Teknologi.id – Riset yang telah di lakukan oleh peneliti dari Cornell University Amerika Serikat, menunjukkan bahwa masyarakat negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia menjadi penduduk yang mengonsumsi mikroplastik terbanyak di dunia.
Secara keseluruhan, penelitian tersebut menyatakan bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik perkapita perbulan. Temuan ini pun berdasarkan penelitian sosial seberapa banyak mikroplastik yang tanpa disadari masuk ke dalam tubuh imbas dari sampah plastik yang tidak di olah dan terdegradasi dan menyebar ke lingkungan, termasuk ke bahan pangan.
Menurut data, antara tahun 1990 sampai 2018, konsumsi harian mikroplastik meningkat rata-rata 59 kali lipat seluruh dunia dan berfokus pada garis pantai utama dunia yang terkena dampak polusi plastik. Para peneliti, mengumpulkan data konsentrasi mikroplastik pada kelompok makanan seperti buah-buahan, sayuran, protein, sereal, produk susu, minuman, gula, garam dan rempah-rempah. Beberapa kriteria dipertimbangkan untuk menilai risiko, termasuk kebiasan konsumsi penduduk setempat dan teknologi pengolahan makanan.
Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan. Mayoritas partikel plastik tersebut berasal dari sumber perairan seperti makanan laut. Sebaliknya, Paraguay adalah negara dengan kemungkinan masyarakat yang paling sedikit mengonsumsi mikroplastik atau 0,85 gram perbulan.
Para ilmuwan juga memetakan negara-negara dengan masyarakat paling banyak menghirup mikroplastik. Negara-negara yang paling berisiko sekali yaitu Asia.
“Hanya penduduk di Mediterania dan wilayah sekitarnya yang bernapas lebih sedikit”, berita studi ini, dikutip dari APNews, Jumat (6/6/2024). “Hal ini terutama berlaku di Spanyol, Portugal dan Hungaria saat jumlah partikel plastik yang terhirup perbulan diperkirakan antara 60.000 dan 240.000.”
“Sebaliknya, negara-negara berkembang, khususnya di Asia Timur dan Selatan, telah menyebabkan peningkatan konsumsi bahan plastik, timbunan sampah dan serapan mikroplastik oleh manusia.
“Negara-negara industri mengalami tren sebaliknya, didukung oleh sumber daya ekonomi yang lebih besar untuk mengurangi dan menghilangkan sampah plastik,”kata rekan penulis studi, Profesor Dr You Fengqi dalam sebuah pernyataan.
“Studi kami menyoroti bahwa mengatasi serapan mikroplastik memeperlukan pendekatan multifaset, termasuk solusi pengemasan berkelanjutan, menengakkan peraturan pengolahan limbah yang ketat, dan memajukan teknologi pengolahan air,”tambah rekan penulis studi dan mahasiswa PhD Zhao Xiang.
Menurut para peneliti, pengurangan sampah plastik di perairan sebesar 90 persen dapat menyebabkan pengurangan paparan mikroplastik secara signifikan, yang berpotensi mencapai 51 persen di negara maju dan 49 persen di kawasan industri ,
Melansir The Guardian, 24 Mei 2024, mikroplastik telah ditemukan di testis manusia. Para peneliti mengatakan, penemuan tersebut mungkin terkait dengan penurunan jumlah sperma dan faktor kemandulan pada pria.
Para ilmuwan telah menguji 23 testis manusia, serta 47 testis anjing peliharaan. Mereka menemukan partikel sampah plastik di setiap sampel tanpa terkecuali, seperti yang di laporkan dalam Jurnal Toxicological Sciences.
Testis manusia yang jadi bahan percobaan telah di awetkan, sehingga jumlah penurunan spermanya tidak dapat diukur. Namun, jumlah sperma di testis anjing dapat diukur dan tingkat kadar spermanya kemungkinan lebih rendah daripada manusia. Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara jumlah mikroplastik dalam testis dan produksi sperma. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memberi hasil lebih konkret.
Baca juga : Keren! Teknologi Baru Ubah Uap Air Laut Jadi Pemasok Air Minum Tanpa Batas
Temuan Lain Seputar Mikroplastik
Sebelumnya, para ilmuwan di Inggris telah menemukan bukti mikroplastik mencemari sampel tanah arkeologi. Penemuan ini berpotensi mengubah pelestarian benda peninggalan sejarah. Partikel kecil mikroplastik ditemukan tujuh meter di bawah tanah dalam sampel yang berasal dari abad pertama atau awal abad kedua.
“Kami menganggap mikroplastik sebagai fenomena yang sangat modern karena kami baru mendengarkannya selama 20 tahun terakhir,”kata kepala eksekutif York Archaeology,” David Jennings.indonesialaut
Polusi Plastik
Namun, “Jennings menambahkan, penelitian pada 2004 mengungkap bahwa hal ini sudah lazim terjadi d laut kita, Sejak tahun 1960-an akibat ledekan polusi plastik pasca Perang Dunia II. “Studi baru ini menunjukan bahwa partikel-partikel tersebut telah menyusup ke dalam endapan arkeologi.”
Studi lain mengungkap, air minum dalam kemasan seratus kali lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya jika dihubungkan dengan kandungan jumlah potongan plastik kecil. Menggunakan teknik yang baru ditemukan, para ilmuwan menghitung rata-rata ada 240 ribu potongan plastik yang terdeteksi per liter air dalam merek-merek populer, itu 10-100 kali lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya lapor AFP. Dikutip dari Japan Today, 23 Januari 2024, ini meningkatkan potensi masalah kesehatan yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
Bahaya Mikroplastik Bagi Kesehatan
Mikroplastik menimbulkan beragam ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Meski ukurannya sangat kecil, partikel ini dapat dengan mudah diserap oleh tubuh. Meskipun belum ada pernyataan pasti mengenai akibat pada kesehatan, mikroplastik mempunyai beberapa akibat nan dikemukakan oleh komite berbarang FAO dan WHO.
1. Gangguan Sistem Endokrin
Zat aditif dalam plastik dapat mengganggu sistem endokrin dan sistem hormonal dalam tubuh, dengan senyawa kimia berbisa nan di serap oleh plastik dan di lepaskan secara biologis di lingkungan.
2. Kontaminasi bahan makanan
Mikroplastik dapat terakumulasi di saluran pencernan hewan laut seperti ikan dan kerang, kemudihan dikonsumsi manusia. Konsentrasi mikroplastik dalam kerang ditemukan mencapai 4 partikel per gram, menunjukan bahwa konsumsi 240 gram kerang dapat membawa 1000 partikel mikroplastik ke dalam tubuh manusia.
3. Gangguan Kekebalan tubuh
Partikel mikroplastik nan sangat mini dapat masuk ke pembuluh darah kapiler dan diduga berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh nan menyebabkan perubahan pada DNA.
Baca berita dan artikel lainnya di Google News
(ay)