Pesawat Boeing 777 milik Singapore Airlines, SQ321, terpaksa melakukan pendaratan darurat di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand, setelah mengalami turbulensi parah pada Selasa. Insiden ini mengakibatkan satu penumpang meninggal dunia dan hampir 60 penumpang lainnya luka-luka. Diduga kuat, turbulensi mematikan ini terjadi saat pesawat melintasi Zona Konvergensi Antartropis (ICZ).
Turbulensi, ancaman tak terduga bagi penerbangan, adalah gangguan pada aliran udara yang mengakibatkan guncangan hebat pada pesawat. Terdapat berbagai jenis turbulensi, namun salah satu yang paling berbahaya adalah turbulensi udara jernih (Clear Air Turbulence/CAT). CAT terjadi tanpa adanya indikasi visual seperti awan, sehingga sangat sulit dideteksi oleh pilot maupun radar cuaca. Hal ini menyebabkan CAT menjadi momok menakutkan bagi penerbangan, terutama di wilayah seperti Zona Konvergensi Antartropis (ICZ).
Marco Chan, seorang mantan pilot komersial dan dosen penerbangan, menjelaskan bahwa turbulensi di Zona Konvergensi Antartropis (ICZ), termasuk CAT, merupakan tantangan besar bagi pilot. Meskipun layar navigasi modern dapat membantu mengidentifikasi badai petir, badai di ICZ seringkali sangat luas dan tidak terduga. Badai ini dapat membentang hingga ratusan kilometer, sehingga sulit bagi pilot untuk menentukan jalur penerbangan yang benar-benar bebas turbulensi.
Selain itu, CAT dapat terjadi di luar area badai yang terlihat, sehingga pilot mungkin tidak menyadari bahaya yang mengintai hingga turbulensi menghantam pesawat. Hal ini membuat penerbangan di ICZ menjadi pengalaman yang penuh tantangan dan menuntut kewaspadaan tinggi dari pilot serta kru pesawat.
Apa Itu Zona Konvergensi Antartropis (ICZ)?
Zona Konvergensi Antartropis (ICZ / Intertropical Convergence Zone), merupakan wilayah di sekitar khatulistiwa yang menjadi tempat pertemuan angin pasat dari belahan Bumi Utara dan Selatan. Pertemuan ini menciptakan dinamika atmosfer yang unik dan kompleks, menjadikannya salah satu wilayah paling bergejolak di planet bumi. Beberapa faktor yang menjadi pemicu turbulensi di ICZ antara lain:
- Pertemuan angin pasat: Angin pasat dari kedua belahan bumi bertemu di ICZ, menciptakan gerakan udara yang kuat dan tidak stabil. Perbedaan suhu dan tekanan antara kedua massa udara ini semakin meningkatkan ketidakstabilan atmosfer.
- Panas dan kelembaban tinggi: Khatulistiwa menerima radiasi matahari yang intens sepanjang tahun, menghasilkan suhu udara dan laut yang tinggi. Kondisi ini meningkatkan penguapan air, menciptakan kelembaban tinggi di atmosfer.
- Konveksi udara: Udara hangat dan lembab di ICZ cenderung naik karena lebih ringan daripada udara di sekitarnya. Proses konveksi ini membentuk awan besar yang menghasilkan badai petir intens dan hujan lebat.
- Badai petir dan awan cumulonimbus: Badai petir di ICZ seringkali sangat kuat dan disertai dengan awan cumulonimbus yang menjulang tinggi. Awan ini dapat menyebabkan turbulensi parah, termasuk turbulensi udara jernih yang sulit diprediksi.
- Perubahan suhu dan tekanan: Perbedaan suhu dan tekanan yang signifikan di dalam dan sekitar awan cumulonimbus menciptakan aliran udara yang kuat dan tidak teratur. Hal ini menyebabkan turbulensi yang dapat mengguncang pesawat dengan keras.
Turbulensi: Ancaman Tersembunyi di Udara
Turbulensi adalah gangguan pada aliran udara yang mengakibatkan guncangan hebat pada pesawat. Terdapat berbagai jenis turbulensi, namun salah satu yang paling berbahaya adalah turbulensi udara jernih (Clear Air Turbulence/CAT). CAT terjadi tanpa adanya indikasi visual seperti awan, sehingga sangat sulit dideteksi oleh pilot maupun radar cuaca.
Sara Nelson, Presiden Association of Flight Attendants (AFA) di AS, menjelaskan, bahwa laporan awal mengindikasikan penerbangan Singapore Airlines SQ321 kemungkinan besar mengalami CAT. Turbulensi jenis ini sangat berbahaya karena dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan. “Satu detik, Anda terbang dengan mulus. Detik berikutnya, penumpang, kru, dan barang-barang yang tidak diamankan terlempar di sekitar kabin,” ujar Nelson.
Sebagian besar turbulensi terjadi di dalam awan akibat aliran udara naik dan turun, seperti yang dijelaskan oleh Simon King, mantan perwira RAF dan ahli cuaca BBC Weather. Namun, CAT berbeda karena terjadi di udara jernih, biasanya pada ketinggian 12.000-18.000 meter di dekat jet stream, yaitu “sungai” udara yang mengalir deras.
Peningkatan Turbulensi Udara Jernih Akibat Perubahan Iklim
Sebuah studi tahun 2023 yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters menemukan bahwa turbulensi udara jernih parah meningkat setidaknya 50% di atas Samudra Atlantik Utara dari tahun 1979 hingga 2020. Peningkatan turbulensi ini dikaitkan dengan dampak perubahan iklim terhadap kecepatan angin di lapisan atas atmosfer.
Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa turbulensi sedang meningkat sebesar 37%, dan turbulensi ringan meningkat sebesar 17 persen selama periode yang sama. Rute penerbangan lain di atas Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, dan Atlantik Selatan juga mengalami peningkatan turbulensi yang signifikan.
Para ahli menyerukan perlu investasi lebih besar dalam sistem radar dan prakiraan cuaca untuk penerbangan, serta menekankan pengurangan emisi dapat mengurangi dampak pemanasan global dan turbulensi yang diakibatkannya.
*****