Hilirisasi Nikel di Malut: Ekonomi Tumbuh tetapi Kemiskinan Melonjak

hilirisasi-nikel-di-malut:-ekonomi-tumbuh-tetapi-kemiskinan-melonjak
Hilirisasi Nikel di Malut: Ekonomi Tumbuh tetapi Kemiskinan Melonjak
service
Share

Share This Post

or copy the link
  • Pemerintahan Presiden Joko Widodo menggadang-gadang kalau “hilirisasi” nikel dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Kenyataan berbeda, proses pengerukan bahan baku nikel seperti di Maluku Utara justru memicu kerusakan lingkungan, melenyapkan ruang hidup warga hingga memperlebar ketimpangan. Ekonomi tumbuh bersamaan dengan kemiskinan yang melonjak. Kok bisa?
  • Laporan Bank Indonesia 2023 menyebut,  pertumbuhan ekonomi berada lebih 20%,  tertinggi secara nasional. Namun, data pemerintah juga menyatakan angka kemiskinan meningkat drastis. Pada Maret 2022, BPS Maluku Utara mencatat sebanyak 79.870 penduduk miskin, meningkat 83.800 orang pada Maret 2023.
  • Menurut laporan kolaborasi beberapa organisasi masyarakat sipil, secara keseluruhan, ada 58 izin konsesi tambang nikel sesaki Maluku Utara dengan luas 262.743 hektar, itu belum termasuk kawasan industri IWIP dan Harita Nickel. Khusus di Pulau Halmahera, terbebani 28 izin tambang nikel.
  • Muhammad Aris, akademisi dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate mengatakan, sejak 2019, sudah mendalami dampak kerusakan industri nikel pada ekosistem. Hasilnya mencengangkan, reklamasi di wilayah PT IWIP membuat risiko banjir rob di masa depan. Ekosistem di tempat-tempat seperti Teluk Weda, sudah hancur, habitat mangrove dan terumbu karang hilang 100%.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo menggadang-gadang kalau “hilirisasi” nikel dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Kenyataan berbeda, proses pengerukan bahan baku nikel seperti di Maluku Utara justru memicu kerusakan lingkungan, melenyapkan ruang hidup warga hingga memperlebar ketimpangan. Ekonomi tumbuh bersamaan dengan kemiskinan yang melonjak. Kok bisa?

“Operasi tambang melenyapkan sumber-sumber produksi ekonomi warga. Kebun yang sudah ditanami berbagai tanaman penghasil dan kawasan pesisir hingga laut yang notabene sebagai wilayah tangkap nelayan hancur,” ungkap laporan berjudul “Daya Rusak Hilirisasi Nikel: Kebangkrutan Alam dan Derita Rakyat Maluku Utara.”

Laporan kolaborasi Forum Studi Halmahera (Foshal), Trend Asia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini memaparkan daya rusak dari dua wilayah industri pengolahan nikel di Malut. Dua wilayah itu antara lain, kawasan Industri di bawah Harita Nickel, Pulau Obi, Halmahera Selatan dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Weda Tengah, Halmahera Tengah.

Menurut laporan itu, secara keseluruhan, ada 58 izin konsesi tambang nikel sesaki Maluku Utara dengan luas 262.743 hektar, itu belum termasuk kawasan industri IWIP dan Harita Nickel. Khusus di Pulau Halmahera, terbebani 28 izin tambang nikel.

Di Halmahera Tengah, izin konsesi tambang nikel bahkan memenuhi hampir setengah dari luas seluruh kabupaten di Maluku Utara.

Langit berwarna orange karena polusi di sekitar kawasan industri PT IWIP. Foto: Agus Dwi Hastutik

Deforestasi sampai lonjakan kemiskinan

Data Global Forest Watch  mencatat, 2001-2022, Halmahera Tengah kehilangan 26.100 hektar tutupan pohon, dan Halmahera Timur sekitar 56.300 hektar.

Industri nikel juga disebut turut merusak daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan banjir bandang sejak 2020 di sekitar kawasan industri IWIP. Limbah sisa penambangan merusak perairan yang merupakan wilayah tangkap nelayan hingga melampaui baku mutu. Kondisi ini terjadi di Teluk Weda akibat operasional IWIP, di Teluk Buli dari operasional PT Aneka Tambang (Antam), serta di Pulau Obi dari operasional Harita Nickel.

“Masyarakat Desa Sagea bergantung pada sungai Sagea. Eksploitasi karst dan nikel di daerah aliran sungai membuat sumber air warga ini tercemar. Lahan sekitar Danau Yonelo, yang merupakan lumbung pangan warga juga mulai diambil konsesi tambang,” kata Mardani Legaelol, warga Desa Sagea, Weda Utara.

Praktik industri yang serampangan juga berujung pada rangkaian kecelakaan kerja. Di IWIP, misal, sejak memulai operasional Agustus 2018, tercatat terjadi empat ledakan dan satu kali kebakaran dengan puluhan korban.

Ledakan smelter IWIP akhir 2023 ditambah korban selama operasional mengakibatkan 25 korban jiwa dan puluhan luka bakar.

Polusi dari pembangkit listrik batubara (PLTU) captive yang menyuplai ke kawasan industri juga terus mencemari udara Maluku Utara. Di Desa Lelilef, tempat IWIP beroperasi, kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) mengalami peningkatan.

Muhammad Aris, akademisi dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate mengatakan, sejak 2019, sudah mendalami dampak kerusakan industri nikel pada ekosistem. Hasilnya mencengangkan, reklamasi di wilayah IWIP membuat risiko banjir rob di masa depan.

Ekosistem di tempat-tempat seperti Teluk Weda, katanya, sudah hancur, habitat mangrove dan terumbu karang hilang 100%.

“Sisa ikan sudah tidak bisa dikonsumsi karena pencemaran jauh di atas ambang batas,” kata Aris.

Hutan yang dibuka untuk jalan PT IWIP pada September 2022. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

Pemerintah, katanya,  mengklaim dampak positif ekonomi dari hilirisasi nikel. “Kalau diukur dampak ekonomi dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat masif dan sulit diukur.”

Jargon pemerintah bahwa hilirisasi nikel akan mendorong perekonomian di Maluku Utara. Satu sisi memang, dari laporan Bank Indonesia 2023 menyebut,  pertumbuhan ekonomi berada lebih 20%,  tertinggi secara nasional.

Namun, data pemerintah juga menyatakan angka kemiskinan meningkat drastis. Pada Maret 2022, BPS Maluku Utara mencatat sebanyak 79.870 penduduk miskin, meningkat 83.800 orang pada Maret 2023.

Keuntungan dari hilirisasi nikel yang berjalan selama ini, terutama di Maluku Utara, tampaknya dinikmati segelintir dan disebut meningkatkan jurang kesenjangan. Sedangkan suara warga yang melawan kerap dibungkam dengan kriminalisasi.

Yudo Setiono, warga Subaim, Halmahera Timur cerita,

Desa Baturaja pernah banjir bandang besar. Mereka protes terhadap PT Alam Raya Abadi (ARA) sampai ke Mabes Polri, tetapi tidak ada hasil.

“Malah Kepala Desa Baturaja ditahan di sel selama delapan bulan. Saya sendiri sudah dua kali disomasi. ARA yang wilayah konsesi kecil pun nampaknya kebal hukum,” katanya.

Ismunandar, warga Buli, Halmahera Timur mendorong moratorium industri ekstraktif terutama di Malut. Hingga kini,  hampir tiap hari ada saja perusahaan-perusahaan survei dan pengkavlingan baru di desa, termasuk di Buli.

Menurut dia, hilirisasi sebenarnya penghalusan dari pengkavlingan, ketika tanah lepas ke tangan investor luar.

Setelah wacana hilirisasi muncul, kuasa pertambangan zaman dulu hidup kembali dengan alasan rantai produksi lebih dekat. Percepatan perusakan pun jadi lebih cepat.

Para penambang menyerobot wilayah lumbung pangan, wilayah tambak ikan, dengan mudah diubah jadi kawasan tambang.

“Moratorium sebagai solusi. Ini perlu didorong dengan suara lebih besar. Karena perusakan sekarang ini tidak bisa lagi ditampung oleh Halmahera.”

Ijan Sileleng, warga Patani mengatakan, daerah mereka sedang digempur ekspansi tambang. Dia khawatir, daerahnya rasakan penderitaan hidup seperti warga di daerah industri nikel.

Di Patani, sektor pertanian bisa pemerintah dorong, seperti sumber pangan dan pala, kelapa maupun cengkih. Ada pula sumber pangan lain yaitu laor (satwa yang muncul di pesisir pantai di batu-batu karang) satu tahun sekali untuk konsumsi.

“Kami minta pemerintah jangan saja fokus pada sektor tambang, juga diimbangi memperhatikan keberlangsungan sektor pertanian warga.”

Industri nikel di Pulau Obi. Foto: Rabul Sawal/ Mongabay Indonesia

Kelompok masyarakat sipil Foshal, Trend Asia dan YLBHI mendesak pemerintah,  mengembalikan wilayah dan memulihkan semua sumber kehidupan warga yang terirampas atas nama kepentingan hilirisasi nikel.

Mereka menilai, pemerintah harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, dampak kesehatan, dan hilangnya sumber penghidupan warga.

Pemerintah, harus mengendalikan praktik industri serampangan yang berujung kecelakaan kerja, serta menghentikan praktik represi dan kriminalisasi kepada warga yang melawan.

Zainal Arifin, Manajer Kampanye YLBHI mengatakan, cara pemerintah menggunakan label proyek strategis nasional (PSN) hilirisasi menunjukkan tendensi otoritarianisme yang kuat. Pemerintah, katanya,  memberi karpet merah untuk korporasi merusak demi kepentingan ekonomi. Sedang yang merasa dirugikan dicap ‘tidak nasionalis’ karena menghalangi kepentingan negara.

“Ini menunjukkan pola pikir Orde Baru dan demokrasi yang rusak. Untuk pengelolaan sumber daya alam yang benar-benar demokratis, kita harus melindungi hak warga untuk menolak,” kata Zainal, juga tim penyusun laporan ini.

Novita Indri, Juru Kampanye Energi Trend Asia berpendapat, pemerintah perlu menyeimbangkan kebutuhan pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pelibatan masyarakat. Karena itu, katanya, negara harus mendorong transisi energi berkeadilan.

Hilirisasi nikel yang serampangan hanya akan menimbulkan masalah.

“Konon Jakarta dibayangkan akan lebih bersih, namun tempat seperti Maluku dihancurkan. Jika dihitung dampak kerusakan lingkungan jangka panjang justru akan menimbulkan kerugian ekonomi lebih besar.”

Julfikar Sangaji, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Foshal, mengatakan, laporan ini menunjukkan bagaimana narasi kemakmuran dan nilai tambah dari hilirisasi yang digaungkan pemerintah salah dan mematikan.

“Faktanya, kelestarian alam, kekayaan sumber kehidupan warga, hingga kesehatan warga direnggut sebagai biaya yang harus ditanggung atas nama hilirisasi,” katanya.

Kondisi air laut di Pulau Garaga, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan yang tercemar aktivitas tambang. Foto : DKP Halmahera Selatan

*******

Hilirisasi Nikel di Halmahera Bisa Perparah Krisis Iklim dan Susahkan Warga

0
mutlu
Happy
0
_zg_n
Sad
0
sinirli
Annoyed
0
_a_rm_
Surprised
0
vir_sl_
Infected
Hilirisasi Nikel di Malut: Ekonomi Tumbuh tetapi Kemiskinan Melonjak

Tamamen Ücretsiz Olarak Bültenimize Abone Olabilirsin

Yeni haberlerden haberdar olmak için fırsatı kaçırma ve ücretsiz e-posta aboneliğini hemen başlat.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Foxiz.my.id privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Bizi Takip Edin