- Perairan di Indonesia Timur menjadi tempat paling nyaman bagi banyak spesies laut yang unik dan langka di dunia. Salah satunya, Pari Manta karang yang habitatnya ada di sekitar Bentang Laut Kepala Burung di Provinsi Papua Barat Daya
- Ada tiga spesies Pari Manta di dunia, yaitu Pari Manta hynei yang sudah punah, Pari Manta oseanik dan Pari Manta karang dengan perairan Indonesia sebagai habitat terbesar di dunia. Sayangnya, IUCN menyatakan kedua spesies tersisa dalam kondisi genting dan rentan punah
- Berbagai upaya sudah dilakukan banyak pihak, untuk menyelamatkan Pari Manta yang tersisa di dunia. Salah satunya, oleh Edy Setyawan, peneliti sekaligus Ahli Ekologi Kelautan dari Indonesia yang melakukan riset tentang Pari Manta karang di Perairan Raja Ampat, Papua Barat Daya, selama lima tahun dari 2016 sampai 2021
- Hasil riset itu merekomendasikan penyempurnaan dan integrasi strategi pengelolaan konservasi Pari Manta di Perairan Raja Ampat yang telah ditetapkan sebagai lokasi pengasuhan Pari Manta pertama di dunia dan mendapatkan penghargaan bergengsi Blue Park oleh PBB
Wujudnya terlihat raksasa di dalam air. Panjangnya bisa mencapai sembilan meter, dengan diameter sekitar tujuh meter. Saat mencapai usia dewasa, beratnya bisa mencapai sekitar tiga ton.
Dialah Pari Manta. Hewan yang wujudnya mirip seperti layang-layang. Meski terlihat raksasa, namun biota laut tersebut adalah ikan. Ukuran berat dan panjangnya hanya bisa dikalahkan oleh sesama ikan raksasa, Hiu Paus (Rhincodon typus).
Pari Manta memiliki tiga spesies, dengan dua bisa ditemukan di Indonesia. Satu spesies sudah dinyatakan punah, yaitu Pari Manta hynei (Mobula hynei). Sementara dua spesies tersisa, adalah Pari Manta oseanik (Mobula birostris) dan Pari Manta karang (Mobula alfredi)
Sayangnya, sejak 2022 Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) resmi menempatkan Pari Manta oseanik ke dalam kelompok spesies genting atau endangered species. Status itu disematkan, karena ikan tersebut dari hari ke hari semakin terancam punah diakibatkan berbagai sebab.
Sedangkan, Pari Manta karang sejak 2022 dimasukkan ke dalam kelompok spesies rentan (vulnerable) oleh IUCN, yaitu status konservasi kepada spesies yang akan menjadi terancam kecuali jika penanganan keselamatan dan reproduksinya baik. Jika tidak, kepunahan akan terjadi.
Pari Manta di Perairan Raja Ampat
Sebaran Pari Manta di seluruh dunia ada di perairan tropis dan beriklim sedang. Di Indonesia, Pari Manta bisa dijumpai di perairan seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat.
Dari semua perairan itu, Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat Daya tercatat menjadi wilayah perairan dengan populasi Pari Manta terbanyak di Indonesia. Pada 2016, sedikitnya terdapat 500 ekor yang sudah teridentifikasi, terdiri dari 400 Pari Manta jenis karang dan 100 ekor jenis oseanik.
Dari semua Manta yang ada di Raja Ampat, hampir semuanya berkumpul di Laguna Wayag yang menjadi titik pertemuan dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Istimewanya lagi, hanya di Raja Ampat dua jenis Pari Manta bisa hidup bersamaan.
Baca : Uniknya Pari Manta, Ikan Raksasa tapi Jinak
Ahli Ekologi Kelautan Edy Setyawan merasa terpanggil untuk melakukan riset tentang Pari Manta, karena spesies tersebut semakin terancam oleh kepunahan di alam. Selama lima tahun, sejak 2016 hingga 2021, dia melakukan riset terhadap Pari Manta karang di perairan Raja Ampat.
Selain Edy, tim penelitian juga melibatkan Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Dinas (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi di perairan Kepulauan Raja Ampat, Konservasi Indonesia, Conservation International, Macquarie University (Australia), dan University of Auckland (Selandia Baru), seperti disebutkan dalam keterangan resmi dari Konservasi Indonesia, beberapa waktu yang lalu.
Pria yang menyelesaikan jenjang S3 pada awal April 2024 itu, mempublikasikan hasil risetnya pada pekan kedua Mei 2024. Dua publikasi dibuat dalam bentuk tulisan menarik yang untuk masyarakat umum, dan satu lagi dibuat dalam bentuk tulisan ilmiah yang diterbitkan oleh The Royal Society Publishing.
Dia menyimpulkan bahwa Pari Manta karang cenderung tinggal di habitat masing-masing dengan bersimpun sebagai populasi-populasi lokal. “Mereka juga lebih menyukai aktivitas di dekat rumah,” ungkapnya.
Dia mengatakan, penemuan itu cukup mengagetkan, karena ikan tersebut masuk dalam kelompok megafauna laut dengan kemampuan berpindah lokasi hingga ratusan kilometer. Bahkan, rekor perpindahan Pari Manta karang paling jauh, bisa mencapai 1.150 kilometer di timur Australia.
Riset selama lima tahun yang dipimpin langsung oleh Edy, menjadi bagian dari penelitian disertasinya di University of Auckland, Selandia Baru, yang berjudul “Movement Ecology, Population Dynamics, and Conservation of Reef Manta Rays (Mobula alfredi) in Raja Ampat, Indonesia”.
Keberhasilan Edy melakukan riset bersama tim dari tiga negara, menjadi momen penting bagi para pemerhati megafauna seperti Pari Manta karang yang secara global saat ini berstatus rentan terhadap kepunahan seperti yang dirilis IUCN pada 2022.
“Riset kami juga dapat membantu pembuat kebijakan untuk memperkuat upaya perlindungannya di perairan Raja Ampat,” katanya.
Baca juga : Perairan TN Komodo, Rumah Bagi Pari Manta Karang yang Rentan Punah
Metapopulasi Pari Manta
Sebagai kawasan perairan yang banyak dihuni Pari Manta, Raja Ampat juga menjadi tempat berkumpulnya populasi-populasi lokal ikan tersebut. Banyaknya kelompok populasi tersebut, tak menjadikan Pari Manta karang di sana membentuk sebuah populasi besar. Tetapi, mereka membentuk metapopulasi, yaitu kumpulan populasi lokal dari satu spesies yang terpisah (di habitat yang berbeda), namun berada di kawasan geografis yang sama.
Dia menjelaskan bahwa pembentukan metapopulasi Pari Manta karang di Raja Ampat adalah karena individu-individu bergerak atau berpindah dari satu populasi lokal ke populasi lokal lain dengan cara melakukan migrasi atau persebaran.
Berdasarkan pengamatan tim, individu-individu Pari Manta karang yang bermigrasi biasanya kembali ke daerah asalnya, dan acap berlangsung secara musiman. Sementara itu, mereka yang menyebar biasanya tidak kembali ke daerah asalnya.
“Pola pergerakan ini membuat percampuran individu antarpopulasi lokal lebih sedikit terjadi dibandingkan percampuran individu dalam suatu populasi lokal,” paparnya.
Penemuan metapopulasi tersebut tidak sengaja, karena terjadi saat tim melakukan deteksi keberadaan dan menelusuri pola pergerakan Pari Manta karang selama lima tahun melalui pelacakan bioakustik, yaitu perangkat dengan cara kerja yang mirip mesin presensi di kantor.
Melalui pelacakan tersebut, kemudian tim melakukan kombinasi hasil temuan dengan analisis jaringan untuk membangun jejaring pergerakan Pari Manta karang yang terdiri dari simpul dan tautan. Simpul mewakili area penting seperti stasiun pembersihan dan area makan, sedangkan tautan mewakili perpindahan antararea penting tersebut.
Keunikan lain, dari hasil riset yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa setiap populasi lokal memiliki perbedaan merujuk pada masing-masing demografis. Selama lima tahun riset, Februari 2024 ada kesimpulan bahwa perairan Misool menjadi habitat bagi 640 individu, perairan pulau Waigeio dengan 1.250 individu, dan perairan atol Ayau dengan 50 individu.
“Fakta lainnya, populasi pari manta karang di Misool dan Selat Dampier di selatan pulau Waigeo juga memiliki laju pertumbuhan yang berbeda,” terangnya.
Baca juga : Miris.. Video Pari Manta Makan Sampah Plastik Ini Viral
Sebaran Habitat Pari Manta
Merujuk pada hasil riset selama lima tahun, Edy Setyawan berani menyimpulkan kalau sebaran habitat Pari Manta karang ada di tiga wilayah berbeda, yaitu ekosistem atol Ayau di bagian utara, ekosistem terumbu karang yang luas di sekitar pulau Waigeo dan di bagian barat laut, serta ekosistem terumbu karang di tenggara pulau Misool di bagian selatan perairan Raja Ampat.
Tak hanya itu, riset juga menjelaskan bahwa luasan habitat yang dihuni oleh setiap populasi lokal memiliki perbedaan. Atol Ayau di utara perairan Raja Ampat memiliki luas paling kecil, sementara di sekitar pulau Waigeo dan selat Dampier menjadi habitat paling luas.
Setiap habitat diketahui memiliki area penting seperti stasiun pembersihan tubuh dan area makan. Saat Pari Manta karang ada di dalam satu habitat, setiap individu sering berpindah-pindah dari satu area ke area lainnya yang berjarak relatif dekat. Mereka hanya sesekali melakukan perjalanan jarak jauh ke area-area serupa di habitat lain di Raja Ampat.
Walau bisa melakukan perpindahan dengan jarak jauh, namun tim berhasil mendeteksi Pari Manta karang justru jarang melakukan perjalanan jauh. Dia menduga kalau itu terjadi karena adanya pembatas alami, yang menghalangi ikan tersebut bermigrasi antarhabitat.
Pembatasan alami yang dimaksud, adalah laut dalam dengan kedalaman lebih dari 1.000 m di bawah permukaan laut yang berlokasi antara atol Ayau dan pulau Waigeo, serta laut dengan kedalaman 800-900 m yang lokasinya ada di antara Misool dan Kofiau.
“Bagi Pari Manta karang, pergerakan di laut dalam lebih berisiko karena mereka dapat dimangsa predator alami seperti paus seguni atau Orcinus orca, atupun hiu-hiu besar yang sering terdapat di laut lepas dan dalam,” paparnya.
Faktor berikutnya kenapa Pari Manta karang jarang berenang jauh, adalah ketersediaan sumber daya yang cukup di setiap habitat, mencakup makanan dan stasiun pembersihan. Berdasarkan riset selama lima tahun, tim mengidentifikasi di setiap habitat yang dihuni populas lokal Pari Manta karang di Raja Ampat, terdapat puluhan area makan dan stasiun pembersihan.
Baca juga : Ini Cerita Sukses Konservasi Pari Manta di Flores Timur
Kawasan Konservasi Pari Manta
Melihat hasil penelitian yang dilakukan tim dari tiga negara, Edy Setyawan menilai bahwa kebijakan dan upaya konservasi sudah menghasilkan kenaikan populasi Pari Manta karang di Raja Ampat. Tetapi, terus meningkatnya aktivitas manusia, akan terus mendorong upaya pelestarian terhadap Pari Manta.
“Karena itu, konservasi pari manta karang memerlukan pendekatan yang lebih efektif dan tepat sasaran,” urainya.
Selain itu, perlu diluruskan bahwa Pari Manta karang di Raja Ampat tidak hanya populasi tunggal, namun juga metapopulasi yang terdiri dari tiga populasi lokal. Pengelolaannya pun, mutlak dilakukan pembuatan dan penerapan tiga unit pengelolaan, agar bisa fokus kepada setiap populasi lokal.
Di lain sisi, upaya konservasi juga harus fokus pada area krusial yang biasa menjadi tempat beragam aktivitas Pari Manta karang. Area tersebut bernama Eagle Rock yang terletak di sebelah barat Waigeo. Sebagai area penting, area tersebut belum masuk kawasan perlindungan.
Menurutnya, perlindungan bisa dilakukan melalui perluasan jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) Raja Ampat hingga ke Eagle Rock. Perlindungan Eagle Rock krusial, karena itu adalah koridor migrasi yang menghubungkan antar area penting maupun antarhabitat, baik yang terletak di KKP Misool Timur Selatan, KKP Selat Dampier, KKP Raja Ampat, dan KKP Waigeo Barat.
“Alasan lainnya yang tak kalah penting adalah, ancaman di area ini meningkat akibat aktivitas pertambangan nikel di pulau Kawe,” tambahnya.
Edy menyebut kalau rekomendasi tersebut sudah disampaikan kepada otoritas pengelola kawasan konservasi perairan di Kepulauan Raja Ampat. Hasil riset juga akan didiskusikan lebih jauh dalam lokakarya pengelolaan pari manta di Raja Ampat pada pertengahan tahun ini.
Selain menemukan pola pergerakan, jejaring area dan habitat penting dari Pari Manta karang di Raja Ampat, hasil riset juga membuka peluang untuk riset-riset lanjutan di masa depan, termasuk menggunakan pendekatan genetik dan pelacakan satelit.
Riset-riset yang sudah dilakukan seperti yang dilakukan Edy dan tim diharapkan bisa membantu untuk memahami lebih dalam dan rinci tentang struktur populasi, daya jelajah, dan sebaran Pari Manta karang di Raja Ampat. Itu berguna untuk meningkatkan strategi pengelolaan dan konservasi.
Dia berharap, hasil riset terbaru itu bisa membuka jalan untuk peluang penelitian di masa depan, termasuk studi genetik dan telemetri satelit, yang bertujuan untuk memahami lebih dalam dan rinci tentang struktur populasi, daya jelajah, dan sebaran pari manta karang.
“Itu untuk meningkatkan strategi pengelolaan dan konservasi jenis ikan yang menjadi ikon pariwisata di Raja Ampat,” pungkasnya.
Perlu dibaca : Perburuan atau Pariwisata? Pilihan Pengelolaan Ikan Pari Manta di Laut Sawu
Strategi Konservasi di Raja Ampat
Kepala BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat Syafri mengakui bahwa hasil riset tim dari tiga negara menjadi sangat penting untuk menyempurnakan upaya konservasi untuk spesies ikonik di Raja Ampat.
Semua rekomendasi hasil riset akan dipertimbangkan dan juga sekaligus melakukan kolaborasi dengan Kelompok Kerja (Pokja) Pari Manta yang ada di bawah BLUD UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat. Tujuannya, agar bisa dilakukan penyempurnaan dan integrasi ke dalam strategi pengelolaan Pari Manta.
Pembimbing studi doktoral Edy Setyawan sekaligus Vice President of Asia-Pacific Marine Programs Conservation International Mark Erdmann menyebut kalau hasil riset tersebut mendesak untuk dilakukan perluasan perlindungan Pari Manta karang.
“Studi ini juga menyoroti satu situs agregasi Pari Manta yang dikenal sebagai Eagle Rock, yang tidak jauh di selatan pulau Kawe, sebagai hub penting dalam jaringan pergerakan pari manta karang,” terangnya.
Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Iqbal Herwata, yang juga menjadi salah satu penulis dari penelitian ini menyebut hasil temuan pada penelitian ini dapat mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan Raja Ampat.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, tim merekomendasikan agar pengelola kawasan konservasi perairan di Raja Ampat mempertimbangkan untuk meningkatkan pendekatan mereka dalam pengelolaan metapopulasi Pari Manta karang di Raja Ampat.
“Caranya dengan menciptakan tiga unit pengelolaan yang masing-masing berfokus pada satu subpopulasi pari manta karang,” jelasnya.
Menarik dibaca : Tak Hanya Indah, Wayag di Raja Ampat Juga Favorit Pari Manta
Lokasi Pengasuhan Pari Manta Pertama di Dunia
Pada Juli 2022, Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat yang berada dalam Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) Papua, resmi mendapat penghargaan bergengsi Blue Park tingkat emas pada Konferensi Kelautan PBB di Lisbon, Portugal.
Pada momen tersebut, Raja Ampat diumumkan menjadi lokasi pengasuhan Pari Manta pertama di dunia yang terkonfirmasi berada di Laguna Wayag. Laguna itu berlokasi di Suaka Alam Perairan Waigeo sebelah barat, Kabupaten Raja Ampat dan sudah ditetapkan menjadi kawasan konservasi nasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun lalu juga menyatakan bahwa Wisata Pari Manta Indonesia berhasil menempati peringkat tiga dunia, dengan perkiraan pengeluaran wisatawan mendekati USD10,7 juta atau setara Rp165 miliar.
“Itu berdampak ekonomi langsung dengan nilai USD15 juta atau setara Rp230 miliar per tahun,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo. (***)