Kita Institute [HaKI] sekitar 1.123.119 hektar lahan basah [rawa gambut] di Sumatera Selatan berubah fungsi menjadi konsesi perkebunan sawit dan HTI [Hutan Tanaman Industri].

Kerusakan lainnya, seperti dijadikan permukiman transmigran, pembangunan jalan, pabrik, perumahan, yang diperparah perubahan iklim. Kerusakan atau perubahan bentang alam ini terjadi pada rawa gambut, sungai, rawa, dan danau.

Buah petanang didiamkan di dalam serbuk kayu. Metode tradisonal ini diterapkan warga untuk menjaga populasi pohon petanang tetap terjaga. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Keluarga kapur

Buah petanang berasal dari pohon petanang [Dryobalanops oblongifolia]. Di Indonesia dikenal dengan nama kapur guras, petanang, atau keladan, sedangkan di Malaysia disebut keladan, paya kapur, dan kelansau.

Dikutip dari situs IUCN Red List, jenis pohon besar ini bisa tumbuh hingga ketinggian 60 meter. Tumbuh subur di hutan dipterocarp campuran dataran rendah di Semenanjung Malaysia, Kalimantan dan Sumatera.

“Tanaman ini juga dapat tumbuh di tanah yang sering tergenang air dan dekat aliran sungai [Chua dkk 2010]. Buah dan bijinya juga dapat dimakan [Slik 2009],” tulis IUCN.

Spesies ini berasal dari Indonesia dan Malaysia. Dryobalanops oblongifolia subsp. oblongifolia ditemukan di Sarawak dan Kalimantan sedangkan D. oblongifolia subsp. occidentalis terdapat di Sumatera dan Semenanjung Malaysia [Ashton 2004].

Berbeda dengan spesies Dipterocarpaceae lain, spesies ini tidak menghasilkan buah secara tiba-tiba, melainkan menghasilkan bunga dan buah setiap dua tahun sekali. Pembungaan terjadi antara Februari dan April, kemudian benih ditanam antara Juni dan September [Krishnapillay dan Tompsett 1998].

Di Singapura, spesies ini telah dibudidayakan karena merupakan jenis kayu dengan nilai ekonomis tinggi, yang sering digunakan untuk konstruksi bangunan.

“Spesies ini penting secara komersial dan ekspornya seringkali melebihi 300 m3  [Richter dan Gottwald 1996],” tulis IUCN.

Buah petanang yang kaya manfaat dan hidup di lahan basah Sungai Musi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Dilihat dari genusnya [DryobalanopsI], pohon petanang satu keluarga dengan jenis pohon kapur yang terkenal secara global karena menghasilkan kapur barus atau kamper.

Genus Dryobalanops berasal dari kata Yunani “dryobalanos yang berarti “biji pohon ek” dan “ops” yang berarti “seperti” dan merujuk pada buah berbentuk biji pohon ek. Spesies oblongifolius berarti daun berbentuk lonjong.

Menurut Heyne, [1987], dikutip dalam penelitian Gunawan Pasaribu & Komarayati [2014], terdapat tujuh jenis pohon kapur yang penting di Indonesia, yaitu Dryoblanops aromatica Gaertn [kapur singkel], Dryobalanops fusca V.Sl. [kapur empedu], Dryobalanops lanceolata Burck [kapur tanduk], Dryobalanops beccarii Dyer [kapur sintuk], Dryobalanops rappa Becc. [kapur kayat], Dryobalanops keithii Symington [kapur gumpait], dan Dryobalanops oblongifolia Dyer [kapur keladan].

Namun, penggunaan jenis pohon petanang [Dryobalanops oblongifolia] dilaporkan menjadi lebih jarang karena Dryobalanops aromatica dianggap sebagai kayu yang lebih menarik dan diminati.

“Kamper di Indonesia diperoleh dari pohon D. aromatica Gaertn, yang masuk Suku Dipterocarpaceae. Unsur yang dimanfaatkan dari pohon kapur ini adalah kristal kapur dan minyak kapur. Kristal kapur diperoleh pada bagian tengah [dalam] batang pohon [Vurren,1908 dalam Sutrisna, 2008],” tulis penelitian tersebut.

Pohon petanang yang terdapat di sekitar Desa Kertayu, Kecamatan Sungai Kerus, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesa

Banyak manfaat

Hingga saat ini belum ada penelitian khusus terkait manfaat buah petanang. Namun, jika merujuk pada khasiat secara umum pada Genus Dryobalanops, hampir sebagian besar dari organ tumbuhan ini dapat digunakan untuk keperluan manusia.

Dikutip dari penelitian Prasetyo [2013], Dryobalanops camphora terkenal dengan getahnya yang disebut kapur barus atau kamper.

Beragam kemanfaatan kapur barus telah digunakan untuk keperluan manusia, seperti orang-orang China menggunakannya sebagai penguat [tonikum], penguat syahwat [aphrodisiacum], dan untuk radang mata [Heyne, 1987].

“Masyarakat di wilayah Mesir memanfaatkan kapur barus sebagai pengawet jasad manusia yang telah meninggal dengan cara melumurinya balsem [ramuan hasil campuran kapur barus dengan rempah-rempah dari Ophir] di sekujur tubuh mayat tersebut,” tulis penelitian tersebut.

Masih penelitian yang sama, di Timur Tengah, kapur barus digunakan sebagai bahan baku obat-obatan dan parfum. Pohon ini juga menghasilkan damar.

“Dimanfaatkan sebagai obat luka luar setelah mengalami proses pengeringan dengan cara meremas-remaskan di bagian kulit terluka [Heyne, 1987].”

Daun petanang yang mengandung minyak atsiri, ditandai dengan bau wangi saat di remas. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Daunnya juga mengandung minyak atsiri yang menjadi promadona para pembuat parfum atau produk kosmetik. Sementara buahnya juga dapat dibuat manisan yang langsung dapat dimakan. Bahkan, berdasarkan catatan sejarah dengan cara memasak buah di atas perapian dapat menghasilkan minyak [Heyne, 1987].

Menurut Prasetyo, dari hasil pengamatan beberapa ahli tumbuhan diduga terjadi penurunan populasi pohon kapur paling sedikit 80 persen, selama 10 tahun terakhir atau tiga generasi.

“Hal ini dapat terjadi karena tingkat eksploitasi yang dilakukan masyarakat terhadap pohon kapur sangat berlebihan. Aktivitas illegal logging, kebakaran hutan, serta produksi kayu bulat oleh beberapa perusahaan yang memiliki hak pengusahaan hutan adalah ancaman nyata,” tulisnya.

Referensi jurnal:

Gunawan Pasaribu, G., & Komarayati, S. (n.d.). Pemanfaatan Minyak Gaertn Sebagai Bahan  Pewangi Alami. Jurnal Penelitian Hasi Hutan, September 2014.

Prasetyo, B. (2013). Populasi Pohon Kapur (Dryobalanops camphora Colebr.) Diambang Kepunahan. Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains, dan Teknologi UT, 4.

Kapur Barus, Pohon Kamper, dan Kejayaan Nusantara

0
mutlu
Happy
0
_zg_n
Sad
0
sinirli
Annoyed
0
_a_rm_
Surprised
0
vir_sl_
Infected
Petanang, Buah Unik dari Lahan Basah Sungai Musi

Tamamen Ücretsiz Olarak Bültenimize Abone Olabilirsin

Yeni haberlerden haberdar olmak için fırsatı kaçırma ve ücretsiz e-posta aboneliğini hemen başlat.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Foxiz.my.id privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Bizi Takip Edin