- Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, banjir setinggi satu meter, 25 Mei lalu. Hujan deras turun ditambah air luapan Sungai Cisadane menyebabkan ribuan rumah terdampak.
- Warga menuding proyek pembangunan kawasan premium Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 menyebabkan daerah aliran sungai (DAS) rusak hingga banjir makin parah. DAS Cisadane menuju hilir berantakan, hutan mangrove sebagai perisai alami pun hilang.
- Desa Tanjung Burung, bersebelahan dengan proyek pembangunan perumahan mewah PIK 2. Antara perumahan mewah dan pemukiman warga desa tersekat pagar beton setinggi sekitar empat meter.
- Muhammad Guntur, pegiat hutan Mangrove Desa Tanjung Burung, mengatakan, hutan mangrove tergusur membuat wilayah itu lebih berisiko abrasi dan banjir rob. Kala pasang air laut masuk ke sungai dan meluap ke pemukiman.
Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, banjir setinggi satu meter, 25 Mei lalu. Hujan deras turun ditambah air luapan Sungai Cisadane menyebabkan ribuan rumah terdampak.
Hujan mengguyur sejak Jumat (24/5/24) malam sampai Sabtu, (25/5/24) pagi. Sungai Cisadane pun tak sanggup menampung air dan meluap ke pemukiman. Sebenarnya, ada tanggul terbangun, tetapi tak mampu menahan terjangan banjir.
Warga menuding proyek pembangunan kawasan premium Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 menyebabkan daerah aliran sungai (DAS) rusak hingga banjir makin parah. DAS Cisadane menuju hilir berantakan, hutan mangrove sebagai perisai alami pun hilang.
“Karena ada pengurukan. Udah dari dua tahun lalu,” kata Sina, warga Tanjung Burung kepada Mongabay.
Pengakuan warga, banjir besar jarang terjadi sebelum komplek pemukiman yang mendapat label ‘proyek strategis nasional’ (PSN) itu mengekspansi kawasan.
Pantauan Mongabay, Desa Tanjung Burung hampir rata alami banjir dengan tinggi bervariasi sampai satu meter, kecuali area PIK. Mobilitas warga terganggu, karena akses jalan terendam. Untuk berlalu-lalang mereka terpaksa menerjang banjir dengan berjalan kaki, ada pula yang pakai perahu karet dari tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tangerang.
Banyak kendaraan terendam banjir karena tak sempat dipindahkan. Listrik juga dipadamkan untuk mengindari hal-hal tak diinginkan. Sebagian warga memilih mengungsi, ada juga yang bertahan di rumah masing-masing. Tempat pengungsian ada di kantor desa dan mesjid.
Banjir juga melumpuhkan perekonomian masyarakat. Nelayan bekerja tak bisa melaut, warung-warung tutup. Lahan tani pun rusak, peternakan juga alami gangguan karena banjir. Harta benda warga juga banyak rusak karena terendam.
Sina mengatakan, banjir besar sering terjadi sejak ada pembangunan proyek pemukiman mewah. Banjir makin parah dengan luapan Cisadane.
“Sebelum ada pengurukan banjir terjadi karena kiriman air dari Bogor. Sekarang sering banjir, setiap hujan pasti banjir,” ucap perempuan paruh baya ini.
Banjir ini membuat masyarakat menderita. Harta benda rusak. Selama ini, katanya, tidak ada tanggung jawab dari pemerintah maupun pengembang.
“Mudah-mudahan ke depan ada solusinya. Bisa mah kali di tanggul. Terus jalan air juga lancar aturannya, ada saluran pembuangan lebih baik.”
Desa Tanjung Burung, bersebelahan dengan proyek pembangunan perumahan mewah PIK 2. Antara perumahan mewah dan pemukiman warga desa tersekat pagar beton setinggi sekitar empat meter.
Bila dari atas, nampak betul ketimpangan, antara perumahan mewah yang tertata dengan pemukiman Desa Tanjung Burung. Perumahan tidak tersentuh banjir. Berbeda dengan Desa Tanjung Burung, banjir sampai satu meter.
Rina, warga lain menyatakan, sebelum ada proyek pemukiman itu, banjir besar jarang sekali terjadi. Dulu, katanya, masih banyak tempat air seperti sawah dan empang tetapi kini makin terbatas.
“Gara-gara itu begituan, tuh proyek, itu bangunan. Tadinya bisa dari sono (lintasan air), bisa ke empang, ke sawah, kalau sekarang udah diurug semua gak ada jalan, udah gak ada pintu,” katanya.
Perempuan 65 tahun ini pun tak bisa berbuat banyak. Dia hanya pasrah meratapi nasib yang kian terpuruk karena banjir. Menurut Rina, perhatian pemerintah juga minim.
Senada disampaikan Sukirni, warga Tanjung Burung. Dia mengatakan, banjir besar biasa setiap lima tahun sekali, setelah ada pembangunan perumahan mewah, bisa empat kali dalam setahun.
“Ya air meluap, sekarang kan resapan [air] juga sudah berkurang, ada pembangunan ini, saluran terbatas juga (air langsung ke laut). Kalau dulu kan masih empang, sawah, jadi air bisa tertampung ke sana.”
Dia pun memprediksi, banjir kali ini akan surut dalam satu minggu kalau tak ada air kiriman dari hulu.
“Ini dataran lebih rendah, kira-kira setengah meter lebih rendah,” katanya.
Rani tak habis pikir, di masa senjanya harus bergelut dengan banjir. Air masuk ke dalam rumahnya.
“Itu tempat tidur pada ngambang, kasur udah kayak perahu.”
Dia bingung harus mengadu kepada siapa. Ingin melawan pun Rani merasa tak punya kekuatan.
“Kita rakyat kecil kan, masing-masing ada aparatnya, kalau nentang ya enggak ini, repot. Ya gak tau, bagaimana atuh ya, tinggal nasib aja banjir,” katanya.
Mau pindah pun dia tak punya lahan di tempat lain. “Mau pindah kemana? Tempatnya ini doang, kalau orang kaya mah punya tempat lagi, kalau orang gak punya ya gini,” katanya.
Idris Efendi, Kepala Desa (Kades) Tanjung Burung terlihat tengah memantau wilayah terdampak banjir bersama rombongan Babinkamtibmas dan Babinsa maupun perangkat desa lain.
Dia membantah banjir karena proyek PIK 2. Menurut dia, banjir itu karena hujan deras dan air kiriman hulu.
“Kalau pembangunan [PIK 2] di banjir kali ini, gak begitu signifikan, karena ini aliran sungai. Asli ini bener dari sungai banyakan. Kalau kita lihat ini sungai meluap,” kata Idris.
Desa Tanjung Burung berada di hilir Sungai Cisadane hingga rawan banjir. Volume air melimpah dari hulu tak dapat tertampung di hilir hingga air meluap ke pemukiman sebelum bermuara ke laut. Belum lagi sampah-sampah yang hanyut.
Untuk menanggulangi banjir di Tanjung Burung, katanya, harus bangun turab hingga air sungai langsung ke laut dan tidak meluap ke pemukiman. Dengan pompa pun, katanya, sulit dilakukan.
Idris mengatakan, membantu warga, mereka menyediakan dapur umum dan posko banjir.
Selain sawah dan empang susut, proyek PIK 2 itu juga mengubah puluhan hektar kawasan mangrove di Desa Tanjung Burung.
Mongabay mengkonfirmasi PIK 2, namun sampai berita ini terbit tak juga mendapat tanggapan. Fionna Chrysanti, Head of Public Relations Department Agung Sedayu Group dan Dellon, selaku Senior Marketing In-House Agung Sedayu Group PIK 2 tak merespon.
Luapan Cisadane dan banjir rob, evaluasi PSN
Muhammad Guntur, pegiat hutan Mangrove Desa Tanjung Burung, mengatakan, hutan mangrove tergusur membuat wilayah itu lebih berisiko abrasi dan banjir rob. Kala pasang air laut masuk ke sungai dan meluap ke pemukiman.
“Lebih gersang, angin juga lebih kencang. Kalau banjir bisa jadi karena ada sebagian pantai terurug, jadi konsentrasi di air rob juga masuk ke muara Cisadane. Penahan, mangrove tidak ada lagi. Sekarang itu kan urugan (timbunan).”
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tangerang, banjir menerjang 1.070 rumah, warga terdampak mencapai 2.998 jiwa dari 1.333 keluarga. Ketinggian banjir mulai 10-100 centimeter.
“Akibat luapan air Kali Cisadane dan banjir rob air laut pasang pada pagi hari pukul 06:00 yang menyebabkan air masuk ke pemukiman warga,” tulis laporan BPBD Tangerang.
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Nasional mengatakan, karateker PSN di Indonesia rata-rata rakus lahan. Ekspansi lahan mulai dari darat sampai reklamasi laut.
“Karena rakus lahan maka mendorong dan mempercepat bencana ekologis,” katanya kepada Mongabay.
Dia lantas mencontohkan proyek penambangan andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Ketika tambang mulai beroperasi pemukiman warga sekitar banjir. Belum lagi konflik pada PSN, seperti di Rempang.
Dia meminta pemerintah segera audit lingkungan dan sosial terhadap semua PSN termasuk pemukiman mewah PIK 2.
“Di audit secara lingkungan dan sosial karena selama ini kalau dari pengamatan kami PSN ini rakus lahan dan memicu bencana ekologis juga dalam banyak hal memicu konflik,” katanya.
PIK 2 baru ditetapkan sebagai PSN oleh Presiden Joko Widodo pada 2024. Parid pun mempertanyakan alasan pemerintah yang tiba-tiba menetapkan PIK 2 sebagai PSN. Proyek ini membawa dampak buruk bagi lingkungan dan sosial di pesisir Tangerang.
“Orang di Indonesia gak tau apa sih syarat kriteria sebuah proyek itu ditetapkan menjadi PSN, dan strategis untuk siapa?”
Audit lingkungan dan sosial perlu ada. Apalagi, wilayah pesisir memiliki kerentanan. Bila melihat fakta di Desa Tanjung Burung, ketika proyek jalan, desa kerap banjir.
“Kalau enggak [evaluasi] akan terus terjadi perluasan bencana ekologis,, seperti banjir, itu akan merugikan masyarakat luas,” katanya.
Pemerintah, katanya, harus bertanggung jawab atas apa yang dialami masyarakat Desa Tanjung Burung. Begitu juga dengan pengembang, harus ada tanggung jawab sosial dan lingkungan.
“Prinsip bisnis yang bener itu bukan hanya mencari keuntungan, apalagi sekarang di dunia internasional dikembangkan prinsip pertanggungjawaban sosial dan lingkungan.”
Dalam dunia bisnis internasional, setidaknya ada tiga hal harus dilakukan, yakni, perlindungan lingkungan hidup, perlindungan HAM dan publikasi iklim.
“Ini harus dipastikan, kalau perluasan ekspansi bisnis akan berdampak buruk bagi lingkungan hidup maka harus di evaluasi bahkan dihentikan.”
********
Kala Hutan Mangrove Pesisir Tangerang Terbabat jadi Pemukiman Mewah