- Hiu wobbegong adalah salah satu dari 500 spesies hiu yang telah berhasil terdokumentasikan dengan ciri-ciri, adaptasi, dan perilaku yang khas.
- Hiu ini dikenal karena penampilannya yang mencolok: tubuh yang pipih, warna belang-belang, dan banyak lobus serta pinggiran kulitnya yang menyerupai jumbai
- Hiu ini mendiami wilayah Indo-Pasifik, mulai dari Australia Utara, Papua Nugini, dan Indonesia bagian timur.
- International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencantumkan wobbegong rumbai sebagai spesies yang paling tidak mengkhawatirkan.
Hiu merupakan salah satu spesies vertebrata tertua yang masih bertahan karena memiliki keragaman bentuk tubuh unik. Di lautan ada lebih dari 500 spesies hiu telah berhasil terdokumentasikan dengan ciri-ciri, adaptasi, dan perilaku yang khas.
Salah satunya adalah hiu wobbegong. Hiu ini lebih banyak menghabiskan umurnya di dasar laut yang berbatu. Dengan panjang sekitar 1,2 meter serta dihiasi bercak-bercak, hiu ini sulit sekali ditemukan jika berada di antara terumbu karang.
Hiu wobbegong rumbai (Eucrossorhinus dasypogon) adalah anggota keluarga hiu karpet yang khas. Hiu ini mendiami wilayah Indo-Pasifik, mulai dari Australia Utara, Papua Nugini, dan Indonesia bagian timur.
Hiu ini dikenal karena penampilannya yang mencolok: tubuh yang pipih, warna belang-belang, dan banyak lobus serta pinggiran kulitnya yang menyerupai jumbai. Morfologi unik ini memberikan kamuflase yang sangat baik, sehingga memungkinkan hiu menyatu dengan lingkungannya.
Baca : Hiu Malaikat Ditemukan Kembali di Chili Setelah 140 Tahun

Wobbegong adalah “predator penyergap”. Kemampuan mereka untuk menyatu dengan lingkungannya membuat mereka menjadi predator berbahaya.
Dalam berburu, mereka mengibaskan ekornya yang menyerupai ikan kecil, lalu menyergap mangsanya dengan satu serangan oleh mulutnya yang besar. Cara itu cukup efektif untuk menangkap lobster, ikan, dan gurita. Bahkan seekor wobbegong rumbai bisa memakan hiu lain yang hampir seukuran dengannya.
Ikan ini juga dapat menggeserkan rahangnya demi memakan mangsa yang lebih besar. Pada tahun 2011, di lepas pantai Great Barrier Reef di Australia, para ahli biologi kelautan melihat seekor wobbegong berumbai sedang memakan hiu bambu berpita cokelat (Chiloscyllium punctatum) yang berukuran 80% lebih besar dari hiu tersebut.
Di sisi lain, ikkan ini tidak terlalu mengancam manusia. Tetapi sempat dilaporkan menyerang penyelam yang terlalu dekat dengan tubuhnya. Arsip Serangan Hiu Internasional di Museum Florida mencatat 31 serangan wobbegong sejak tahun 1580, namun tidak ada yang berakibat fatal.
Pada siang hari, wobbegong beristirahat di bawah tepian terumbu karang atau di dalam gua. Mereka menggunakan organ sensorik kecil seperti kumis yang disebut barbel, terletak di lubang hidung, untuk merasakan lingkungannya dan menyergap mangsa yang datang terlalu dekat.
Namun pada malam hari, hiu wobbegong berumbai sangat agresif. Dia akan bertengger di atas karang dan menyerang mangsa yang melewati tubuhnya yang ramping. Ketika mereka melihat target, seketika akan langsung diterjang ke atas dan menyedot mangsanya itu ke dalam mulut raksasa mereka, sebelum mencengkeramnya dengan rahang yang kuat dan gigi yang tajam seperti jarum.
Baca juga : Pertarungan Hiu Melawan Buaya, Siapa Pemenangnya?

Dalam urusan berkembang biak, hiu wobbegong adalah ovovivipar. Artinya, embrio telur akan berkembang di dalam tubuh induknya, bukan bertelur seperti ikan pada umumnya. Ketika anakan telah berkembang sempurna, mereka menetas di dalam tubuh induknya dan kemudian dilahirkan.
Tidak ada yang tahu jika hiu karpet ini berasal dari kata dasypogon. Jika diartikan dalan bahasa Yunani dasys, yang berarti “berbulu”, dan pogon, diterjemahkan sebagai “jenggot”.
Mereka hidup di perairan dangkal, antara 5 hingga 50 meter. Dengan begitu diperkirakan bahwa hiu berjanggot ini memiliki daerah jelajah yang kecil, dan tidak berkeliaran jauh dari terumbu karang.
Berdasarkan Daftar Merah Spesies Terancam (Red List of Threatened Species) dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencantumkan wobbegong rumbai sebagai spesies yang paling tidak mengkhawatirkan.
Meski begitu, mereka kadang-kadang ditangkap sebagai tangkapan sampingan oleh perikanan, tetapi bukan merupakan spesies target. Dan hilangnya habitat diperkirakan akan menjadi ancaman paling besar, terutama seiring pemutihan terumbu karang akibat perubahan iklim. (***)