- Masyarakat Adat Suku Balik dan Paser, yang masuk proyek Ibu Kota Negara Nusantara mulai meninggalkan kampung halaman mereka, seperti Pemaluan dan Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pemerintah Otorita Ibu Kota Nusantara—yang baru saja ketua dan wakil ketuanya mundur– meminta warga mengosongkan rumah dan tanah mereka karena masuk dalam delineasi mega proyek IKN.
- Saat masyarakat lokal diminta meninggalkan kampung halaman dan pontang panting mencari tempat baru karena ada IKN, Presiden Jokowi sibuk menawarkan tanah di IKN ke investor. Pada rapat terbatas di Istana Negara Maret lalu, Jokowi meminta secepatnya menetapkan status tanah di IKN untuk investor.
- Suhardi, warga Kampung Sabut Pemaluan, mengatakan, batas KIPP yang seharusnya pemerintah pindahkan bukan perkampungan yang dikosongkan. Dia menyayangkan sikap OIKN yang menutup kesempatan berdialog dengan warga tentang masa depan mereka di IKN. Dia berharap, ada alternatif lain selain menggusur warga dari IKN.
- Fathur Roziqin Fen, Direktur Walhi Kalimantan Timur berpendapat, perpindahan warga IKN meskipun melalui ganti rugi merupakan bentuk perampasan tanah yang disponsori sejumlah payung kebijakan.
Masyarakat Adat Suku Balik dan Paser, yang masuk proyek Ibu Kota Negara Nusantara mulai meninggalkan kampung halaman mereka, seperti Pemaluan dan Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pemerintah Otorita Ibu Kota Nusantara—yang baru saja ketua dan wakil ketuanya mundur– meminta warga mengosongkan rumah dan tanah mereka karena masuk dalam delineasi mega proyek IKN.
Alay, Ketua RT 6 Pemaluan, mengatakan, banyak warga pindah ke Kabupaten Paser, berjarak 130 km dari IKN setelah dapatkan ganti rugi atau kompensasi lahan dan bangunan. Kalau dari Desa Bumi Harapan, kata Alay, banyak lari ke Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Babulu, dan Waru, Kecamatan Penajam bahkan ada yang merencakan pindah ke Krayan, Kalimantan Timur.
Muhammad Suhardi, warga Kampung Sabut, Pemaluan mengatakan, sekitar 10 keluarga sudah keluar. Warga terdampak jalan tol sudah lebih dahulu pindah. Mereka mencari kontrakan karena batas waktu 14 hari dianggap waktu mepet.
Warga yang awal pergi adalah mereka yang mendapatkan ganti rugi lahan karena masuk dalam KIPP dan pembangunan jalan tol. Ratusan keluarga lain menyusul pindah.
“Saya melihat orang-orang ini pada sibuk mencari kontrakan,” katanya.
Beberapa warga menyebut masyarakat kelabakan mencari rumah kontrakan karena empat hari batas akhir baru diberi tahu oleh tim eksekusi lahan setelah pembayaran k0mpensasi. Karena itu, seorang warga dikabarkan luntang-lantung karena waktu sudah mepet, sementara belum mendapatkan rumah.
Di desa lain, Bumi Harapan, yang dulu disebut Kampung Sangai, sudah lima keluarga lebih dahulu hijrah dari kampung. Yati Dahlia, warga Bumi Harapan, yang sudah pindah adalah keluarga Suku Balik. “Tanahnya cuman dihargai sekapling saja. Untuk beli disini tidak mampu. Jadi, belinya yang jauh di sana yang masih mampu dia beli,” katanya kepada Mongabay, April lalu.
Gelombang perpindahan warga segera menyusul. Berjarak 3 kilometer dari proyek pembangunan pusat perkantoran Ibu Kota Negara di arah selatan, terdapat rumah milik Alay, warga Balik dan Paser di Kampung Sabut, Kelurahan Pemaluan.
Rumah berlantai 2 seluas 8×8 meter yang dibangun dengan jerih payah adalah satu dari 37 rumah di RT 6 yang diminta kosongkan oleh OIKN karena masuk dalam kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP).
Pada Februari lalu, Alay dan warga yang masuk dalam delineasi KIPP diminta berkumpul di kantor kelurahan. Pertemuan itu untuk menilai bangunan dan tanah milik mereka.
Alay bilang, hadir dalam kesempatan itu, tim appraisal penilai publik (KJPP). Namun, katanya, nilai penetapan tak seimbang dengan biaya yang dia pakai untuk membangun rumah. Khusus bangunan rumah ditaksir Rp260 juta. “Saya punya rumah habis Rp470 juta,” ucap Alay, pria yang bekerja sebagai petani sawit ini.
Dengan tanah seluas 10×30 dan bangunan rumah, Alay dijanjikan dapat Rp600 juta. Meski berat, dia harus menerima ketentuan itu karena tak ingin repot menyangga di pengadilan. OIKN pakai mekanisme, kalau warga menolak maka diminta menyangga ke pengadilan.
Sama seperti warga yang sudah lebih dahulu pindah, Alay tidak ingin bermukim di Kampung Sabut Pemaluan lagi. “Kalau seperti saya, tidak mau lagi disini, saya ke Long Ikis, Kabupaten Paser,” katanya.
Dia tak berminat lagi mencari tempat di dekat IKN karena harga terbilang mahal. “Saya mikirnya kalau membangun lagi, tidak sedikit biayanya.”
Apalagi, katanya, belum tentu aman dalam arti sewaktu-waktu pemerintah perlu lahan, maka akan dibongkar kembali.
Saat penilaian, katanya, warga dapat beberapa opsi. Pilihannya, relokasi, investasi, dan ganti rugi. Warga menilai, tawaran relokasi tak serius karena tidak ada informasi di mana mereka akan ditempatkan dan tidak ada gambar denah yang perlihatkan OIKN.
“Lebih baik (pindah) secara mandiri saja,” ujar Alay.
Apalagi soal investasi, mereka tidak mengerti sama sekali bentuk kerjasama seperti apa yang ingin dibangun pemerintah.
Tidak punya pilihan
Dalam deretan rumah pemukiman warga Suku Balik di Kampung Pemaluan, diklaim sebagai batas pengembangan IKN. Sejak awal, kawasan ini urat nadi kehidupan warga Balik. Di sana sumber kehidupan warga berdenyut. Kebun karet, tanam masa pendek, seperti sayur ada di sini. Areal ini masuk proyek pengembangan jalan tol IKN.
Jubain, Kepala Adat Suku Balik mengatakan, warga yang pindah karena tidak ada pilihan lain. “Warga terpaksa harus pindah, karena pemerintah membutuhkan lahan,” kata pria 56 tahun ini.
Dia katakan, lahan mereka di belakang pemukiman awalnya masuk dalam peta kawasan International Timber Coorporatiaon Indonesia (ITCI), perusahaan kayu seja 1970.
Belakangan beralih ke perusahaan ITCI Hutan Manunggal (ITCI-HM) “Di zaman itu mereka bikin peta, tanpa sepengetahuan orang tua-tua dulu, supaya kawasan mereka luas dan ada keperluan di dalamnya. Mungkin ada kayu dan segala macamnya.”
Kawasan itu ada pos, sebut Jubain, dijaga oleh keamanan negara, TNI. Kondisi seperti itu membuat warga tidak bisa berbuat apa-apa.
Dulu, sebelum IKN masuk, sebut Jubain, ITCI dan ITCI-HM tidak terlalu menyoal lahan di dekat perkampungan. “Yang mereka kejar itu di atas sana, yang masih banyak kayu ekspor, seperti meranti, kapur dan sebagainya,” katanya.
Kawasan yang diklaim perusahaan ini, katanya, sangatlah luas, sampai Kabupaten Kutai Barat. Bahkan di Sungai Jembayan, satu anak Sungai Mahakam di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, ada patok patok ITCI-HM. “Kawasan hutan (perusahaan) ini luas, jadi bagaimana caranya tidak ada perusahaan lain yang masuk di situ.”
Wilayah Masyarakat Adat Balik, katanya, masuk ITCI-HM lalu masuk delineasi IKN. “Itulah problemanya, karena menurut otorita IKN, tanah ini tanah negara karena perusahaan membayar pajak selama berpuluh tahun.”
Menurut Jubain, lahan dan kebun warga itu ada berbagai macam tanaman seperti karet dan sawit itu masuk dalam kawasan pengembangan IKN dan dan pusat pemerintahan IKN. Khusus di Kampung Pemaluan, katanya, ada enam rukun tetangga masuk kawasan KIPP RT 5 dan RT 6. Juga masuk kawasan pengembangan IKN atau ring 2 IKN.
Saat ini, Kampung Pemaluan mulai proyek pembukaan lahan akses jalan masuk untuk pembangunan jalan tol. Ia menghubungkan IKN dengan Kota Balikpapan dan Bandara Udara baru di Kelurahan Pantai Lango, dekat Teluk Balikpapan. Banyak tanah warga, termasuk lahan Jubain masuk dalam lintasan pembangunan jalan tol.
Dia bilang, hitung-hitungan dengan pemilik sah hanya ganti tanam tumbuh, sementara lahan tidak akan dibayarkan karena dianggap masuk delineasi IKN.
Akhir Desember 2023, pemerintah pengukuran dan penilaian tanaman di lahan warga. Jubain harus merelakan pohon karet sebanyak 650 tegakan, kayu kamelina 15 pohon, bambu 7 rumpun dan kayu sungkai 25 pohon. Beredar kabar tanaman seperti sawit yang sudah berbuah Rp1,4 juta setiap pohon. Nilai itu tidaklah seimbang dengan harga sawit yang bisa panen sepanjang tahun.
Persoalan yang mengemuka adalah lahan-lahan yang masuk dalam tanah areal penggunaan lain (APL) dinilai berbeda dengan lahan dalam konsesi. Lahan dalam konsesi perusahaan, pemerintah hanya hitung tanam tumbuh walau realitas tanah-tanah warga yang sudah turun temurun tetapi masuk izin ITCI-HM.
Jubain belum tahu akan berapa nilai tanamannya nanti. Pemerintah, hanya menghitung dan menilai tanam tumbuh, tentang penilaian tanah tidak muncul. “Tanah tidak ada dibicarakan mau ganti berapa,” katanya.
Dia bilang, pemerintah tidak hanya mengganti rugi, tetapi mengurus relokasi lahan pemukiman dan areal pertanian baru warga. Pemerintah, kata Jubain, membiarkan warga pindah ke mana saja yang mereka inginkan, yang penting tidak berada di dalam IKN. “Saya bayar, terserah mau ke mana kamu larinya” kata Jubain mengungkap logika keliru pemerintah.
Menurut dia, ihwal warga tercerai berai inilah yang menjadi persoalan. Seyogyanya, pemerintah paham kalau warga sudah hidup turun-temurun sebagai penduduk tempatan, tidak berpindah ke tempat lain.
Jubain katakan, harga bangunan dan tanah itu ditentukan sepihak oleh OIKN. Dia berharap, pemerintah memberikan kesempatan bagi warga dan menilai apakah dengan pembayaran OIKN bisa memberi kesempatan mereka mendapatkan lahan dan rumah baru di dekat KIPP.
Harusnya tak pindahkan warga
Berdasarkan Undang-undang Nomor 3/2022 tentang IKN menyebutkan, lahan daratan IKN seluas 256.142 hektar dan perairan laut seluas 68.189 hektar. Khusus areal KIPP seluas 6.596 hektar. Luasan itu ternyata terus bertambah karena proyek pembangunan Bandara Baru Seluas 360 hektar dan jalan tol juga massif ambil alih lahan di bagian Selatan IKN.
Suhardi, warga Kampung Sabut Pemaluan, mengatakan, batas KIPP yang seharusnya pemerintah pindahkan bukan perkampungan yang dikosongkan.
“Saya mau KIPP yang digeser karena ke atas itu masih luas ribuan hektar. Rumah kami bisa masih tetap di sini. Tidak harus lahan warga yang diambil,” ujar Suhardi.
Dia menyayangkan sikap OIKN yang menutup kesempatan berdialog dengan warga tentang masa depan mereka di IKN.
“Selama ini, warga tidak pernah diajak diskusi,” ujar Suhardi.
OIKN, katanya, hanya berdiskusi dengan pemerintah lokal seperti camat, lurah dan bupati. “Mereka tidak tahu apa-apa, pemerintah kerja di atas meja, tidak tahu apa yang terjadi di lapangan.”
Suhardi berharap, ada alternatif lain selain menggusur warga dari IKN. “Janganlah dipindah, karena warga juga mau menikmati adanya ibu kota.”
Jubain bilang, bukan warga tidak mau protes, tetapi setiap protes di spanduk, pasti tidak dibiarkan berlama-lama terpasang. Warga diminta pihak berwenang untuk mencopotnya.
Suhardi menilai, warga tidak diusir secara langsung, tetapi melalui mekanisme ganti rugi. “Pengusiran juga sih, ujung-ujungnya walupun tidak secara langsung, tapi secara halus.”
Fathur Roziqin Fen, Direktur Walhi Kalimantan Timur berpendapat, perpindahan warga IKN meskipun melalui ganti rugi merupakan bentuk perampasan tanah yang disponsori sejumlah payung kebijakan.
“Bertahan atau menentang dihadapkan pada risiko pahit, kriminalisasi,” katanya kepada Mongabay.
Konflik agraria sepanjang ada keberadaan konsesi ITCI-HM saja tak tuntas, tanpa sekarang IKN.
Tawarkan lahan IKN ke investor
Saat masyarakat lokal diminta meninggalkan kampung halaman dan pontang panting mencari tempat baru karena ada IKN, Presiden Jokowi sibuk menawarkan tanah di IKN ke investor. Pada rapat terbatas di Istana Negara Maret lalu, Jokowi meminta secepatnya menetapkan status tanah di IKN untuk investor.
Basuki Hadi Mulyono, Menteri Pekerjaan Umum, yang hadir dalam rapat itu, mengatakan, lahan di IKN dapat dibeli.
Sebulan kemudian, Presiden Jokowi meminta kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) segera membereskan lahan seluas 2.086 hektar yang dinilai bermasalah.
Antaranews melaporkan rapat terbatas di Istana Kepresidenan, April lalu, Jokowi meminta persoalan lahan menggunakan pendekatan yang baik dan tidak boleh ada masyarakat merugi dan jadi korban pembangunan IKN.
“Di sinilah kita ingin ada percepatan juga tidak boleh grusa grusu. Kita ingin semua tahapan dilakukan dengan baik, pendekatan humanis. Insya Allah, tidak menyisakan masalah di kemudian hari,” ucap AHY.
Sebelumnya, November 2023, pada acara Kompas 100 CEO Forum di IKN, Jokowi membujuk para pengusaha secepatnya membeli tanah di IKN yang dia sebut masih murah. “Ini saya mengajak bapak ibu semua, mumpung harga tanah masih murah,” ujar presiden seperti yang laporkan Kompas.
Presiden membandingkan harga tanah di Jakarta, Balikpapan dan IKN. Harga tanah di SCBD Jakarta, mungkin Rp200 juta, Menteng Rp150 juta, dan Balikpapan sudah Rp 15 Juta per meter persegi. “Di sini masih di bawah Rp 1 juta. Minggu depan sudah naik, Enggak (ini) bener, bener. Bulan depan sudah naik karena memang harga bergerak terus. Kalau peminat banyak masa dijual murah, ndaklah. Otorita pinter,” kata presiden.
Benar saja, beberapa bulan kemudian harga tanah yang disebut presiden itu terus mengerek naik. Dari penelusuran Mongabay harga tanah di sekitar IKN sudah Rp1 juta-Rp2 juta permeter pada April 2024. Sayangnya, OIKN tidak menggunakan perkembangan harga untuk menilai tanah warga di KIPP dan sekitar.
OIKN membeli tanah dari warga yang masuk dalam KIPP dan di luar KIPP dengan harga bervariasi. Ada Rp387.000 dan Rp120.000 April 2024 dan Rp70.000 akhir 2023.
Suhardi bilang , orang-orang dari luar diberi karpet merah masuk ke IKN, sementara masyarakat lokal yang sekian lama sudah mendiami kawasan itu tergusur keluar dari kampungnya di Sepaku.
“Pergantian. Warga disuruh pindah. Investor disuruh masuk di sini. Seakan kami ini dipinggirkan tidak dipedulikan…,” kata Suhardi.
******