- Setelah belasan polisi dari Polres Langkat menangkap penjaga hutan mangrove di Langkat, Sumatera Utara, Ilham Mahmudi, pada 11 Mei lalu, Polsek Tanjung Pura amankan lagi dua warga nelayan Desa Kuala Langkat, Safii (48) dan Taupik(34). Mereka ini para penolak hutan lindung mangrove jadi kebun sawit. Keduanya diamankan ketika sedang mencari ikan dan kerang.
- Sumiati Surbakti , Ketua Pengurus Yayasan Srikandi Lestari mengatakan, negara melakukan pembiaran aksi ilegal, hutan mangrove lindung jadi kebun sawit. Karena aksi pembiaran ini, katanya, para pemodal makin menggila menjalankan aksi menghancurkan hutan lindung mangrove .
- Adi Yoga Kemit, tim Advokasi Kontras Sumut mengatakan, dari hasil investigasi mereka terdapat banyak temuan ancaman dan intimidasi dialami masyarakat desa yang menolak perusakan hutan mangrove.
- Sebelum Ilham dan Safii, dan Taufik kena tangkap, mereka bersama-sama sudah laporkan ke polisi soal perusakan hutan lindung mangrove itu, Bagaimana perkermbangan kasusnya?
Selang 25 hari, setelah belasan polisi dari Polres Langkat menangkap penjaga hutan mangrove di Langkat, Sumatera Utara, Ilham Mahmudi, pada 11 Mei lalu, Polsek Tanjung Pura amankan lagi dua nelayan Desa Kuala Langkat, Safii (48) dan Taupik(34). Mereka ini para penolak hutan lindung mangrove jadi kebun sawit. Keduanya diamankan ketika sedang mencari ikan dan kerang.
Ateng, nelayan yang satu perahu dengan kedua korban yang ditangkap polisi menceritakan bagaimana sejumlah aparat menciduk dua warga yang sedang mengais rezeki di laut. Ateng mengatakan, penjemputan paksa dua nelayan itu terjadi Sabtu pagi sekitar pukul 09.00 WIB.
Saat tengah mencari ikan bersama belasan nelayan lain, terlihat speed boat berwarna kuning dan putih melaju lalu merapat. Tampak sejumlah orang berpakaian preman menenteng senjata api jenis pistol mengaku petugas kepolisian.
Mereka memerintahkan kedua nelayan ikut. Kalau melawan, katanya, akan ditindak tegas. Belasan nelayan lain hanya terdiam, tak dapat berbuat apa-apa ketika keduanya dipindahkan ke dalam perahu orang-orang mengaku anggota kepolisian itu.
Dalam speed boat dinaiki sejumlah aparat kepolisian itu, tampak SAR. Pria ini terlihat menunjuk sejumlah perahu berisi belasan nelayan sambil terdengar suara perintah menangkap Syafii dan Taufik.
“Kami tak ada melihat polisi yang menangkap itu menunjukkan identitas dan memberikan surat penangkapan. Setelah memindahkan Syafii dan Taufik, perahu lalu menjauh dan hilang dari pandangan mata. Aku tak tahu dibawa ke mana keduanya,” kata Ateng.
Sejumlah warga yang mengetahui penangkapan Syafii dan Taufik, tampak berang kemudian berduyun-duyun mendatangi Mapolsek Tanjung Pura. Meski hari sudah gelap, masyarakat berkumpul di depan kantor polisi dan menggelar orasi menuntut bebaskan kedua warga.
Warga juga menuntut aparat kepolisian tidak tebang pilih dalam penegakan hukum dan berani menangkap para perusak ekosistem mangrove di Desa Kuala Langkat.
“Bebaskan Syafii dan Taufik. Mereka bukan penjahat. Tolong bebaskan mereka pak polisi. Luar biasa pengaruhnya Sar ini, dia sampai bisa satu perahu dengan polisi pada saat penjemputan paksa terhadap dua warga kami,” teriak warga.
Syafii dan Taufik mengatakan, mereka ditangkap polisi karena dituduh merusak rumah SAR pada 18 April 2024. Polisi menuduh mereka merusak bersama dengan sejumlah warga lain sesaat setelah Ilham ditangkap belasan personil dari Polres Langkat.
Warga protes atas penangkapan itu, katanya, kemudian mendatangi rumah SAR, orang yang dianggap bertanggung jawab dalam perusakan ekosistem mangrove di desa mereka dan diduga sebagai penyebab ditangkapnya Ilham.
Mereka dituding merusak rumah. Dari bukti video tidak ditemukan keterlibatan keduanya dalam pengerusakan.
“Ketika diperiksa polisi, kami ditanya macam-macam termasuk soal perusakan rumah SAR. Kami memang berada di situ, tetapi tidak ada merusak sedikitpun,” katanya, keduanya di sela pemeriksaan penyidik dari Polsek Tanjung Pura, Langkat.
Setelah menjalani pemeriksaan selama lebih dari 22 jam, pada Minggu sore sekitar 16.00 WIB, penyidik kepolisian dari Polsek Tanjung Pura membawa Syafii dan Taufik ke Polres Langkat di Stabat.
Ketika akan masuk mobil, tampak anak dan istri keduanya menangis memeluk mereka. Mereka meminta agar keduanya tidak ditahan karena bukan orang yang merusak rumah Sarkawi. Beberapa petugas kepolisian mencoba menenangkan keluarga dan massa yang masih berkumpul di depan kantor polisi. Polisi berjanji memperlakukan keduanya dengan baik.
Sejak awal penangkapan hingga pemindahan keduanya, kepolisian masih bungkam, belum mau memberikan penjelasan.
Pembiaran perambahan hutan mangrove
Sumiati Surbakti , Ketua Pengurus Yayasan Srikandi Lestari mengatakan, negara melakukan pembiaran aksi ilegal, hutan mangrove lindung jadi kebun sawit. Karena aksi pembiaran ini, katanya, para pemodal makin menggila menjalankan aksi menghancurkan hutan lindung mangrove .
Dia bilang, seakan tidak ada lagi rasa khawatir, mereka boleh lakukan apapun termasuk masuk kawasan hutan tetapi sama sekali tak tersentuh hukum.
“Pembiaran ini menunjukkan pemegang kebijakan dari level provinsi hingga desa tak mendukung program Pemerintahan Joko Widodo dalam menekan perubahan iklim dengan menjaga hutan mangrove tetap lestari,” katanya.
Pemerintah pusat, katanya, harus melihat ini dan segera bertindak menyelamatkan hutan mangrove di Langkat. Dia sedang pengamatan dan pemetaan kerusakan hutan mangrove di Kuala Langkat 5 Mei lalu.
Hasil pengamatan mereka bersama tim LBH Medan dan Kontras Sumut, ditemukan ribuan batang sawit di kawasan hutan lindung terletak di Kuala Langkat, usia sekitar lima tahun ke atas.
Dari temuan ini, katanya,menunjukkan bukti pembiaran oleh para penegak hukum dan pemerintah terutama di level kabupaten dan desa.
Pemanenan buah sawit selama bertahun-tahun di atas tanah negara berstatus hutan lindung, katanya, bukti kuat pembiaran ini.
Karena perusakan hutan mangrove terus terjadi, katanya, membuat marah masyarakat lokal yang turun-temurun menjaga hutan yang jadi penopang hidup mereka.
Sayangnya, ketika masyarakat mengambil tindakan sebagai upaya menyetop kerusakan mangrove lebih luas, katanya, malah dianggap pelanggaran hukum oleh polisi.
Mereka dianggap penjahat, mendapat teror dan intimidasi seperti Ilham. Pria ini diculik, alami intimidasi dan masuk penjara karena menolak perusakan hutan mangrove.
Dia dianggap melanggar KUHPidana karena bersama beberapa warga merobohkan satu bangunan semi permanen diduga kuat ilegal.
Kapolda Sumut dan Kapolri , kata Mimi, harus memproses oknum personil yang ‘menculik’ Ilham. Masyarakat desa ini, katanya, malah membantu negara menjaga hutan mangrove sekaligus bisa menekan dampak perubahan iklim.
Polisi, katanya, harus menunjukkan bukti dengan memproses hukum pemodal dan pihak terkait diduga terlibat dalam perambahan mangrove di Langkat ini.
Adi Yoga Kemit, tim Advokasi Kontras Sumut mengatakan, dari hasil investigasi mereka terdapat banyak temuan ancaman dan intimidasi dialami masyarakat desa yang menolak perusakan hutan mangrove.
Para pengusaha ini, katanya, membayar sejumlah preman untuk menakut-nakuti warga, mendatangi desa kemudian melakukan kekerasan verbal berupa ancaman dan tekanan hingga masyarakat ketakutan dan trauma.
Cara-cara ini, katanya, untuk membungkam warga supaya tidak lagi bersuara atas kegiatan ilegal pengusaha-pengusaha di Kuala Langkat ini.
Protes alih fungsi hutan mangrove oleh warga Kuala Langkat, katanya, ternyata membuat risih dan para pemodal terganggu. Mereka diduga menyuruh orang mendatangi desa kemudian menakut-nakuti. Setiap hari, katanya, lima atau enam orang tidak dikenal datang ke kampung memfoto dan memvideokan aktivitas warga yang dianggap vokal.
“Sejumlah orang tak dikenal mendatangi kampung, mengikuti gerak-gerik warga desa yang menolak kehancuran ekosistem mangrove di sana sembari mengucapkan kata-kata ancaman.”
Intimidasi ini, katanya, sudah berlangsung lama hingga masyarakat trauma dan ketakutan.
“Kami mendesak kepolisian menangkap pemodal dan siapa saja yang terlibat dalam perusakan hutan mangrove di Kuala Langkat. Setop kriminalisasi terhadap masyarakat pelindung mangrove,” kata Adi.
Apakah polisi proses laporan warga?
Sebelum Ilham dan warga lain kena tangkap, mereka sudah laporkan ke polisi soal perusakan hutan lindung mangrove itu, Bagaimana perkermbangan kasusnya?
Dari Polda Sumut menyebutkan, perusakan hutan mangrove di Kuala Langkat, penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus sudah meningkatkan pengembangan kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Berarti, kepolisian menduga kuat ada tindak pidana.
LBH Medan, katanya, dua kali, 25 April dan 3 Mei, mendatangi Polda Sumut meminta penjelasan terkait perkembangan pengusutan kasus perambahan hutan mangrove jadi kebun sawit.
Petugas di ruang Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Sumut, awalnya tak bersedia memberikan penjelasan dengan alasan LBH Medan tak memiliki kapasitas.
Sempat terjadi perdebatan antara tim LBH Medan dengan penyidik kepolisian, dan akhirnya mereka mendapat keterangan mereka mengusut dugaan kasus perusakan dan alih fungsi hutan lindung mangrove itu. Petugas bilang, kasus dalam penyidikan tetapi tak bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut siapa yang akan jadi tersangka.
Menurut Ali, pengusutan kasus ini bukan berdasarkan laporan Ilham 16 Februari 2024 tetapi mereka hanya peroleh sebatas pembenaran kasus sudah naik ke tahap penyidikan.
“Kami mendesak laporan Ilham terkait kerusakan ekosistem mangrove di Langkat juga harus segera ditindaklanjuti,” kata Ali yang ditunjuk sebagai kuasa hukum Ilham.
******