Upaya Benahi Tata Kelola Perikanan Tuna Lestari di Indonesia

upaya-benahi-tata-kelola-perikanan-tuna-lestari-di-indonesia
Upaya Benahi Tata Kelola Perikanan Tuna Lestari di Indonesia
service
Share

Share This Post

or copy the link
  • Ikan tuna merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi di seluruh dunia, salah satunya Indonesia. Besarnya potensi ikan tuna, membuat banyak pihak yang menggantungkan nasibnya pada produksi ikan tersebut di alam
  • Indonesia bahkan mengakui bahwa ikan tuna tak hanya menjadi salah satu komoditas andalan ekspor yang berkontribusi besar pada perekonomian nasional. Namun juga, menjadi salah satu sumber protein hewani terbaik yang dimiliki dunia saat ini
  • Sayangnya, pemanfaatan tidak terkendali yang dilakukan negara-negara yang ikut mengelola perikanan tuna secara bersama, bisa mengancam keberlanjutan spesies tersebut di alam bebas. Bukan hanya ancaman produksi menurun, namun juga bisa terancam oleh kepunahan
  • Agar itu semua tidak terjadi, Indonesia melakukan cara agar ikan tuna bisa tetap berkontribusi pada ekonomi, namun juga ekosistemnya di alam tetap bisa dilestarikan. Selain melalui sertifikasi, penyusunan strategi panen juga menjadi upaya agar ikan tuna bisa tetap lestari

Setiap tahun, masyarakat perikanan merayakan tanggal 2 Mei sebagai Hari Tuna se-dunia. Perayaan itu dilakukan, setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal tersebut pada 2016 atau delapan tahun yang lalu.

Tahun ini, Indonesia tak luput memperingati hari tersebut sebagai momentum untuk perbaikan tata kelola perikanan tuna secara nasional. Fokus perayaan pada tahun ini, adalah bagaimana mempertahankan ikan tuna sebagai komoditas unggulan, sekaligus menjaga kelestariannya di alam.

Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo menyebut kalau ikan tersebut sebagai salah satu sumber protein hewani terbaik yang dimiliki dunia saat ini.

“Jadi, tentu harus berkelanjutan agar bisa dinikmati oleh generasi saat ini dan masa depan,” ucapnya dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan KKP untuk memperingati Hari Tuna se-dunia.

Agar bisa terus mempertahankan dan sekaligus meningkatkan kualitas ikan tuna yang dikirim sebagai produk ekspor, KKP menggandeng Marine Stewardship Council (MSC) untuk mendorong perikanan tuna bisa mengikuti proses sertifikasi MSC.

Proses tersebut akan melibatkan para mitra yang bertugas untuk mengawal proses tata kelola sesuai dengan syarat yang ditentukan untuk mendapatkan sertifikat. Syarat tersebut mencakup kualitas dan ketertelusuran dari setiap ikan tuna yang ditangkap.

Salah satu poin yang disinergikan dengan MSC, adalah sertifikasi MSC untuk memastikan keberlanjutan stok dan dampak ekosistem yang minimum. Juga, sertifikasi chain of custody (CoC) untuk memastikan dan menelusuri produk bersertifikasi berasal dari sumber perikanan berkelanjutan.

“Sertifikasi CoC bisa dipenuhi unit pengolah ikan (UPI) jika mereka mengimplementasikan Stelina atau sistem ketertelusuran dan logistik ikan nasional,” jelasnya.

Baca : Tangkapan Turun Drastis, Nelayan Tuna Maluku Desak Pemerintah Revisi Aturan Melaut Dibawah 12 Mil 

Seorang nelayan membawa ikan tuna sirip kuning. Foto : WWF/ Jurgen Freund

Selain melalui sertifikasi, pengembangan ikan tuna juga dilakukan dengan memperbaiki pemasaran produk di pasar internasional. Tujuannya, agar setiap ikan tuna yang dikirim melalui ekspor sudah memiliki sertifikat yang bisa meyakinkan kualitas dan ketertelusurannya.

Penggunaan sertifikat untuk setiap ikan tuna di pasar internasional memang menjadi pilihan wajib untuk saat ini. Hal itu, karena konsumen internasional yang menjadi tujuan ikan tuna dari Indonesia sudah memiliki kepedulian akan prinsip keberlanjutan.

Contoh paling mutakhir, adalah saat Indonesia berpartisipasi dalam Seafood Expo North America (SENA) 2024 di Amerika Serikat dan Seafood Expo Global (SEG) 2024 di Spanyol. Kedua gelaran tersebut menjadi ajang bagi Indonesia untuk memasarkan produk ikan tuna yang berkelanjutan.

“Produk tuna yang dipamerkan telah tersertifikasi dan mengimplementasikan prinsip ketertelusuran dan keberkelanjutan,” terangnya.

Strategi penggunaan prinsip tersebut nyatanya disambut meriah oleh pasar internasional. Gelaran SENA berhasil memikat para pengunjung untuk bertransaksi membeli ikan tuna Indonesia dengan nilai USD29,50 juta atau 50,45 persen dari total nilai transaksi SENA 2024 yang terkumpul senilai USD58,47 juta.

Sementara, pengunjung yang berdatangan ke gelaran SEG 2024, terpikat untuk melakukan transaksi membeli ikan tuna Indonesia hingga nilainya mencapai USD13,79 juta atau 21,62 persen dari total transaksi SEG 2024 yang nilainya mencapai USD63,8 juta.

“Artinya konsumen global semakin menyadari pentingnya produk tuna berkelanjutan. Dan kita sampaikan ke dunia, bahwa produk tuna yang dipasarkan dari Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip tersebut,” tegasnya.

Baca juga : Kekhawatiran Nelayan Tuna Maluku Utara dengan Kapal Ikan PMA

Aktivitas pendaratan ikan tuna hasil penangkapan oleh nelayan. Foto : KKP

Produk Berkelanjutan

Agar tuna yang berasal dari Indonesia bisa terus diminati di pasar dunia, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat daya saing melalui tata kelola berkelanjutan. Proses tersebut tidak bisa dilakukan sendirian, karena harus melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat perikanan.

“Kalau kita perhatikan, tuna itu selalu terus bergerak dan kalau berhenti akan mati. Makanya, kita juga harus amalkan ilmu tuna yaitu terus berkinerja memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk menjaga keberlanjutan tuna,” tuturnya.

Diketahui, Indonesia adalah produsen tuna terbesar di dunia dengan jumlah produksi pada 2022 sekitar 19,1 persen dari total pasokan tuna dunia. Sementara, nilai ekspor tuna Indonesia (termasuk cakalang dan tongkol) pada 2023 sebesar USD927,2 juta atau 16,47 persen dari total nilai ekspor perikanan Indonesia.

Upaya untuk terus mengembangkan komoditas tuna sebagai andalan Indonesia di pasar internasional, juga dilakukan KKP dengan berguru kepada Turki. Negara tersebut selama ini melaksanakan budi daya pembesaran tuna di laut Izmir.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan bahwa teknologi budi daya yang digunakan Turki akan diadopsi untuk melaksanakan kegiatan serupa dengan komoditas sama di Indonesia.

Adopsi teknologi dilakukan KKP, karena Indonesia memiliki beberapa wilayah perairan yang menjadi tempat berkembang biak tuna seperti perairan Indonesia Timur. Potensi tersebut perlu dijaga, sekaligus dikembangkan produktivitasnya hingga meningkat lebih banyak dari sekarang.

Adapun, tuna yang dibudidayakan di laut Izmir jenisnya adalah Atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus). Tuna tersebut berasal dari hasil penangkapan di alam dengan cara digiring perlahan-lahan ke lokasi budi daya.

Saat melaksanakan budi daya, dia menjelaskan kalau proses pembesaran memakan waktu lima sampai enam bulan di keramba berukuran 50 sampai 60 meter, dengan kedalaman hingga 18 meter. Selama pembesaran, tuna diberi pakan ikan-ikan pelagis.

Baca juga : Nasib Nelayan Tuna Maluku Utara: Dari Rumpon hingga Tangkapan yang Menurun

Nelayan ikan Tuna di Desa Bere-bere, Pulau Morotai, Maluku Utara sedang menurungkan hasil tangkapannya. Foto : USAID

Strategi Panen Tuna

Tahun lalu, Trenggono juga mengungkap bahwa strategi panen raya pengelolaan tuna sengaja disusun oleh KKP untuk menjaga populasi, sekaligus meningkatkan daya saing produk perikanan tersebut di pasar dunia.

Penyusunan tersebut, dilakukan oleh KKP karena agar terjadi sinkronisasi yang harmonis dengan kebijakan ekonomi biru yang tengah dijalankan saat ini. Terutama, sinkronisasi dengan program unggulan penangkapan ikan terukur (PIT) yang dijadwalkan akan berjalan mulai 1 Januari 2025.

Strategi panen atau harvest strategy pengelolaan tuna menjadi relevan dengan PIT dan ekonomi biru, karena di dalamnya ada juga tata kelola rumpon, penerapan pengurangan hasil tangkapan tuna dan cakalang, serta penerapan penutupan sebagian wilayah dan waktu penangkapan tuna sirip kuning.

Agar strategi panen perikanan tuna bisa berjalan baik, KKP menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 121 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Regulasi ini menjadi payung hukum penyusunan Harvest Strategy tuna dan cakalang di perairan kepulauan.

Dia berharap, penetapan target dan limit reference point dalam harvest strategy yang menjadi acuan dalam penentuan kuota pemanfaatan sumber daya ikan tuna, bisa menjadi instrumen yang mengawal keberlanjutan sumber daya tuna dengan tetap mempertimbangkan aspek usaha dan ekonominya.

“Saya juga berharap seluruh pemangku kepentingan secara sungguh-sungguh melaksanakan Harvest Strategy untuk kelestarian sumber daya ikan tuna, cakalang dan tongkol sehingga dapat menguatkan daya saing produknya di pasar global,” ucap Trenggono.

Penyusunan strategi panen dilakukan Indonesia, juga sebagai bentuk antisipasi dari fenomena penangkapan yang berlebihan (overfishing) pada perikanan tuna. Kondisi itu memicu penurunan stok tuna di alam.

Secara detail, harvest strategy merupakan gabungan proses dan aktivitas dari pemantauan, pengkajian, kaidah pengendalian pemanfaatan dan tindakan pengelolaan yang dirancang untuk memenuhi tujuan perikanan yang berkelanjutan.

“Inti dari strategi pemanfaatan adalah prosedur pengelolaan yang menetapkan peluang penangkapan ikan, seperti upaya atau batas tangkapan, menggunakan perkiraan status stok, seperti biomassa saat ini,” demikian penjelasan yang dinukil dari artikel yang dipublikasikan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia.

Baca juga : Mengulik Harvest Strategy Tuna di Indonesia

Seorang nelayan dengan pancing ulur menangkap ikan tuna di perairan Pulau Buru, Maluku. sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning di Pulau Buru, Maluku, berhasil meraih sertifikat MSC. Foto : Greenpeace

Sebaran Potensi

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Bandung Yudi Nurul Ihsan juga menyebut kalau potensi tuna di perairan Indonesia sangat besar. Potensi itu menyebar di laut Banda, selatan Bali, Jawa, dan barat Sumatera.

Menurutnya, potensi yang bisa dikembangkan adalah kegiatan budi daya tuna, khususnya tuna sirip kuning. Upaya pengembangan sebenarnya sudah dilakukan Pemerintah sejak 2010 di Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP di Gondol, Bali.

“Saya kira ini perlu dibangkitkan lagi dan perlu didukung oleh perbankan, dan investasi dari luar juga cukup bagus,” cetusnya.

Pengembangan lebih lanjut sangat tepat untuk dilakukan tahun ini, karena KKP sudah menetapkan 2024 sebagai tahunnya tuna. Penetapan itu diharapkan bisa mendorong pemanfaatan tuna lebih baik lagi dengan tidak melupakan prinsip keberlanjutan.

Pengelolaan sumber daya tuna berkelanjutan di dunia dikelola bersama antar negara melalui organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO). Ada tiga jenis tuna yang dikelola bersama, yaitu tuna sirip biru (southern bluefin tuna), tuna sirip kuning (yellowfin tuna), dan tuna mata lebar (bigeye tuna).

Pemanfaatan ketiga jenis tuna dilakukan secara bersama menggunakan kuota dan pembatasan tangkapan sesuai dengan RFMO, yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang diikuti Indonesia sejak 2007, Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) sejak 2008, dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) sejak 2013.

Adapun, berdasarkan CCSBT, setiap tahun Indonesia mendapatkan kuota tangkapan untuk tuna sirip biru di laut lepas sebanyak 1.123 ton per tahun. Lalu, IOTC membatasi jumlah tangkapan tuna sirip kuning untuk Indonesia maksimal 13.047 ton dan wajib menggunakan alat penangkapan ikan (API) jenis longline dan purse seine.

Sementara, berdasarkan pengaturan WCPFC, setiap tahun Indonesia hanya boleh menangkap tuna mata besar maksimal 5.889 ton dengan menggunakan kapal API jenis longline, dan 70.821 ton untuk kapal purse seine di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 716 dan 717.

WPPNRI 716 sendiri meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera, WPPNRI 717 meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik. Selain itu, Indonesia juga aktif menjalin kerja sama menjadi non anggota di Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC) sejak 2013.

Perlu dibaca : Penambangan Laut Dalam, Mengancam Jalur Migrasi Tuna dan Pangan Berkelanjutan

Seorang wanita di Banda Neira, Maluku, memperlihatkan ikan cakalang hasil tangkapan nelayan. Foto : USAID SEA/ public domain image from Flickr

Produk Tuna Bersertifikasi MSC

Akan tetapi, saat Indonesia berjuang keras untuk mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas produksi ikan tuna untuk pasar internasional, masyarakat dalam negeri masih banyak yang belum menikmati ikan yang terkenal dengan cita rasa yang lezat tersebut.

Harga yang mahal, menjadi salah satu alasan kenapa ikan tuna masih sulit ditemukan di pasar dalam negeri. Namun, alasan tersebut kini perlahan-lahan mulai bisa dihalau, karena kepedulian untuk memasarkan ikan tuna di dalam negeri dengan kualitas ekspor, sudah mulai muncul.

Adalah Ranch Market Grup yang menjadi pelopor praktik perdagangan tuna berkualitas ekspor dengan standar sertifikasi dan ekolabel dari MSC. Tuna tersebut diberikan merek PINISEA dan menjadi produk  olahan seafood berkelanjutan berekolabel MSC yang bersumber dari perairan lokal pertama di Indonesia.

Produk PINISEA adalah olahan tuna sirip kuning dalam bentuk steak dan saikoro yang dijual di jejaring pasar modern tersebut di beberapa kota Indonesia. Penjualan tersebut menjadi bentuk kepedulian ritel swasta itu terhadap produk dan keberlanjutan ekosistem.

Chief Marketing & Merchandising Officer Ranch Market Group Maria Suwarni menjelaskan bahwa PINISEA bersumber dari perairan timur Indonesia dan diproduksi melalui kerja sama dengan PT Harta  Samudra.

Perusahaan yang berpusat di Ambon, Maluku itu selalu berkomitmen untuk menjaga sumber keberlanjutan perikanan, dengan tujuan melindungi kesehatan laut sebagai salah satu sumber utama protein hewani.

PT Harta Samudra sendiri merupakan anggota dari Asosiasi Perikanan Pole and Line and Handline Indonesia (AP2HI) dan masuk dalam cakupan sertifikasi perikanan MSC yang didapatkan pada 2021.

Program Director MSC Hirmen Syofyanto mengatakan bahwa kepedulian untuk menciptakan lingkungan perairan yang berkelanjutan akan terus menjadi tanggung jawab bersama, salah satunya adalah perusahaan yang mengolah produk perikanan.

Agar nilai jual dan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar internasional terus meningkat, maka diperlukan komitmen untuk memastikan setiap produk adalah berkualitas dan tertelusur. Itu berati, produk sudah bebas dari praktik yang dilarang dalam bentuk apapun di Indonesia.

“Kita percaya bahwa upaya ini akan memperkuat dan menginspirasi banyak  pihak untuk terus mengembangkan bisnis yang sustainable dan menyediakan produk seafood dengan kualitas terbaik bagi para pelanggannya,” ungkapnya.

MSC adalah organisasi nirlaba internasional yang menetapkan standar berbasis sains yang diakui secara global untuk penangkapan ikan berkelanjutan dan rantai pasok olahan seafood. Untuk dapat menyajikan produk berlabel MSC, masing-masing pengolah dan sumber perikanannya harus telah terbukti memenuhi standar perikanan berkelanjutan yang valid dengan asal usul yang jelas. (***)

Undang Investor Luar Negeri, Pemerintah Bakal Kembangkan Sentra Budidaya Tuna di Papua

0
mutlu
Happy
0
_zg_n
Sad
0
sinirli
Annoyed
0
_a_rm_
Surprised
0
vir_sl_
Infected
Upaya Benahi Tata Kelola Perikanan Tuna Lestari di Indonesia

Tamamen Ücretsiz Olarak Bültenimize Abone Olabilirsin

Yeni haberlerden haberdar olmak için fırsatı kaçırma ve ücretsiz e-posta aboneliğini hemen başlat.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Foxiz.my.id privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Bizi Takip Edin