- Turtle Conservation Community (TCC) Nipah adalah komunitas yang berjuang dalam upaya konservasi penyu di Pantai Nipah, Desa Malaka, Kabupaten Lombok Utara, NTB
- Daerah ini dulunya dikenal sebagai sumber penjualan telur penyu, daging penyu, dan aktivitas pengeboman ikan. Kini berkembang menjadi daerah wisata dengan kekhasan kuliner ikan bakar
- TCC Nipah telah menyelamatkan kurang lebih 30 ribu butir telur penyu dan belasan ribu tukik sudah dilepas. Berkat kegiatan ini, TCC Nipah masuk sebagai nominator penerima kalpataru kategori penyelamat lingkungan tahun 2024
- Pantai Nipah kini berkembang menjadi ekowisata bahari. Masyarakat lokal menikmati berkah pariwisata. Tapi ada rasa was-was ketika kawasan itu nantinya akan berubah menjadi kawasan hotel.
Tiga orang wisatawan mancanegara mengendap di kegelapan malam di Pantai Nipah, Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, pada pertengahan April lalu. Mereka membawa senter, tapi selalu diingatkan untuk mematikan lampu senter. Cahaya lampu dari sebagian warung di pesisir pantai itu cukup menerangi.
Mereka berbicara dengan berbisik-bisik dengan pemuda yang menemaninya malam itu, para relawan Turtle Conservation Community (TCC) Nipah. Sesekali berhenti, duduk istirahat, mengobrol tentang aktivitas TCC Nipah. Termasuk juga cerita-cerita perburuan telur penyu yang pernah para relawan lakukan.
Among, seorang relawan TCC Nipah melihat garis di pasir, memanjang dari arah batas air laut, mengarah ke daratan. Sambil berbisik, dia mengabari jika itu dipastikan penyu yang sedang naik ke daratan untuk bertelur.
Seperti seorang detektif, Among, mengendap layaknya detektif. Dia bergerak terlebih dahulu, memastikan keberadaan penyu dan penyu itu sudah selesai bertelur. Jangan sampai kedatangan mereka mengagetkan penyu yang sedang bertelur.
Among berhenti di sebuah titik yang terlihat acak yang terlihat bekas galian lubang, tapi jumlahnya lebih dari satu. Induk penyu memang sengaja melakukan itu untuk mengelabui predator agar tidak tahu di mana lokasi lubang bertelur yang sebenarnya.
“Ketika sampai induknya sudah pergi, kami bisa selamatkan telurnya sebanyak 102 butir,’’ katanya pada Mongabay Indonesia, pertengahan April lalu.
Penemuan telur penyu itu menjadi cerita tiga orang wisatawan asing itu. Keesokan harinya, pada malam hari datang lagi wisatawan asing dari Inggris yang juga ingin melihat penyu bertelur. Namun sayangnya mereka belum beruntung. Sepanjang malam itu mereka menelusuri garis Pantai Nipah, tapi tidak menemukan lubang bertelur penyu.
Baca : Polairud Polda NTB Gagalkan Penjualan 300 Kg Daging Penyu Hijau

Selama dua tahun terakhir, nama TCC Nipah semakin dikenal di kalangan wisatawan. Penyebabnya karena kemunculan dua ekor dugong yang mencari makan yang diketahui beberapa nelayan dan warga setempat di perairan Nipah pada 2023 lalu. Peristiwa itu menjadi ramai diberitakan karena bertahun-tahun sebelumnya dugong menghilang dari perairan itu. Sejak saat itu setiap akhir pekan, selalu ada orang datang menanyakan dugong.
Setelah kemunculan dugong itu, nelayan di Nipah kembali dikejutkan dengan kemunculan hiu paus. Awalnya mereka takut dengan satwa laut berukuran raksasa itu. Tapi melihat ikan itu terlihat jinak, para nelayan itu malah mendokumentasikan lebih dekat. Video itu menyebar, dan keesokan harinya ramai orang datang ke Nipah. Tepatnya di sekretariat TCC Nipah.
“Kalau dugong kami sudah mulai paham polanya. Kalau hiu paus itu baru pertama kali muncul. Apakah memang di sini pernah jadi habibatnya atau sekadar lewat,’’ kata Ketua TCC Nipah Fikri.
Peristiwa lainnya di akhir tahun 2023, tiba-tiba nama TCC Nipah muncul dalam publikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI sebagai salah satu nominator penerima kalpataru. TCC Nipah masuk sebagai nominator dalam kategori penyelamat. Terkejut, terharu, bangga bercampur menjadi satu. Tiba-tiba semua orang yang sebelumnya tidak dikenal datang ke TCC Nipah.
“Berkat itu juga semakin ramai orang ke sini. Kami senang karena banyak yang peduli dengan konservasi,’’ kata Fikri.
Pemburu Penyu dan Telur Penyu
TCC Nipah resmi berdiri 2018. Tapi jauh sebelum itu, sudah ada aktivitas konservasi yang dilakukan anak-anak muda Pantai Nipah. Sebelum ada TCC Nipah, kawasan Pantai Nipah ini dikenal sebagai daerah pendaratan penyu bertelur. Ketika musim bertelur, ratusan telur penyu dikumpulkan warga sekitar untuk dijual ke pasar atau ke warga. Harga telur penyu yang lebih mahal dibandingkan telur ayam membuat perburuan telur penyu semakin marak.
Jika sebelumnya hanya mengambil jika kebetulan bertemu langsung induk yang sedang bertelur, tapi belakangan warga secara khusus keliling malam hari untuk mencari telur penyu.
Baca juga : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)

Saat yang sama, geliat pariwisata di Pantai Nipah mulai berkembang. Pada tahun 2012 itu sudah mulai dikenal sebagai lokasi kuliner ikan, semakin lama semakin berkembang. Pada tahun 2015 sebagian besar garis Pantai Nipah sudah menjadi lokasi lapak kuliner ikan, begitu juga di pinggir jalan. Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pun mempromosikan Nipah sebagai pusat kuliner ikan bakar. Saat yang sama aktivitas berburu telur penyu tetap dilakukan.
“Kalau lama-lama diambil bisa habis, maka kami mulai untuk ikut mencari tapi kemudian buatkan penangkaran,’’ kata Fikri.
TCC kemudian terbentuk, salah satu program mereka mendekati warga yang mendapatkan telur penyu. Tidak mudah karena itu salah satu sumber pendapatan mereka. Salah satu strateginya membagi telur yang didapatkan, sebagian diambil warga, sebagian dipelihara TCC Nipah. Pola ini terus dilakukan selama dua tahun. Hasilnya, semakin banyak warga yang datang sukarela menyerahkan telur penyu ke TCC Nipah.
Selain mencari telur penyu, sebagian warga juga ada yang mencari daging penyu untuk dijual hingga ke Pulau Bali. Ketika masih remaja, Fikri pun pernah ikut mencari penyu untuk dijual. Tapi setelah mulai ramai pariwisata dan semakin banyak informasi, aktivitas perburuan penyu itu berhenti. Sementara perburuan telur penyu masih berlanjut hingga 2018.
“Memang lama prosesnya, untung banyak pihak yang membantu kami sehingga bisa seperti saat ini,’’ katanya.
Sampai saat ini, dalam catatan TCC Nipah kurang lebih 30 ribu butir telur penyu yang pernah dikumpulkan. Dari jumlah itu belasan ribu ekor tukik dilepas. Pelepasan tukik ini bukan semata menjadi aktivitas wisata, tapi rutin dilakukan oleh anggota TCC Nipah jika merasa tukik sudah siap dilepas.
Kegiatan konservasi penyu yang dilakukan TCC Nipah beriringan dengan aktivitas wisata di Pantai Nipah, yaitu snorkeling, bermain kano, berenang dan kuliner ikan bakar. Anggota TCC Nipah sebagian membuka usaha kuliner ikan bakar, ada juga penyewaan alat snorkeling. Termasuk juga jadi pemandu wisata sekitar Pantai Nipah dengan naik perahu. Anggota yang memiliki sertfikat selam menjadi pemandu selam.
Pada Oktober 2019, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara mengeluarkan SK penetapan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Penyu seluas 32,5 Ha di Pantai Nipah. TCC Nipah pun mulai berkembang. Mereka membangun bak penangkaran penyu yang sudah menetas. Bak penangkaran yang dulunya hanya berupa kolam semen sederhana, kini menjadi sebuah bangunan semi permanen, kolam yang semakin bagus.
Selain itu salah satu BUMN juga memberikan bantuan mesin penetasan telur penyu. Mesin itu lebih efektif dibandingkan dengan menetaskan di dalam pasir. Hanya saja butuh pemantauan rutin tiap saat dan membutuhkan listrik.
Baca juga : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Antara Kebutuhan Perut dan Mimpi Ekowisata (bagian 2)

Nominator Kalpataru 2024
Pengendali Ekosistem (PEH) Madya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB Kurnia Nur Afifah mengatakan, kelompok TCC Nipah ini bisa menjadi contoh baik kelompok konservasi. Selain aktif berkegiatan, TCC Nipah juga tertib administrasi. Mereka mengumpulkan bukti-bukti kegiatan, membuat laporan dengan tertib. Sehingga ketika dilakukan penilaian dari tim Kalpataru mereka memenuhi syarat sebagai salah satu nominator.
“Sebenarnya banyak yang kita usulkan tapi lemah di bukti lapangan itu,” kata Aifah yang dihubungi Mongabay, Senin (03/6/2024).
TCC Nipah ini yang sebagian besar anggotanya anak muda cukup aktif menyebarkan kampanye konservasi. Mereka juga mengikuti perkembangan zaman, mengikuti tren kegiatan anak muda. Kegiatan-kegiatan kreatif inilah yang membuat nama TCC Nipah cepat dikenal publik. Pada akhirnya, aktivitas konservasi yang mereka lakukan memberikan inspirasi bagi komunitas lain.
Afifah menuturkan, BKSDA NTB pertama kali membina kelompok ini tahun 2019. Saat itu sekelompok anak muda datang ke kantor BKSDA di Kota Mataram. Mereka mengenalkan diri sebagai kelompok pelestari penyu. Mereka menanyakan cara melegalkan aktivitas mereka. Tentu saja BKSDA NTB menyambut baik kedatangan mereka. Apalagi aktivitas yang mereka lakukan itu atas kesadaran pribadi.
“Kalau kelompok lainnya memang kami yang bentuk, nah TCC Nipah ini mereka sudah berdiri sebelum kami datang membina,” katanya.
Masuk sebagai nominator Kalpataru menjadi kebanggaan juga bagi BKSDA NTB. Menjadi penyemangat bagi tim BKSDA untuk melakukan pembinaan ke depannya. Termasuk juga bisa menjadi cerita sukses agar bisa ditiru kelompok lainnya. Bertahun-tahun melakukan pembinaan ke berbagai kelompok, baru kali ini kelompok binaan BKSDA NTB “pecah telur”.
Ekowisata Bahari Nipah
Jika kembali mengingat perjalanan TCC Nipah, Fikri merasa berkah pariwisatalah yang memberikan perubahan di Nipah. Dulu Nipah hanya sebagai daerah yang dilewati oleh wisatawan dari Senggigi yang hendak ke Gili Trawangan. Kemudian berkembang beberapa titik penyebarangan di sekitar Desa Malaka. Nipah saat itu masih menjadi pantai kosong, yang hanya dikunjugi pada musim liburan.
Seiring berkembangnya wisatawan lokal, Nipah mulai ramai. Wisatawan datang liburan, disambut warga yang berjualan. Semakin lama semakin berkembang, hingga menjadi ramai seperti saat ini. Perlahan aktivitas yang merusak lingkungan seperti penangkapan penyu, perburuan telur penyu, dan pengeboman ikan juga berkurang dan perlahan hilang. Beberapa warga yang dulu pernah menjadi pelaku yang merusak, kini bisa hidup dari sektor pariwisata.
“Harapan kami pada pemerintah agar Nipah ini tetap dipertahankan dengan ekowisata bahari,’’ kata Fikri.
Baca juga : Melihat Wisata Bahari Berbasis Konservasi Penyu di Pulau Salissingan Sulawesi Barat

Ada kekhawatiran Fikri jika kemudian Nipah diberikan kepada investor untuk membangun. Pada tahun 2022 lalu ada pengalaman tidak mengenakkan yang dialami TCC Nipah. Mereka disomasi oleh pihak pemilik tanah di Pantai Nipah. Tanah yang berada di sepanjang Pantai Nipah sebenarnya sudah beralih tangan ke tangan investor sejak puluhan dan belasan tahun silam.
Dibiarkan menganggur, lalu perlahan diisi oleh aktivitas wisata. Fikri merasa nama TCC Nipah yang semakin besar, ada dukungan untuk kegiatan konservasi, sehingga pemilik tanah merasa TCC Nipah tidak minta izin dan menyerobot lahan.
“Padahal kami hanya memanfaatkan garis pantai yang menjadi ruang publik,’’ katanya.
Belajar dari pengalaman gempa dan Covid-19, di kawasan pesisir Desa Malaka yang banyak dibangun akomodasi pariwisata banyak yang tiarap. Bahkan salah satu hotel besar disegel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini karena menunggak pajak. Selain itu ada juga proyek villa dan hotel yang mangkrak. Tidak sedikit juga yang sudah jadi, tapi ditinggal seperti hantu.
Sementara kegiatan ekowisata di sepanjang pantai Desa Malaka, salah satunya Pantai Nipah semakin berkembang. Ketika akhir pekan, perputaran uang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Semua pelaku usaha itu adalah masyarakat sekitar. Mereka mulai merasakan berkah dari pariwisata. (***)