- Laut Bukan Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Sayangnya diperkirakan lebih dari 170 triliun potongan plastik mengapung di laut di seluruh dunia saat ini. Kondisi yang memprihatinkan saat peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia saat ini
- Saat ini manusia menghasilkan 400 juta ton sampah plastik per tahun. Jika manusia tidak mengambil langkah yang cukup maka jumlah sampah plastik yang mengapung di laut bisa meningkat hampir tiga kali lipat atau 510 triliun pada 2040 menjadikan krisis sampah di laut
- Indonesia disebut-sebut sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar ke dua di dunia setelah China. Dan dampak buruk limbah plastik mulai dirasakan bersama
- Pemerintah Indonesia telah berkomitmen menangani limbah plastki, seperti komitmen pengurangan plastik ke laut hingga 70 persen pada pada 2025, dan pengurangan sampah padat dari sumbernya, dengan berbagai peraturan, kebijakan dan program yang dilakukan
Temuan peneliti berikut ini seharusnya membuat mulut kita menganga. Diperkirakan lebih dari 170 triliun potongan plastik mengapung di laut di seluruh dunia. Angka itu berasal dari perhitungan menggunakan data-data terbaru. Jika dilihat dari udara, sampah plastik yang mengapung itu bagaikan kabut yang menutupi laut di planet bumi.
Padahal kurang dari 20 tahun lalu (2005) jumlahnya “baru” sekitar 16 triliun potongan plastik di lautan seluruh dunia. Jika manusia tidak mengambil langkah yang cukup maka jumlah sampah plastik yang mengapung di laut bisa meningkat hampir tiga kali lipat atau 510 triliun pada 2040.
Harap dicatat, jumlah itu hanya dari sampah plastik yang mengapung saja. Belum termasuk yang melayang, atau yang tenggelam di dasar laut. Temuan itu diterbitkan di jurnal PLOS ONE, 2023.
Dari mana sampah plastik itu berasal?
Nyaris seluruhnya bermula dari aktivitas manusia di daratan. Menurut UNEP, setiap tahunnya sekitar 19 hingga 23 juta ton sampah plastik mencemari ekosistem perairan baik danau, sungai, hingga lautan.
Saking banyaknya, plastik telah menjadi penanda kehadiran gangguan manusia terhadap alam di era geologi saat ini. Sampai-sampai muncul istilah plastisfer, yaitu satu koloni mikroba yang hidup di antara plastik yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Plastisfer ini ada di mana-mana. Dari puncak gunung hingga kedalaman samudera.
Saat ini manusia menghasilkan 400 juta ton sampah plastik per tahun. Sebagian besar plastik terbuat dari bahan bakar fosil. Itu sebabnya produksi plastik secara global juga memberikan dampak signifikan terhadap pemanasan global.
Baca : Hari Bumi 2024: Burung Laut Paling Terancam Sampah Plastik Akibat Ulah Manusia
Kebijakan
Terkait sampah, Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang sampah terbesar di dunia. Sayangnya menyumbang dalam jumlah sampah, yang dampaknya dirasakan penghuni planet bumi. Indonesia disebut-sebut sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar ke dua di dunia setelah China. Tentu saja bukan prestasi yang membanggakan.
Mengutip UNEP, setiap tahun di Indonesia terdapat 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola. Sebanyak 1,29 juta ton di antaranya berakhir ke laut. Empat sungai di Jawa yang bermuara di laut yaitu Brantas, Bengawan Solo, Serayu, dan Progo bahkan masuk dalam 20 sungai paling tercemar di seluruh dunia.
Pemerintah Indonesia sendiri tidak tinggal diam. Ada komitmen untuk mengurangi sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada pada 2025 dengan menggunakan angka patokan 2017. Selain itu pemerintah memiliki target mengurangi sampah padat dari sumbernya sebanyak 30 persen, dan mengelola sampah padat 70 persen pada 2025.
Guna mendukung komitmen itu, Presiden telah mengeluarkan Perpres No.97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Menyusul kemudian Perpres No.83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Masalahnya dalam implementasi dan kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah yang belum banyak berubah. Misalnya, masih tingginya kebiasaan membuang sampah sembarangan. Sampah yang tidak terkelola akhirnya mencemari lingkungan daratan dan perairan.
Misalnya, tingginya sampah plastik yang dibuang ke sungai ditunjukkan oleh penelitian yang dikerjakan Mega Mutiara Sari dari Universitas Pertamina, Jakarta, bersama tim (2022). Mereka menemukan 74 persen sampah plastik di buang ke sungai di Jakarta. Setiap orang diperkirakan menyumbang 9,9 gram sampah plastik per hari yang dibuang ke permukaan air di Jakarta selama musim hujan. Selain itu sampah plastik yang terjebak jaring apung mencapai 205 kilogram per hari.
Baca juga : Sampah Plastik Jadi Ancaman Bagi Laut, Aksi Nyata Diperlukan
Sementara data UNEP menyebut, pada 2017 Indonesia lebih banyak mengekspor sampah plastik dengan selisih nilai 46 juta USD. Artinya sampah yang diimpor dengan yang diekspor lebih banyak yang diekspor. Namun pada 2018 Indonesia menjadi negara pengimpor sampah plastik dengan selisih nilai 58 juta USD.
Jika China pada 2017 menjadi negara pengimpor sampah plastik terbesar di dunia, sebaliknya pada 2018 China sudah menjadi negara pengekspor sampah plastik. Menariknya, baik volume impor maupun ekspor sampah China cenderung turun.
Perdagangan sampah plastik dunia bertahan karena ada kebutuhan mendaur ulang sampah plastik itu menjadi produk baru. Negara-negara kaya umumnya menjadi pengekspor sampah plastik. Sementara negara berkembang menjadi importir. Di China sampah plastik itu biasanya untuk memenuhi kebutuhan industri yang menerapkan teknologi rendah, atau bahkan diolah oleh sektor informal.
Saat pemerintah China melarang impor sampah plastik, peta perdagangan sampah plastik dunia berubah. Sampah plastik kemudian banyak memasuki negara berkembang termasuk Indonesia. Mengutip data Interpol 2020, pengiriman limbah secara ilegal ke Asia Tenggara meningkat tajam. Pengawasan ketat dari pihak yang berwenang akhirnya membuat banyak kontainer bermuatan sampah plastik menumpuk di pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara.
Baca juga : Upaya Penanganan Sampah Laut: dari Plastik hingga Mikroplastik
Dampak Limbah Plastik
Sebuah kajian terbaru yang mengambil lokasi penelitian di Jeneponto, Sulawesi Selatan, menyimpulkan garam yang diproduksi secara tradisional telah tercemar mikroplastik. Begitupun pada garam yang diproduksi secara moderen, meski dalam jumlah lebih kecil.
Penelitian yang dikerjakan Hasnawati Amqam dari Universitas Hasanuddin, Makassar bersama tim itu (2024) juga menemukan mikroplastik warna biru adalah yang paling umum ditemukan. Kemungkinan mikroplastik ini berasal dari jaring ikan nilon berwarna biru yang umum digunakan di sana. Kemungkinan lainnya, pecahan plastik yang terlalu lama di lautan berubah warna karena paparan sinar matahari.
Letak kepulauan Indonesia yang berada di persilangan arus laut membawa konsekuensi tersendiri. Arus laut memiliki peran penting dalam ikut menyebarkan sampah plastik. Perairan Indonesia dilewati arus yang mengalir dari pasifik menuju Samudera Hindia. Selain itu juga dipengaruhi arus monsun.
Sebuah kajian yang dilakukan Engki A Kisnarti dari Universitas Hang Tuah, Surabaya, bersama tim (2023) menghasikan kesimpulan, dinamika arus laut menyumbang terhadap penyebaran sampah plastik lintas negara. Pola arus monsun membuat sampah Indonesia menyebar ke sejumlah negara. Selain itu, Laut Jawa menjadi tempat berkumpulnya sampah plastik laut karena arus laut ini.
Baca juga : Ini Cara Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut
Hasil penelitian lain menyebutkan mikroplastik diketahui banyak ditemukan di perairan bagian timur Laut Jawa. Penelitian yang dikerjakan Defri Yona dari Universitas Brawijaya, Malang, bersama dengan tim (2019), menemukan mikroplastik di sejumlah tempat. Pendaratan ikan, hutan bakau, tambak udang yang terbengkalai, muara sungai, dan laut lepas.
Kadar mikroplastik tertinggi terdapat di kawasan mangrove. Selain dari sumber lokal, juga berasal dari plastik yang terbawa arus sungai Bengawan Solo yang bermuara di perairan timur Laut Jawa.
Dampak keberadaan sampah plastik di lautan bukan saja menurunkan kualitas lingkungan laut, namun pada akhirnya juga mengancam kehidupan manusia. Seperti bumerang, sampah plastik yang dibuang semena-mena, meski berlayar sampai ke lautan, dampaknya pada akhirnya dirasakan kembali oleh manusia.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia kali ini, menjadi waktu yang tepat bagi kita semua untuk lebih bijak dalam menggunakan plastik agar limbahnya tidak mengotori lingkungan, baik di daratan maupun lautan, yang dampak buruknya bakal mempengaruhi kehidupan kita bersama. (***)