- Sumatera Selatan pernah mencanangkan sebagai lumbung energi nasional tahun 2004. Sumatera Selatan merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki potensi energi beragam. Mulai minyak bumi, gas bumi, batubara, panas bumi, biomassa, Coal Bed Methane [CBM], mikrohidro, dan gambut.
- Setelah keluarnya kebijakan pemerintah untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan [EBT], Sumsel juga mengembangkan potensi energi terbarukan. Mulai dari surya, air, angin, panas bumi, dan biomassa.
- Sumsel dapat menjadi lumbung energi terbarukan. Salah satunya, dengan mengoptimalkan biomassa dari kopi. Sumsel adalah produsen kopi terbesar di Indonesia, mencapai 198 ribu ton per tahun.
- Diharapkan gubernur, bupati dan walikota di Sumsel yang baru memiliki komitmen, wawasan, dan strategi dalam mengoptimalkan energi terbarukan.
Syahrial Oesman, ketika menjabat Gubernur Sumatera Selatan [Sumsel] mencanangkan “Sumsel sebagai Lumbung Energi Nasional” di hadapan Susilo Bambang Yudhoyono [Presiden RI] saat peresmian PLTGU [Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap] Borang, Palembang, pada 9 November 2004.
Pernyataan Syahrial Oesman menempatkan Sumatera Selatan sebagai pionir dalam mengelola potensi energi guna mengamankan pasokan energi nasional, bagian strategi Kebijakan Energi Nasional [KEN] 2003-2020.
Sumatera Selatan merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki potensi energi beragam. Mulai minyak bumi, gas bumi, batubara, panas bumi, biomassa, Coal Bed Methane [CBM], mikrohidro, dan gambut.
Tidak lama dari pencanangan tersebut, penambangan batubara mulai marak di Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Muaraenim dan Kabupaten Lahat, yang dilakukan berbagai perusahaan. Artinya bukan hanya dilakukan PT Bukit Asam Tbk, yang melanjutkan penambangan batubara yang dilakukan pemerintahan Hindia Belanda di sekitar Sungai Enim, sejak 1919.
Baca: Perubahan Iklim dan Peluang Energi Bersih dari Sekam Padi di Sumatera Selatan
Penambangan batubara yang berlangsung hingga saat ini, kian meluas ke berbagai kabupaten lain di Sumatera Selatan, meskipun melahirkan berbagai persoalan lingkungan dan sosial. Bahkan, sejumlah kasus korupsi terkuat dari aktivitas penambangan batubara ini. Mulai dari korupsi kerja sama pengangkutan batubara maupun pengelolaan tambang dan izin pertambangan batubara.
Setiap tahun, sekitar 57 juta ton batubara digali dari Sumatera Selatan. Sekitar satu juta hektar lahan yang menyimpan batubara siap dieksploitasi, yang diperkirakan cadangannya sebesar 9,3 miliar ton, terbesar kedua di Indonesia.
Masyarakat juga terdorong untuk memenuhi kebutuhan energi. Misalnya, di Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], puluhan hingga ratusan kelompok masyarakat memanfaatkan sumur tua minyak secara ilegal [illegal drilling]. Kegiatan ini berlangsung hingga sekarang, meskipun banyak terjadi kecelakaan yang memakan korban jiwa. Kepolisian Daerah Sumatera Selatan memperkirakan terdapat 10 ribu sumur minyak ilegal di Kabupaten Muba.
Pada saat bersamaan, isu pemanasan global menguat di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu pemicu pemanasan global adalah tingginya penggunaan energi fosil, seperti minyak bumi, gas, dan batubara. Maka dunia didorong menggunakan energi terbarukan, yang dinilai lebih berkelanjutan.
Di tengah maraknya penambangan batubara dan illegal drilling, Pemerintah Indonesia melahirkan kebijakan energi terbarukan melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi. Disebutkan pemerintah nasional dan daerah wajib meningkatkan penyediaan Energi Baru dan Energi Terbarukan [EBT].
Beberapa tahun kemudian, keluar Peraturan Pemerintah [PP] Nomor 79 tahun 2014 mengenai KEN [Kebijakan Energi Nasional] yang menargetkan pemanfatan EBT setidaknya mencapai 23% dari bauran energi primer nasional pada 2025 dan 31% tahun 2050.
Baca: Energi Surya di Sumatera Selatan: Potensi Besar tapi Belum Dimaksimalkan
Bagaimana dengan Sumatera Selatan?
Dinas ESDM [Energi Sumber Daya Mineral] Sumatera Selatan memperkirakan potensi energi terbarukan untuk kebutuhan listrik sebesar 21.032 Megawatt [MW]. Tapi, saat ini potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 963,83 MW atau 4,58%. Potensi energi terbarukan tersebut yakni surya [17.233 MWp], hidro [448 MW], angin [301 MW], bioenergi [2.132 MW, dan panas bumi [sekitar 918 MW].
Ahmad Gufran, Sekretaris Dinas ESDM Sumsel, saat menghadiri Workshop “Jelajah Energi Sumatera Selatan” di Palembang, Senin [26/2/2024] lalu, menyatakan pihaknya tengah mendorong penggunaan energi terbarukan dengan beberapa strategi pengelolaan energi.
“Meliputi kajian potensi energi terbarukan, dukungan terhadap program kendaraan listrik berbasis baterai, serta mendorong sektor swasta untuk ikut serta dalam pengembangan energi terbarukan,” jelasnya.
Baca juga: Panas Bumi di Sumatera Selatan, Antara Energi Bersih dan Habitat Harimau
Sumatera Selatan lumbung energi terbarukan
Deddy Permana, Direktur Eksekutif Hutan Kita Institute [HaKI], menyatakan Sumatera Selatan dapat menjadi lumbung energi terbarukan.
“Potensi energi terbarukan untuk kebutuhan listrik di Sumsel cukup besar. Sekitar 21.032 Megawatt. Tapi, yang termanfaatkan sekitar 5 persen. Jadi sangat wajar jika Sumsel menjadi lumbung energi terbarukan. Potensi tersebut bukan hanya surya, air, angin, juga bioenergi atau biomassa,” kata Deddy kepada Mongabay Indonesia, Senin [29/7/2024].
Khusus bioenergi, banyak sisa panen [bahan organik] dari pertanian dan perkebunan berkelanjutan, yang dapat dijadikan biomassa.
“Misalnya, padi dan kopi. Kalau padi yang dapat dimanfaatkan adalah sekam, sementara kopi bukan hanya kulit juga ampas kopi.”
Dijelaskan Deddy, Sumatera Selatan memiliki perkebunan kopi seluas 267.187 hektar, terluas di Indonesia. Produksinya setiap tahun mencapai 198 ribu ton. Kebun kopi ini tersebar di beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Selatan, seperti Kabupaten Muaraenim, Kabupaten Lahat, Kabupaten Lintang Empat Lawang, dan Kota Pagaralam.
“Ini potensi cukup menjanjikan, apalagi terhubung dengan ekonomi masyarakat. Keuntungannya, bukan hanya tersedia bahan baku energi terbarukan, juga membangun kesadaran masyarakat betapa pentingnya energi bersih.”
Di sisi lain, dalam waktu dekat ini [2024] masyarakat Sumatera Selatan akan memilih sejumlah kepala daerah. Mulai gubernur hingga bupati dan walikota. Deddy berharap siapa pun yang terpilih menjadi kepala daerah harus memiliki komitmen, wawasan, dan strategi dalam mengoptimalkan energi terbarukan.
“Bukan sebaliknya. Sebab penggunaan energi kotor yang saat ini berlangsung merupakan pemicu utama perubahaan iklim global, yang dampaknya sudah dirasakan umat manusia, termasuk di Sumatera Selatan. Mulai kekeringan dan banjir yang menyebabkan krisis pangan, krisis air bersih, polusi hingga gangguan kesehatan, kita rasakan sekarang,” tegasnya.
