Foto: Pexels
Teknologi.id – Turbulensi sering kali menjadi hal yang paling menakutkan bagi banyak penumpang pesawat.
Namun, seringkali pemahaman tentang turbulensi salah karena ancamannya pada pesawat komersial modern yang tangguh sebenarnya sangat kecil. Mayoritas cedera terjadi karena penumpang tidak menggunakan sabuk pengaman. Ketidakstabilan udara, yang dipicu oleh berbagai faktor, dapat menyebabkan getaran atau guncangan pesawat saat dalam penerbangan.
Turbulensi dapat mengakibatkan perubahan ketinggian yang tiba-tiba. Menurut Simon King, seorang ahli meteorologi dari BBC Weather dan mantan perwira Royal Air Force, kebanyakan turbulensi terjadi di dalam awan di mana terjadi arus udara yang naik dan turun.
Meskipun sebagian besar turbulensi bersifat ringan, ketika terjadi di dalam awan yang lebih besar seperti awan badai Cumulonimbus, pergerakan udara yang kacau dapat mengakibatkan turbulensi sedang hingga parah.
Ada juga jenis turbulensi yang dikenal sebagai “udara jernih”. Turbulensi ini, sesuai dengan namanya, terjadi di tempat tanpa awan dan tidak terlihat. Turbulensi semacam ini jauh lebih mengganggu karena sulit dideteksi. Guy Gratton, seorang akademisi penerbangan dan pilot komersial, menjelaskan bahwa jenis turbulensi ini terjadi di sekitar jet stream, yaitu aliran udara cepat yang umumnya berada pada ketinggian 40.000-60.000 kaki.
Perbedaan kecepatan antara udara di dalam jet stream dan di sekitarnya bisa mencapai sekitar 160 kilometer per jam, menyebabkan gesekan yang menghasilkan turbulensi. Turbulensi ini bergerak secara terus-menerus dan sulit untuk dihindari, terutama dalam penerbangan dari Eropa ke Amerika Utara, yang dapat menyebabkan periode turbulensi parah.
Baca juga: AS Dikabarkan Akan Bangun Pesawat Tempur Dilengkapi Laser dan Tenaga AI
Bahaya Turbulensi
Foto: bbc.com
Tiga hari yang lalu sejak pesawat Singapore Airlines Boeing 777-300ER nomor penerbangan SQ321 rute London-Singapura mengalami turbulensi pada Selasa (21/5/2024).
Insiden tersebut mengakibatkan puluhan orang terluka dan satu orang tewas. Pesawat yang membawa 211 penumpang dan 18 awak kabin tersebut akhirnya dialihkan untuk mendarat di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand.
Saat ini, penyebab kecelakaan tersebut diyakini karena mengalami turbulensi ekstrem atau goncangan hebat.
Menurut pengamat penerbangan Alvin Lie, pesawat Singapore Airlines SQ321 mengalami turbulensi cuaca cerah atau yang dikenal sebagai clear air turbulence. Biasanya, jenis turbulensi ini terjadi di ketinggian 15.000 kaki atau sekitar 5.572 meter di atas permukaan laut.
Gratton, seorang dosen senior di Cranfield University yang mengkaji studi penerbangan dan lingkungan, menjelaskan bahwa meskipun pesawat didesain untuk menahan guncangan terparah yang diakibatkan oleh turbulensi, tetap saja turbulensi tidak diinginkan.
Oleh karena itu, pilot berupaya untuk menghindarinya atau mengurangi kecepatan pesawat, dan menyalakan tanda sabuk pengaman.
Dalam skenario ekstrem, turbulensi bisa menyebabkan kerusakan pada pesawat karena kekuatan angin yang sangat kuat. Turbulensi parah juga bisa berbahaya bagi penumpang karena gerakan kuatnya dapat membuat penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman terlempar di dalam kabin.
Meskipun demikian, para ahli keselamatan penerbangan mengatakan bahwa kasus kematian dan cedera akibat turbulensi masih jarang terjadi. Menurut John Strickland, seorang ahli penerbangan, cedera akibat turbulensi parah masih “relatif jarang” terjadi dalam konteks jutaan penerbangan yang dioperasikan.
Data dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS menunjukkan bahwa ada 163 “cedera parah akibat turbulensi” untuk maskapai penerbangan yang berbasis di AS antara tahun 2009 dan 2022, dengan rata-rata sekitar 12 per tahun.
Baca juga: 2 Insinyur RI Dicurigai Telah Curi Teknologi Pesawat Tempur Korsel
Rute yang rawan turbulensi
Data dari situs prediksi turbulensi Turbli menunjukkan bahwa perjalanan antara Santiago dan Bandara Internasional Viru Viru di Bolivia menempati peringkat teratas dalam hal kecenderungan turbulensi.
Selanjutnya, rute antara Almaty, Kazakhstan, dan ibu kota Kyrgyzstan, Bishkek, berada di posisi kedua.
Enam dari perjalanan yang paling sering mengalami turbulensi adalah rute domestik di Jepang dan China, sementara dua rute di Eropa juga termasuk dalam daftar tersebut.
Rute dari Milan ke Jenewa adalah yang paling sering mengalami turbulensi di Eropa (peringkat kelima di dunia pada tahun 2023), sedangkan rute dari Milan ke Zurich berada di peringkat kesepuluh.
Rute-rute di sepanjang Andes atau Alpen sering mengalami turbulensi karena gelombang pegunungan, sedangkan rute-rute di Jepang dan China rentan terhadap turbulensi karena adanya aliran jet yang kuat. Aliran jet adalah inti angin kencang yang terletak sekitar lima hingga tujuh mil di atas permukaan Bumi, yang biasanya bertiup dari barat ke timur.
Kenapa turbulensi sering terjadi?
Beberapa peneliti berpendapat bahwa perubahan iklim meningkatkan kemungkinan terjadinya turbulensi.
Tahun lalu, para ilmuwan dari Universitas Reading, Inggris, menemukan bahwa turbulensi parah meningkat sebesar 55% antara tahun 1979 dan 2020 di rute Atlantik Utara yang biasanya padat. Mereka menghubungkan peningkatan tersebut dengan perubahan kecepatan angin di ketinggian akibat peningkatan suhu udara yang disebabkan oleh emisi karbon.
Guy Gratton berpendapat bahwa kita menghadapi turbulensi lebih sering sekarang ini – menurutnya, salah satu alasan lainnya mungkin karena orang-orang masa kini melakukan perjalanan udara lebih banyak. Langit yang semakin padat membuat keputusan pilot untuk menghindari turbulensi menjadi lebih rumit: mereka harus mempertahankan jarak yang aman dari pesawat lain di daerah tersebut.
Cara supaya tetap aman saat turbulensi sedang terjadi?
Penumpang dianjurkan untuk selalu menggunakan sabuk pengaman dan menghindari meletakkan barang-barang berat di luar tempatnya. Pilot menyarankan agar penumpang selalu memakai sabuk pengaman, terutama karena turbulensi sulit diprediksi.
Pemilihan kursi juga memiliki pengaruh penting.
Duduk di kursi dekat sayap di bagian tengah pesawat dianggap sebagai pilihan terbaik untuk pengalaman terbang yang lebih nyaman. Berada di dekat pusat massa pesawat berarti penumpang memiliki kemungkinan lebih kecil untuk terpengaruh oleh gaya seperti angin, tarikan, dan angkat pesawat. Selain itu, penumpang di bagian depan pesawat biasanya tidak merasakan efek turbulensi sebanyak penumpang di bagian belakang, yang lebih sering terkena dampak angin pada bagian ekor pesawat.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ny)