- Dalam dunia satwa, ada fenomena thanatosis, yaitu strategi berpura-pura mati untuk mengelabui musuh atau bahkan pasangan mereka
- Strategi thanatosis dilakukan oleh satwa dari beberapa taksa dari kelompok invertebrata maupun vertebrata. meski kemungkinan lebih banyak lagi taksa yang memiliki kemampuan ini namun belum sempat diteliti karena proses predasi di alam liar cukup sulit diamati.
- Satwa yang terkenal melakukan thanatosis adalah ular dadu (Natrix tessellata), dengan diam tak bergerak, mulut menganga, dan menjulurkan lidah. Bahkan membasahi mulutnya dengan darah dan melumuri badannya dengan kotoran.
- Strategi thanatosis juga dilakukan laba-laba Pisaura mirabilis jantan agar bisa kawin lebih lama dengan laba-laba betina.
Di panggung kehidupan alam liar yang mempertontonkan kisah hidup dan mati, satwa juga menyukai drama. Thanatosis atau seni berpura-pura mati adalah strategi cerdik yang digunakan berbagai satwa untuk mengelabuhi musuh atau bahkan pasangan mereka.
Ular dadu (Natrix tessellata) punya teknik pamungkas dalam soal itu. Bukan hanya diam tak bergerak, mulut menganga, dan menjulurkan lidah. Namun juga membasahi mulutnya dengan darah dan melumuri badannya dengan kotoran. Cara ini membuat ular dadu benar-benar terlihat mati dan tidak menarik di mata predator. Saat predator lengah dan tidak tertarik, ular dadu segera melesat pergi.
Untuk memastikan bahwa cara itu efektif, dua ahli biologi dari Universitas Beograd, Serbia belum lama ini mengumpulkan 263 ular dadu dan mencatat berapa lama satwa-satwa ini berpura-pura mati. Semakin cepat satwa itu melakukannya, maka strategi berpura-pura mati itu dianggap efektif.
Ular dadu adalah spesies semiakuatik yang tidak berbisa dan kerap menjadi santapan burung predator, mamalia, dan reptil. Ular ini juga ditemukan di sekitar permukiman padat penduduk yang menjadikan manusia menjadi salah satu ancaman bagi keberadaan mereka. Nama dadu disematkan karena bagian perut terdapat bintik hitam menyerupai dadu.
Untuk mengetahui reaksi ular dadu menghadapi predasi, salah satu peneliti bernama Vukasin Bjelika, menggenggam bagian tengah ular itu selama 30 detik. Selanjutnya dia menjepit bagian dekat kepala dan kloaka dengan tangan selama 10 detik, meniru tindakan predator saat melumpuhkan mangsanya.
Ular kemudian dibaringkan, dan peneliti menjauh darinya. Pengamat lain yang mengambil jarak sekitar satu meter mencatat perubahan yang terjadi.
Ular mulai menunjukkan sikap thanatosis yang diperlihatkan lewat mulut yang terbuka dan lidah yang menonjol. Beberapa ular juga mengeluarkan darah di sekitar mulutnya. Sebanyak 124 individu mengeluarkan kotoran, dan sebanyak 28 individu mengeluarkan darah.
Baca : Sebesar Sehelai Mie. Inilah Ular Benang Barbados, Ular Terkecil di Dunia
Penelitian memperlihatkan, semakin dewasa usia ular itu kemungkinan mengeluarkan darah juga semakin besar. Selain itu, durasi berpura-pura mati juga lebih singkat. Tampaknya, strategi pamungkas ini cukup meyakinkan yang membuat ular dadu percaya diri untuk segera menyelamatkan diri.
“Mengirim sinyal yang tepat kepada predator—individu yang tidak bergerak dengan bau busuk dan darah yang terlihat—menghasilkan tampilan yang lebih intens. Ini mengurangi waktu yang dihabiskan untuk berbaring di depan predator sekaligus mencegah serangan lebih lanjut,” tulis Bjelika dalam laporan itu.
Laporan penelitian yang dikerjakan bersama Ana Golubovic itu dimuat dalam jurnal Biology Letters, Mei 2024.
Dalam dunia satwa, ular dadu bukan satu-satunya yang menggunakan taktik mengeluarkan darah untuk mengelabui, menakut-nakuti, atau menyerang mangsa. Kadal bertanduk (Phrynosoma spp.) juga bisa mengeluarkan darah dari matanya yang diarahkan ke wajah predator yang mendekat.
Dalam soal berpura-pura mati, ular dadu juga bukan satu-satunya satwa yang punya kemampuan ini. Sejumlah taksa diketahui memiliki kemampuan thanatosis. Boleh jadi, ada lebih banyak lagi taksa yang memiliki kemampuan serupa namun belum sempat diteliti. Selama ini pengetahuan tentang hal ini kurang karena proses predasi di alam liar cukup sulit diamati. Sedangkan membawanya ke laboratorium bisa terhalang persoalan etika, ungkap sebuah makalah yang mengulas thanatosis sebagai perilaku melawan predator.
Makalah itu menyebutkan di kelompok invertebrata, thanatosis diperkirakan ada pada udang-udangan, serangga tongkat, laba-laba, kupu-kupu, lalat batu, kalajengking air, tonggeret, jangkrik, tungau, kumbang, capung jarum, semut, lebah, dan tawon. Sementara di kelompok vertebrata thanatosis tercatat ada pada mamalia, burung, reptil, amfibi, dan ikan.
Baca juga : Kamuflase Unik Serangga yang Tidak Terbayangkan Sebelumnya
Menariknya, fenomena thanatosis yang dilakukan satwa tidak melulu hanya karena alasan predasi. Hasil penelitian lain yang dikerjakan 2008 lalu menunjukkan, laba-laba Pisaura mirabilis jantan mengembangkan strategi ini agar bisa kawin lebih lama dengan laba-laba betina.
Laba-laba spesies ini memiliki perilaku unik. Laba-laba jantan akan membawa hadiah biasanya berupa makanan, misalnya lalat, yang dibungkus jaring ke hadapan laba-laba betina. Saat si betina tertarik dan mulai sibuk makan, kesempatan itu digunakan si jantan untuk mentransfer spermanya. Ketika si betina berhenti makan, si jantan pun segera melakukan thanatosis. Proses kawin dilanjutkan lagi saat si betina kembali menikmati hadiah makanan dari si jantan.
Laba-laba betina spesies ini dikenal kanibal dan agresif. Ukurannya yang lebih besar dibanding laba-laba jantan, membuatnya cukup mudah untuk melumpuhkan si jantan dan menjadikannya sebagai santapan. Thanatosis meningkatkan peluang keberhasilan kawin, dan si jantan bisa “hidup” lagi dan kembali ke alam liar untuk mencari pasangan baru. (***)