- Aksi kejahatan dengan melibatkan kapal ikan Indonesia (KII) dan awak kapal perikanan (AKP) Indonesia dan warga negara asing (WNA) semakin kuat dilakukan MV Run Zheng 03 dan MV Run Zheng 05
- Dua kapal ikan asing (KIA) itu terdeteksi berbendera Rusia tapi dimiliki oleh investor dari China. Keduanya melakukan aksi kejahatan berupa alih muatan (transshipment), tindak pidana perdagangan orang (TPP), dan jual beli BBM secara ilegal
- Satu dari kedua kapal itu yaitu Run Zheng 03 berhasil ditangkap oleh petugas Ditjen Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan KKP saat tengah berlayar di Laut Arafura pada 19 Mei 2024
- Penangkapan tersebut menyusul penangkapan KM Mitra Usaha Semesta (MUS) yang diduga kuat ikut membantu operasional kedua KIA. Kini, pengejaran terfokus pada Run Zheng 05 yang berhasil melarikan diri saat operasi penangkapan Run Zheng 03
Kasus alih muatan kapal dan kejahatan perdagangan orang terungkap. Sebulan lebih menjadi buronan, kapal Run Zheng 03 akhirnya ditangkap oleh Pemerintah Indonesia saat sedang berada di perairan Laut Arafura. Kapal ikan asing (KIA) itu ditangkap aparat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) pada Minggu (19/5/2024) menggunakan Kapal Pengawas (KP) Paus 01 yang kemudian bersandar di Pangkalan PSDKP Tual, Maluku.
Turut diamankan juga KM Yulian, kapal pengangkut berukuran 157 gros ton (GT) dari Probolinggo, Jawa Timur. Kapal tersebut diduga kuat ikut membantu operasional kapal Run Zheng 03 dan Run Zheng 05 dengan mendistribusikan logistik makanan dan bahan bakar minyak (BBM).
Plt Dirjen PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono mengatakan, aksi kejahatan dua kapal berbendera Rusia itu, dibantu KM Mitra Usaha Semesta (MUS) yang lebih dulu ditangkap 12 April lalu di perairan Laut Arafura. Kapal berbendera Indonesia itu terbukti melakukan alih muatan (transshipment) dengan KIA tersebut. Perbuatan itu melanggar hukum Indonesia.
“Kasus (penangkapan KM MUS) ini menjadi awal mula terungkapnya kasus yang terjadi,” katanya beberapa waktu lalu.
Selain terlibat dalam transshipment, Run Zheng 03 ditangkap karena melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan AKP, dan aksi jual beli BBM jenis solar sebanyak 150 ton dengan cara ilegal dan melibatkan KM Mitra Utama Semesta.
Saat ditangkap, Run Zheng 03 sedang mengibarkan bendera Rusia di tiang utama kapal dan terdapat 12 awak kapal perikanan (AKP) berstatus warga negara Indonesia (WNI) dan 18 AKP berstatus warga negara asing (WNA). Kapal tersebut juga diketahui sedang menggunakan API yang dilarang di Indonesia, yaitu trawl, dengan hasil tangkapan sebanyak 30 ton ikan campur.
Run Zheng 03 adalah KIA berukuran 870 GT yang tidak terdaftar dan tidak memiliki izin beroperasi di Indonesia. Sejak 12 Januari 2024, Run Zheng 03 menangkap ikan secara ilegal di perairan laut zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Walau tim Ditjen PSDKP KKP sukses menangkap Run Zheng 03, namun tidak dengan Run Zheng 05 yang kembali berhasil melarikan diri saat operasi penangkapan tersebut berlangsung. Diduga kuat, Run Zheng 05 juga membawa sejumlah AKP WNI.
Keberhasilan menangkap Run Zeng 03 tidak lepas dari kerja sama dengan Australia Maritime Border Command (MBC) yang memberikan informasi seputar kapal tersebut kepada PSDKP KKP. MBC menginformasikan Run Zheng 03 sempat berada di ZEE Australia pada awal Mei 2024, kemudian terindikasi meninggalkan ZEE Australia dan bergerak menuju ZEE Indonesia.
Baca : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing
KIA Terlacak dari China ke Indonesia
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) dan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mempublikasikan pernyataan dan analisisnya terhadap keberhasilan penangkapan Run Zheng 03. Keduanya juga menyatakan apresiasi atas upaya pemberantasan tindak pidana yang dilakukan KIA.
IOJI memaparkan bahwa KIA Run Zheng 03 dan Run Zheng 05 mendapat dukungan dari KM Mitra Usaha Semesta saat melakukan aktivitas ilegalnya. KM MUS sendiri diketahui terafiliasi dengan perusahaan Indonesia, PT Satya Trinadi Komira Perkasa (PT Komira).
Berdasarkan data perusahaan yang tercatat pada Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, PT Komira memiliki komisaris yang beralamat di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Kemudian, sistem identifikasi otomatis (AIS) juga sempat mendeteksi keberadaan dua KIA tersebut saat sedang berada di sejumlah wilayah perairan Indonesia hingga Februari 2024. Keduanya terlacak saat memulai pelayaran dari Taizhou, Cina pada April 2023.
Selama 11 bulan, kapal masih bisa dilacak oleh data transmisi, karena AIS dalam keadaan aktif. Namun, setelah Februari 2024, data transmisi tidak bisa dilacak, karena AIS sudah dalam keadaan mati. IOJI kemudian menganalisis, kedua kapal tidak hanya terdeteksi ada di Pelabuhan Ratu saja, namun juga Tanjung Priok dan Teluk Ambon.
Merujuk pada data Lloyd’s List Intelligence (LLI), kalau kedua kapal pernah mendapatkan inspeksi dari Otoritas Pelabuhan di Tanjung Priok. Hasilnya, ditemukan sejumlah defisiensi terkait standar kompetensi dan keselamatan AKP, serta pengelolaan limbah. Data tersebut juga menjelaskan bahwa AKP WNA diduga naik kapal Run Zeng dari Tanjung Priok.
Kejahatan Terorganisir Lintas Negara
Berdasarkan data dan fakta yang sudah terkumpul, IOJI menilai bahwa tindak pidana yang dilakukan kedua kapal Run Zheng tersebut bisa diselesaikan melalui kerja sama internasional untuk penanganan kejahatan kriminal yang terorganisir lintas negara.
Kasus kapal Run Zeng 03 adalah contoh nyata kejahatan perikanan lintas batas yang terorganisir (transnational organized fisheries crime) di ZEE Indonesia. Selain hukum internasional, aksi ilegal yang dilakukan Run Zheng 03 juga bisa ditindak berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Baca juga : Banyak Kapal Asing di Natuna, Sayangnya Patroli Laut Terbatas
Kemudian, aktivitas kedua kapal yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal juga bisa masuk pada kategori tindak pidana serius (serious crime) berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Kejahatan Terorganisir Lintas Batas (UNTOC).
Pasal 2b UNTOC menegaskan bahwa aksi ilegal seperti yang dilakukan Run Zheng 03 masuk kategori serious crime dan dinyatakan sebagai tindak pidana yang dapat dikenai sanksi penjara minimal empat tahun atau lebih.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan juga menjelaskan bahwa KIA tanpa izin diancam pidana saat berhasil ditangkap. Pasal 92 menyebut pidana penjara delapan tahun, dan pasal 93 ayat (2) menyebut pidana penjara enam tahun.
Penyebutan ancaman pidana dinilai sudah memenuhi kriteria serious crime dalam UNTOC. Selain itu, kapal tersebut juga dinilai memiliki ciri lain tindak kejahatan terorganisir lintas negara, yaitu operasional melibatkan lebih dari dua orang dalam persiapannya, dan itu terjadi di luar wilayah ZEE Indonesia.
Di luar dugaan tindak pidana perikanan, Run Zeng 03 juga berpotensi terancam pidana karena terlibat aksi ilegal penyelundupan BBM ilegal dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kapal tersebut walau berbendera Rusia, namun dimiliki oleh perusahaan China.
IOJI mendesak agar KKP bersama Pemerintah Indonesia harus segera melakukan investigasi mendalam terhadap Run Zeng 03, agar penegakan hukum bisa dilakukan tidak hanya kepada pelaku lapangan saja. Namun juga kepada pemilik dan penerima manfaat (beneficial owner) dari kapal itu.
Agar proses investigasi berjalan, PSDKP KKP perlu mengamankan seluruh dokumen fisik dan perangkat elektronik di atas kapal Run Zeng 03. Termasuk komputer pada anjungan kapal, laptop, ponsel seluruh AKP, dan melakukan digital forensic terhadap seluruh perangkat elektronik tersebut.
PSDKP KKP juga perlu mengambil keterangan dari seluruh AKP di Run Zeng 03, termasuk nakhoda dan kepala kamar mesin.
Baca juga : Nasib Buruk Awak Kapal Perikanan di Kapal Perikanan Asing
Informasi Penting
Di sisi lain, saat melakukan penyelidikan dan penyidikan, ada sejumlah jenis informasi penting yang harus ditelusuri oleh tim penegak hukum. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Program Keamanan Maritim dan Akses ke Keadilan IOJI Januar Dwi Putra.
Beberapa informasi itu, mencakup afiliasi kapal dengan PT Komira dan pihak lainnya di Indonesia, data terkait kepemilikan Run Zeng 03, data terkait keabsahan pendaftaran kapal pada The Russian Open Register of Ships (RORS), proses perekrutan AKP WNI, informasi terkait perjanjian kerja dengan AKP WNI, dan dugaan tindak pidana lainnya yang dilakukan Run Zeng 03.
Sementara, untuk menindak aksi TPPO, khususnya terhadap AKP berstatus WNI pada Run Zheng 03, PSDKP KKP dinilai perlu berkoordinasi dengan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak dan TPPO Bareskrim POLRI.
Selain di dalam negeri, instrumen dan jaringan kerja sama internasional juga perlu dimanfaatkan oleh oleh PSDKP KKP dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, seperti Multinational Investigative Support Team (MIST) dan INTERPOL Regional Investigative and Analytical Case Meeting (RIACM).
Kemudian, untuk membantu proses pengejaran Run Zheng 05, PSDKP KKP bisa meminta INTERPOL, melalui Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) POLRI, untuk menerbitkan purple notice terhadap kapal tersebut.
“Pemanfaatan instrumen dan jaringan internasional ini penting, khususnya untuk mendapatkan informasi mengenai beneficial owner Run Zeng 03 dan melacak keberadaan Run Zeng 05,” terangnya.
Menurut Januar, untuk menangkap Run Zheng 05 yang masih dalam pengejaran saat ini, perlu juga dijalin kerja sama internasional. Terutama dengan negara-negara yang berbatasan dengan Laut Arafura, seperti Australia, dan Papua Nugini.
Adapun, bentuk kerja sama yang bisa dipilih, adalah melalui pertukaran data dan informasi secara real time tentang keberadaan Run Zeng 05. Cara tersebut, diyakini akan efektif untuk menangani kejahatan kriminal perikanan terorganisir dan memastikan laut yang aman dan sehat.
Baca juga : Benarkah Penegakan Hukum Tindak Pidana Perdagangan Orang Masih Lemah?
Terpisah, Peneliti DFW Indonesia Miftahul Choir menjelaskan bahwa penangkapan Run Zheng 03 diyakini akan membantu Indonesia untuk mengungkap rahasia atas operasional KIA berukuran besar di perairan Indonesia.
Diakuinya, sejak KM Mitra Usaha Semesta tertangkap, DFW Indonesia mendorong agar kasus tersebut bisa diungkap hingga tuntas, termasuk dengan mencari siapa aktor atau pihak yang menjamin dan membiarkan kedua KIA tersebut agar bisa beroperasi di laut Indonesia tanpa izin.
Setelah Run Zheng 03 tertangkap, maka tugas aparat dan penegak hukum adalah melakukan aksi serupa kepada Run Zheng 05 yang masih buron hingga sekarang. Jika bisa tertangkap, maka AKP WNI di kedua kapal bisa diselamatkan dan dipulangkan ke keluarganya masing-masing.
“Saat ini diperkirakan masih ada 15 orang AKP Indonesia yang berada di atas kapal KM Run Zeng 05 yang belum diketahui keberadaannya, tapi diduga telah melarikan diri ke perairan Papua Nugini,” sebut dia.
Peneliti DFW Indonesia lainnya, Siti Wahyatun menjelaskan lebih lanjut bahwa pihaknya bersama Nasional Fisher Center (NFC) sudah menerima laporan dugaan pelanggaran hak-hak normatif yang dialami AKP Indonesia di atas KM Mitra Utama Semesta.
Menurutnya, dari laporan yang masuk, ada pelanggaran ketenagakerjaan, yaitu makanan dan minuman tidak layak, fasilitas keselamatan buruk, tidak ada kontrak kerja atau perjanjian kerja laut (PKL), dan bekerja 16 jam dalam sehari.
Berdasarkan laporan yang masuk tersebut, NFC dan DFW Indonesia menganalisis bahwa dugaan praktik TPPO semakin menguat terjadi di atas kapal, termasuk Mitra Utama Semesta, Run Zheng 03, dan Run Zheng 05.
“Saat ini, masih ada sekitar 18 ABK Perikanan berkewarganegaraan Indonesia yang belum kembali dan diduga masih berada di atas kapal KM Run Zeng 05,” tuturnya.
Bongkar Jaringan
Untuk itu, DFW Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia untuk membongkar jaringan, baik nasional maupun internasional, yang terafiliasi dengan ketiga kapal tersebut yang sudah melakukan transshipment, pengangkutan BBM Ilegal di perairan Indonesia, kerja paksa dan TPPO kepada AKP Indonesia.
Selain itu, ketiga kapal juga terbukti sudah melakukan praktik penangkapan ikan dengan cara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak sesuai aturan (IUUF). Semua praktik tersebut tidak hanya melanggar aturan di Indonesia, namun juga aturan internasional.
Agar praktik serupa tidak lagi terjadi dengan melibatkan KIA, Pemerintah Indonesia harus melakukan koordinasi dan menjalin kerja sama antar lembaga terkait. Tujuannya, untuk menindak aktor intelektual di balik berbagai dugaan tindak pidana, dan memperketat pengawasan di perairan Indonesia.
Mengingat kejahatan perikanan yang terjadi pada kasus ini tidak tunggal dan ditemukan adanya pidana lain, DFW Indonesia mengusulkan agar Menteri Kelautan dan Perikanan membentuk tim terpadu atau satuan tugas khusus untuk menangani dan mengawal kasus ini.
Adapun, aparat penegak hukum yang dilibatkan berasal dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, TNI AL, Bakamla, PSDKP-KKP, dan Mahkamah Agung. Selain itu, perlu juga menjalin koordinasi dengan otoritas perikanan dan keamanan regional dan internasional untuk mendapatkan data, informasi dan status operasi Run Zeng 03 dan Run Zeng 05. (***)
Intrusi Kapal Ikan Asing ke Perairan Indonesia Semakin Berani