- Macan dahan sunda (Neofelis diardi), adalah spesies endemik yang mendiami dua pulau besar yaitu Sumatera dan Kalimantan. Populasinya semakin menyusut dikarenakan pembukaan lahan dan isolasi habitanya.
- Proyek mega infrastruktur yang saat ini sedang berjalan di pulau Kalimantan dan Sumatera diperkirakan akan mengikis konektivitas hutan di seluruh habitat utama mereka.
- Dua jaringan jalan tol utama dan relokasi ibu kota Indonesia ke IKN akan semakin memecah wilayah hidup predator arboreal ini.
- Para penulis menyerukan peningkatan strategi pembangunan yang secara serius mempertimbangkan keberlanjutan dan mencakup penilaian lingkungan berbasis data dan langkah-langkah mitigasi, seperti penyeberangan satwa liar dan penghindaran untuk ekosistem sensitif.
Macan dahan sunda (Neofelis diardi) adalah spesies kucing yang saat ini statusnya dalam Daftar Merah IUCN rentan. Macan dahan sunda adalah spesies terpisah dengan yang ada di daratan Asia, dan hanya dijumpai di Sumatera (N. diardi diardi) dan Kalimantan (N. diaardi borneensis).
Namun, pembangunan infrastruktur yang masif di kedua pulau ini, dikhawatirkan akan berdampak makin serius kepada keberadaannya. Jumlah individunya saat ini diperkirakan hanya sekitar 10 ribu, dengan perkiraan trend menurun.
Studi baru yang terbit di Science of the Total Environment menyoroti jika serangkaian proyek infrastruktur besar yang sedang berlangsung di dua pulau ini dikhawatirkan akan memotong konektivitas hutan di habitat inti, serta koridor hutan yang menghubungkan antar wilayah habitat kucing arboreal ini.
Sebagai predator utama yang bergantung pada kanopi hutan, macan dahan merupakan indikator kesehatan ekosistem secara keseluruhan, jelas penulis utama studi tersebut, Żaneta Kaszta, dari Wildlife Conservation Research Unit di University of Oxford, kepada Mongabay.
“Macan dahan berfungsi sebagai spesies model yang berguna untuk mengembangkan prediksi konektivitas guna mengukur dampak pembangunan infrastruktur,” sebut Kaszta. “Jika kucing arboreal ini baik-baik saja di puncak rantai makanan, maka jaringan kehidupan di bawah mereka kemungkinan besar juga berada dalam kondisi yang baik.”
Para peneliti telah lama mempelajari tentang dampak pembangunan jalan dengan hilangnya keragaman hayati. Penelitian sebelumnya, menyebut jika lebih dari seperlima spesies mamalia darat di Asia Tenggara terancam oleh jaringan jalan raya.
Lalu, proyek infrastruktur apa yang menjadi perhatian para peneliti?
Secara khusus, penelitian ini menyoroti dampak yang timbul dari tiga megaproyek yang sedang berlangsung yaitu, jalan tol Pan Borneo, Jalan tol Trans Sumatera dan pembangunan infrastruktur dan jalan di IKN Nusantara. Sebelumnya, menurut para peneliti, dalam dua dekade terakhir, macan dahan di kedua pulau ini telah kehilangan sepertiga dari habitat mereka.
Hilangnya Konektivitas Hutan
Sebagai predator puncak, macan dahan memerlukan wilayah jelajah luas. Dengan terbukanya hutan untuk berbagai peruntukan seperti pertambangan dan perkebunan, maka secara bertahap akan berpotensi memecah habitat menjadi bagian-bagian yang terisolasi.
Sebagai satwa predator, ini akan berakibat memecah populasi satwa liar, mempersulit satwa dalam mencari mangsanya, hingga membatasi pergerakan hewan untuk mencari pasangan.
Dalam kajiannya, Kaszta dan para peneliti dari berbagai negara seperti Australia, Kanada, Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat memadukan model kesesuaian habitat dan data sebaran macan dahan yang di padusepadankan dengan rencana pengembangan proyek infrastruktur.
Hasilnya, pembangunan IKN di Kaltim akan menyebabkan penurunan konektivitas hutan yang ada di Kaltim dan Kalsel. Ini akan berdampak pada wilayah habitat inti macan dahan yang ada di Pegunungan Meratus yang masih berhutan lebat. Perkembangan di masa depan ini tentunya harus diperhitungkan.
“Pembangunan kota membutuhkan sumber daya yang besar, [akan ada] permintaan yang sangat besar untuk pembangunan infrastruktur dan energi, serta perluasan pertanian. Hutan yang bakal hilang pasti akan lebih banyak lagi,” sebut Kaszta.
Stanislav Lhota, ahli biologi satwa liar di Czech University of Life Sciences, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan hal ini mulai terlihat. Sejumlah spesies lokal bersaing berebut makanan di ruang yang semakin sempit.
“Saat ini terdapat 10 spesies primata di kawasan IKN. Namun, beberapa di antara mereka (seperti lutung muka putih dan lutung perak) kemungkinan besar akan kalah bersaing dengan spesies yang berkerabat dekat karena mereka terbatas pada wilayah kecil di hutan.”
Fragmentasi Hutan
Permodelan macan dahan juga mengidentifikasi ancaman besar yang terkait dengan rencana dua proyek jalan raya. Rencana pembangunan jalan Pan-Borneo yang menghubungkan Malaysia, Brunei dan Indonesia akan menimbulkan dampak bagi konektivitas kawasan lindung. Diperkirakan 5% konektivitas hutan akan hilang akibat proyek ini.
Jika terwujud, di wilayah Kalimantan Indonesia saja, jalan ini akan melintas di 25 kawasan lindung, menurut studi sebelumnya.
Lebih jauh ke utara, di Sabah, Malaysia, jalan raya ini akan memisahkan kawasan hutan primer inti terbesar di negara bagian tersebut dengan petak-petak hutan yang lebih kecil. Hal ini dikhawatirkan akan memunculkan isolasi genetik dan kepunahan lokal yang tidak bisa terhindarkan.
Dari 28 habitat inti macan dahan di Kalimantan, habitat macan dahan paling penting adalah lanskap hutan primer pegunungan Heart of Borneo. Kawasan ini saat ini terhubung dengan serangkaian koridor hutan, meski menurut data, beberapa wilayahnya telah putus.
“Tanpa perlindungan hukum, kawasan inti yang luas di jantung Kalimantan akan segera terpecah-belah dan bagian-bagiannya akan terisolasi,” tulis para penulis dalam studi tersebut.
Para peneliti meminta para pengambil keputusan untuk mempertimbangkan kembali rencana ruas jalan ini. Persoalannya lanskap Heart of Borneo saat ini tidak mendapat perlindungan hukum penuh, jelas studi tersebut.
“Kami menganjurkan untuk memprioritaskan perlindungan pada bagian tengah kawasan inti utama, yang kami perkirakan mendukung tingginya kepadatan pergerakan macan dahan.” Sebut para penulis di dalam jurnal ini.
Di Sumatera, proyek Tol Trans-Sumatra yang sebagian telah dioperasikan, juga akan berdampak pada konektivitas kawasan hutan tersisa.
Dengan rute yang terbentang sepanjang 2.700 kilometer di sepanjang Pulau Sumatera, skema jalan raya ini akan menjadi ancaman saat koridor bagi pergerakan macan dahan makin menyempit.
Para penulis mengidentifikasi habitat macan dahan yang “relatif besar” berada di Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Tujuh kawasan habitat inti yang lebih kecil dan terisolasi di seluruh pulau umumnya hanya menyisakan koridor hutan yang tipis dan tidak terlindungi dengan baik.
Para penulis menyebut bagian jalan tol yang berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Leuser, -sebuah kawasan penting cagar UNESCO, bakal berisiko mengisolasi populasi macan dahan yang ada di wilayah timur dan barat.
Memasukkan Strategi Konservasi dalam Pembangunan Infrastruktur
Lalu bagaimana sebaiknya? Para penulis studi ini menyerukan perbaikan menyeluruh dalam kerangka perencanaan pembangunan yang dikaitkan dengan dampak lingkungan yang bakal terjadi. Termasuk di dalamnya membuat koridor satwa, memastikan adanya jalur penyeberangan satwa, dan menghindarkan pembukaan wilayah-wilayah sensitif habitat satwa.
“Jika strategi pembangunan yang direncanakan berwawasan ke depan dan berkelanjutan, yang dipandu analisis ilmiah berbasis data, maka dalam pengelolaan kawasan di Sumatera dan Kalimantan bisa diwujudkan keseimbangan hidup antara kebutuhan manusia dan satwa liar,” tulis mereka di dalam studi tersebut.
Pembangunan IKN, sebut para peneliti, bisa jadi peluang penting untuk mewujudkan upaya konservasi ini.
Mengacu rencana induk keanekaragaman hayati IKN Nusantara yang baru, kawasan ini akan memastikan 65 persen wilayah ibu kota tetap hutan hujan tropis, dengan menetapkan kawasan lindung dan merehabilitasi lahan dan hutan yang terdegradasi.
Namun, par peneliti mewanti-wanti, dokumen baik yang ada di atas kertas ini, pada akhirnya akan kembali pada pembuat kebijakan dan perencana untuk implementasinya. Padahal untuk memulihkan fungsi hutan pun menjadi hal yang perlu diperhatikan.
“Hutan bukanlah sesuatu yang instan, hutan membutuhkan waktu untuk tumbuh kembali. Prioritas pertama yang harus dilakukan adalah melindungi apa yang tersisa dari habitat alami,” pungkas Lhota.
Tulisan asli: Borneo and Sumatra megaprojects are carving up clouded leopard forests. Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita.
Referensi:
Kaszta, Ż., Cushman, S. A., Hearn, A., Sloan, S., Laurance, W. F., Haidir, I. A., & Macdonald, D. W. (2023). Projected development in Borneo and Sumatra will greatly reduce connectivity for an apex carnivore. Science of The Total Environment, 918, 170256. doi:10.1016/j.scitotenv.2024.170256
Clements, G. R., Lynam, A. J., Gaveau, D., Yap, W. L., Lhota, S., Goosem, M., … Laurance, W. F. (2014). Where and how are roads endangering mammals in Southeast Asia’s forests? PLOS ONE, 9(12), e115376. doi: 10.1371/journal.pone.0115376
Alamgir, M., Campbell, M. J., Sloan, S., Suhardiman, A., Supriatna, J., & Laurance, W. F. (2019). High-risk infrastructure projects pose imminent threats to forests in Indonesian Borneo. Scientific Reports, 9(1). doi:10.1038/s41598-018-36594-8
Kaszta, Ż., Cushman, S. A., Hearn, A. J., Burnham, D., Macdonald, E. A., Goossens, B., … Macdonald, D. W. (2019). Integrating Sunda clouded Leopard (Neofelis diardi) conservation into development and restoration planning in Sabah (Borneo). Biological Conservation, 235, 63-76. doi:10.1016/j.biocon.2019.04.001