- Pengembangan ekowisata memberi dampak positif pada TNGL. Data Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL] menunjukkan, kejahatan lingkungan antara 2012 hingga 2024 menurun sekitar 90,91%.
- Menurunnya kejahatan berkat pemberdayaan masyarakat yang bermitra dengan pemerintah melalui program Masyarakat Mitra Polisi Hutan, Masyarakat Peduli Api, dan kegiatan konservasi yang melibatkan relawan.
- Transformasi di TNGL menunjukkan kolaborasi antara masyarakat lokal, organisasi konservasi, dan pemerintah dapat menghasilkan solusi berkelanjutan yang menguntungkan alam dan masyarakat.
- Upaya pelestarian TNGL membutuhkan komitmen berkelanjutan dan dukungan berbagai pihak.
Sukirman [44], warga Desa Halaban, Langkat, Sumatera Utara, dulunya perambah hutan. Hidupnya mulai terarah ketika Bobi Handoko dari Sumatera Ecoproject [Sumeco] mengajaknya menjadi pemandu wisata di hutan Leuser.
Dia juga mengantar peneliti yang melakukan riset tentang satwa liar dan berbagai tumbuhan di hutan.
“Pengalaman ini membuka mata saya sekaligus menjaga hutan. Biasanya, bisa menginap 3-5 hari di hutan dengan membawa logistik yang diperlukan,” ujarnya, Sabtu [4/5/2024].
Sukirman juga belajar dari para peneliti tentang gajah, satwa dilindungi yang banyak manfaatnya bagi ekosistem alam.
“Dulu saat melihat gajah, kami bingung dan takut. Sekarang mulai terbiasa.”
Jekson Pasaribu, warga Halaban lainnya, memilih keluar dari perusahaan dan fokus menjalankan aktivitas sebagai pemandu. Dia membantu turis yang ingin melihat keindahan hutan Leuser.
“Ini komitmen saya, mendorong ekowisata sekaligus menjaga kelestarian hutan,” jelasnya, awal Mei 2024.
Sofia Bonicalza, peneliti dan turis Italia, yang menyelesaikan studi Master of Science and Biodiversity Wildlife Ecosystem Health di Universitas Edinburgh, mengungkapkan kekaguman dan kegembiraannya saat menjelajahi Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL].
“Sukirman dan Jekson merupakan dua pemandu lokal yang paham lapangan. Saya sangat terbantu. Ekowisata mendukung konservasi dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,” jelasnya, Minggu [5/5/2024].
Ekowisata dan misi konservasi
Sumeco mengawali programnya tahun 2015, dengan mengajak masyarakat lokal yang dulunya perambah hutan menjadi pemandu wisata. Mereka dikenalkan tentang spesies dan ekosistem TNGL.
Pendidikan berbasis masyarakat di Desa Halaban dan Desa Tenggulung dilakukan Sumeco pada 2023. Tujuannya, menyebarkan kesadaran pelestarian TNGL melalui ekowisata.
“Kami mendorong perubahan, dengan memanfaatkan potensi wisata hutan untuk mengubah cara pandang masyarakat lokal menjadi pelindung hutan,” terang Bobi, awal Mei 2024.
Namun, tidak semua usaha berjalan mulus. Januari 2024 lalu, puluhan warga Desa Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang menghadang satu unit mobil yang ditumpangi Bobi dan juga petugas dari Balai TNGL. Kejadiannya di kawasan Dusun Adil Makmur II, Desa Tenggulun, pukul 21.30 WIB. Akhirnya, pukul 02.00 WIB rombongan berhasil dievakuasi ke Mapolres Aceh Tamiang.
“Proses perambahan dan kegiatan ilegal itu sudah ditangani Polda Aceh. Terhadap penghadangan dan pemukulan, kami tidak melaporkan. Kami akan berproses dan harus mendapat dukungan dari masyarakat setempat,” terang Palber Turnip, Kepala Bidang Wilayah 3 Balai Besar TNGL di Stabat, Sumatera Utara, Senin [10/6/2024].
Tantangan ekowisata
Pengembangan ekowisata memberi dampak positif pada TNGL. Data Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL] menunjukkan, kejahatan lingkungan antara 2012 hingga 2024 menurun sekitar 90,91%.
Palber Turnip, menambahkan menurunnya kejahatan berkat pemberdayaan masyarakat yang bermitra dengan pemerintah melalui program Masyarakat Mitra Polisi Hutan, Masyarakat Peduli Api, dan kegiatan konservasi yang melibatkan relawan.
Namun, konflik lahan tetap menjadi tantangan berat. Pada Januari 2024, BBTNGL menemukan perambahan hutan di wilayah Tenggulun.
“Area ini merupakan lintasan yang dilalui gajah-gajah liar, sehingga perlindungannya sangat krusial.”
Transformasi di TNGL menunjukkan kolaborasi antara masyarakat lokal, organisasi konservasi, dan pemerintah dapat menghasilkan solusi berkelanjutan yang menguntungkan alam dan masyarakat.
“Tantangan menunjukkan bahwa upaya pelestarian membutuhkan komitmen berkelanjutan dan dukungan berbagai pihak,” jelasnya.
Lingkungan terjaga
Ekowisata berkelanjutan yang mendatangkan manfaat ekonomi dan lingkungan dapat dilihat di Tangkahan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Penelitian berjudul “Dampak Ekonomi dan Lingkungan di Kawasan Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser” tahun 2022, oleh M. Ichwanul Alvin Hutasuhut, Martunis, dan Dahlan, dari Universitas Syiah Kuala menunjukkan pengembangan kawasan ekowisata Tangkahan membuat pendapatan warga lokal meningkat. Kesadaran akan konservasi alam juga menguat.
Berdasarkan penelitian tersebut pekerjaan tradisional telah bergeser ke sektor ekowisata, serta membuka lapangan kerja baru seperti pemandu wisata dan pengelola penginapan, yang secara signifikan meningkatkan pendapatan warga.
Riset ini juga terjadi perubahan positif pada pengelolaan lingkungan yaitu perambahan hutan berkurang dan pengelolaan sampah lebih baik. Semua terjadi berkat partisipasi aktif masyarakat dalam inisiatif konservasi berbasis ekowisata.
Namun, peneliti mengungkapkan bahwa pengembangan ekowisata pun membawa tantangan seperti meningkatnya biaya hidup dan adanya perubahan budaya lokal.
“Kunci menjaga keberlanjutan adalah perlunya kerja sama antara pengelola ekowisata, pemerintah, dan masyarakat lokal,” jelas riset tersebut.