- Samar Kilang merupakan nama lain dari Kecamatan Syiah Utama di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur.
- Sebelum tahun 2020, Samar Kilang merupakan daerah terisolir. Jalan yang hancur menyebabkan waktu tempuh ke daerah ini lebih 10 jam, padahal dari Simpang Tiga Redelong, Ibu Kota Bener Meriah, ke Samar Kilang jaraknya hanya 70 k
- Sementara, untuk menjual hasil kebunan dan pertanian, warga memilih ke Lhoksukon, Ibu Kota Kabupaten Aceh Utara, karena lebih mudah diangkut menggunakan rakit, meski harus menyusuri Sungai Kala Meriah selama tiga hari.
- Dua tahun terakhir, dari Bener Meriah ke Samar Kilang sudah bisa dilalui kendaraan bermotor. Bila dulunya rakit digunakan sebagai alat transpotrasi, kini difungsikan sebagai ekowisata Rafting Bamboo yaitu melayani wisatawan yang ingin menyusuri Sungai Kala Meriah.
Samar Kilang merupakan nama lain dari Kecamatan Syiah Utama di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur.
Mata pencaharian masyarakat yang umumnya etnis Gayo ini adalah berkebun jagung, padi, pinang dan menanam pohon musiman seperti durian.
Sebelum tahun 2020, Samar Kilang merupakan daerah terisolir. Jalan yang hancur menyebabkan waktu tempuh ke daerah ini lebih 10 jam, padahal dari Simpang Tiga Redelong, Ibu Kota Bener Meriah, ke Samar Kilang jaraknya hanya 70 kilometer.
“Kami jalan kaki dari Samar Kilang ke Pondok Baru, kota terdekat,” kata Muhammad Syam atau kerap disapa Aman Tris, tokoh adat Samar Kilang, Kamis [16/5/2024].
Sementara, untuk menjual hasil kebunan dan pertanian, warga memilih ke Lhoksukon, Ibu Kota Kabupaten Aceh Utara, karena lebih mudah diangkut.
“Kalau ke Pondok Baru, hasil pertanian harus dipikul. Sementara ke Lhoksukon, menggunakan rakit dengan menyusuri Sungai Kala Meriah butuh waktu tiga hari. Sungai Kala masuk Daerah Aliran Sungai Jambo Aye, berhulu di Linge, Kabupaten Aceh Tengah, dan bermuara ke Selat Malaka di Kabupaten Aceh Timur.”
Tahun 1990-an, rakit bambu merupakan alat transportasi utama warga Samar Kilang. Di rakit juga, dibawa perbekalan termasuk alat memasak.
“Bambu pilihan kami kumpulkan dari hutan kemudian kami rangkai dengan tali sabut kelapa atau ijuk. Agar hasil pertanian tidak basah, di rakit kami buat tempat khusus lebih tinggi,” paparnya.
Mantan Kepala Desa Kerlang ini juga mengatakan, masyarakat pernah mengkonsumsi gadung [Dioscorea hispida Dents] beberapa bulan karena dilanda kemarau.
“Kampung kami dikelilingi hutan lebat, tapi kami pernah kelaparan karena kemarau tahun 1970-an. Satu kecamatan di sini harus makan ubi hutan yang jika tidak benar mengolahnya membuat kita keracunan,” ujarnya.
Rakit daya tarik wisata
Dua tahun terakhir, dari Bener Meriah ke Samar Kilang sudah bisa dilalui kendaraan bermotor. Akses yang lebih mudah ini membuat wisatawan lokal berdatangan untuk menikmati keasrian hutan dan sungai yang airnya jernih.
Alif Mudin [27], warga Samar Kilang, memiliki ide mengembangkan wisata jelajah sungai menggunakan rakit di Sungai Kala Meriah.
“Di rakit kami siapkan tempat duduk,” ujarnya, Minggu [19/5/2024].
Rafting Bamboo yang dikelola Alif bersama anak muda Samar Kilang, selalu ada setiap akhir pekan atau hari libur.
“Kami manjakan tamu dengan uji adrenalin dan pemandangan sungai yang indah. Kami juga berikan pilihan jarak tempuh.”
Untuk keamanan, para pengunjung diwajibkan memakai pelampung dan helm dan diberikan arahan terkait keselamatan.
“Setiap rakit berisi 2-3 tamu dengan 1 pemandu. Selain itu, ada satu rakit berisi tim kami yang bertugas menjaga keselamatan tamu.”
Selesai menyusuri sungai, pengunjung disuguhi minuman dan makanan khas Samar Kilang.
“Tamu bisa menikmati cendol yang dibuat dari buah ubi hutan atau janeng oleh ibu-ibu Samar Kilang,” ujarnya.
Katahati Institute merupakan lembaga swadaya masyarakat di Aceh yang sejak 2020 telah mendampingi warga Samar Kilang. Khususnya, perempuan dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu menjadi produk bernilai ekonomi.
“Kami juga mendukung kegiatan anak-anak muda Samar Kilang yang ingin mengembangkan ekowisata atau memanfaatkan hasil hutan bukan kayu,” ujar Koordinator Komunikasi dan Media Katahati Institute, Cut Qorry Dalila, Sabtu [1/6/2024].
Katahati terus mendorong masyarakat agar tidak lagi bergantung pada kegiatan yang merusak hutan.
“Adanya ekowisata, secara tidak langsung hutan terjaga dan masyarakat akan menjaga hutannya. Ekowisata sangat bergantung pada pengelolaan sungai dan hutan,” tuturnya.