- Delapan orang nelayan tradisional Natuna yang ditangkap penjaga pantai Malaysia pada Jumat (19/04/2024) lalu batal dibebaskan dan saat ini sedang menjalani persidangan di pengadilan Malaysia
- Pemerintah Indonesia harus memberikan pendampingan hukum kepada nelayan yang sedang disidangkan di pengadilan otoritas Malaysia supaya bisa dibebaskan.
- Hasil analisis PSDKP KKP menyimpulkan nelayan Natuna masih berada di perairan Indonesia saat ditangkap APMM, sehingga mereka meminta otoritas Malaysia membebaskan para nelayan Natuna itu
- Walhi Nasional menilai bila kasus nelayan Natuna ini sampai disidangkan dan dihukum, menandakan diplomasi maritim Pemerintah Indonesia lemah.
Delapan orang nelayan tradisional Natuna yang ditangkap penjaga pantai Malaysia pada Jumat (19/04/2024) lalu batal dibebaskan sebelum persidangan. Saat ini mereka sedang menjalankan persidangan untuk diputuskan hukuman dan denda yang akan dijatuhkan pengadilan.
“Informasi yang kami dapat sidang sudah dilakukan sejak tanggal 3 Mei 2024 lalu, direncanakan 23 Mei ini sudah masuk putusan,” kata Hendri, Aliansi Nelayan Natuna (ANNA) kepada Mongabay, Selasa (14/5/2024).
Menurut Hendri sekarang nasib nelayan Natuna berada di tangan pemerintah Indonesia. “Semua tergantung Konjen RI di Malaysia, bisa atau tidak bebaskan nelayan itu,” katanya.
Hendri berharap, pemerintah Indonesia harus memberikan pendampingan hukum kepada nelayan yang sedang disidangkan di pengadilan otoritas Malaysia supaya bisa dibebaskan. “Nanti dalam persidangan itu, pengacara harus meyakinkan pengadilan Malaysia kalau nelayan itu tidak bersalah,” katanya.
Hendri mengatakan pihaknya sudah memberikan data titik koordinat nelayan Natuna saat ditangkap Malaysia, yang menunjukkan nelayan Natuna tersebut masih berada di perairan Indonesia meski otoritas Malaysia mengklaim nelayan sudah masuk wilayahnya. Namun, menurutnya, meskipun nelayan berada di wilayah sengketa Malaysia, tidak dibenarkan melakukan penangkapan, kecuali sekedar diusir.
Selain itu, dalam persidangan nanti pemerintah Indonesia harus menjelaskan ke Malaysia bahwa nelayan yang ditangkap merupakan nelayan tradisional kecil, dimana alat tangkap dan aktivitas mereka melaut tidak merusak lingkungan. “Mereka menangkap dengan alat ramah lingkungan, ukuran kapal juga hanya tiga gross tonnage,” katanya.
Menurutnya, diplomasi yang dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah tidak bisa hanya sekedar lobi biasa, tetapi harus disiapkan pengacara untuk membela nelayan dalam persidangan itu.
Baca : Pemerintah Indonesia Diminta Bebaskan Nelayan Natuna yang Ditangkap Malaysia
Saat dikonfirmasi Selasa (14/5/2024), Konjen RI di Kuching, Sarawak, Malaysia, R Sigit Witjaksono mengatakan pihaknya sudah melaporkan kondisi delapan orang nelayan itu di Malaysia kepada Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Doli Boniara. Sigit menegaskan, pihaknya akan memberikan yang terbaik untuk nelayan yang ditangkap.
Kepala BPPD Kepri Doli Boniara mengatakan kondisi nelayan Natuna yang sedang menjalani persidangan di pengadilan Malaysia dalam keadaan baik, meskipun beberapa waktu lalu sempat viral video nelayan tersebut di rantai saat di Malaysia. Katanya, tindakan itu sudah menjadi SOP di pengadilan Malaysia.
Mengenai surat Konjen RI yang meminta bantuan pendampingan hukum dari Pemprov Kepri untuk delapan orang nelayan Natuna itu, Doli mengatakan pihaknya mempercayakan semuanya ke Konjen RI di Kuching. “Cuma aturan hukum kita, bagaimana kami memberikan bantuan? Tidak ada mata anggaran untuk itu,” katanya.
Diplomasi Maritim Indonesia Lemah
Manajer Pesisir dan Laut Walhi Nasional Parid Ridwanuddin mengatakan, jika kasus nelayan Natuna ini sampai disidangkan dan dihukum, menandakan diplomasi maritim Pemerintah Indonesia lemah. “Harusnya Indonesia ngotot untuk membebaskan nelayan tersebut, karena menurut data KKP mereka ditangkap di laut Indonesia. Kalau begitu apa dasar hukum Malaysia menangkap nelayan kita saat melaut di perairan Indonesia?” tanya Parid.
Bila memang nelayan Natuna itu berada di di perairan sengketa, katanya, seharusnya otoritas Malaysia tidak boleh menangkap nelayan itu berdasarkan kesepakatan yang pernah disepakati kedua negara. “Dalam MoU itu sudah disebutkan tidak boleh ada penangkapan atau sanksi untuk nelayan tradisional yang melaut di daerah sengketa, artinya sebetulnya tidak ada penegakan hukum untuk nelayan tradisional, kecuali mereka melakukan kejahatan seperti perdagangan orang atau penyelundupan narkoba,” katanya kepada Mongabay, Selasa (14/5/2024).
Menurutnya, Pemerintah Indonesia tidak hanya sekedar mengirimkan surat kepada Malaysia, tetapi harus ada diplomasi yang sampai kepada pengambil keputusan di Malaysia. “Makanya kalau nelayan itu tidak bisa dibebaskan, diplomasi Indonesia lemah, alakadarnya, dengan alasan tidak ada budget,” katanya.
Baca juga : Sudah 23 Nelayan Indonesia Ditangkap Malaysia, Dihukum Bui dan Denda Miliaran Menanti
Padahal, lanjutnya, dalam perundang-undangan sudah jelas jika ada persoalan warga negara Indonesia di negara lain, pemerintah wajib menyediakan bantuan hukum. “Artinya ini perintah undang-undang yang harus dijalankan,” katanya.
Parid yakin persoalan ini bukanlah soal tidak adanya anggaran, tetapi terkait dengan keberanian pemerintah Indonesia. “Selain itu kami juga minta pemerintah Malaysia melihat kembali MoU kerjasama kedua negara, bahwa tidak harus ada penangkapan,” lanjutnya.
Otoritas Malaysia, menurut Parid, harus paham juga bahwa nelayan yang ditangkap itu merupakan tulang punggung keluarganya. “Pemerintah Malaysia harus melihat siapa yang ditangkap. Mereka kan bukan penjahat,” katanya.
Walhi juga akan mengirimkan surat protes penangkapan nelayan kecil itu kepada Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. “Negara yang punya laut untuk menghormati nelayan skala kecil, karena mereka produsen pangan dan masa depan pangan laut ada di tangan mereka,” katanya.
Sebelumnya dalam konferensi pers daring, Rabu (24/04/2024) lalu, KJRI Kuching Sarawak Malaysia R Sigit Witjaksono mengatakan, sanksi yang akan dihadapi nelayan Natuna yang ditangkap Malaysia sangat besar. Tidak hanya kurungan penjara sekitar enam bulan tetapi juga denda bisa sampai ratusan bahkan miliaran rupiah.
Solusi Jangka Panjang
Kepala BPPD Pemprov Kepri Doli Boniara mengatakan, kedepan pihaknya akan berupaya menjalin kerjasama dengan otoritas Malaysia di Serawak. Melihat banyaknya kejadian penangkapan nelayan kecil Natuna di perairan tersebut.
“Kami pernah berkunjung ke Kuching, memang harus ada kerjasama kedepannya, apalagi antara Serasan Natuna dan Serawak punya sejarah dua sepadan yang punya hubungan baik,” katanya.
Kerjasama yang dimaksud Doli adalah, kedua daerah memperbolehkan nelayan tradisional yang tidak merusak lingkungan untuk melaut di perairan perbatasan tanpa harus ditangkap. “Kerjasama bisa dalam bentuk nelayan Natuna memiliki lisensi atau melaporkan ke pihak Serawak Malaysia ketika melaut di perbatasan,” katanya.
Doli juga menambahkan beberapa waktu lalu pemerintah provinsi sudah memberikan bantuan kepada keluarga nelayan yang sedang menjalani sidang di Malaysia. “Meskipun dikasih bantuan, tetapi saja, namanya keluarga ditangkap, mereka tetap risau,” katanya.
Baca juga :Divonis 6 Bulan Penjara di Malaysia, KJRI Minta Pemda Perhatikan Nelayan Natuna
Analisa KKP
Plt. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono meminta otoritas Malaysia melepaskan nelayan Natuna yang ditangkap beberapa waktu lalu.
Pasalnya, berdasarkan analisa PSDKP KKP penangkapan nelayan yang dilakukan petugas Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) masih berada di perairan Indonesia. “Posisi penangkapannya itu setelah kita overlay, dia (penangkapan) berada di wilayah kita,” kata pria yang akrab disapa Ipunk, di Batam, Sabtu (06/5/2024).
Setelah itu, PSDKP KKP mengirimkan notice atau surat kepada APPM Malaysia. “Setelah kita kirim notice, disana (APPM) menanggapi dan menghentikan penyelidikannya, mereka masih menunggu arahan dari atasan lagi untuk melepaskan nelayan,” katanya.
Hasil komunikasi dengan pihak APPM, lanjutnya, mereka mengakui penangkapan tersebut masih berada di wilayah Indonesia. “Ya mereka melakukan penangkapan karena semangat untuk menjaga wilayah mereka. APPM sangat waspada. Kita juga seperti itu menjaga perbatasan kita,” lanjutnya.
Jika nelayan itu dibebaskan, Ipunk mengatakan akan melakukan penjemputan langsung. “Sekarang untuk pelepasan (nelayan) masih menunggu dari APMM,” katanya. (***)
Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia