Riset: Wilayah yang Masih Ada Macan Tutul Jawa, Ada Keragaman dan Kelimpahan Satwa

riset:-wilayah-yang-masih-ada-macan-tutul-jawa,-ada-keragaman-dan-kelimpahan-satwa
Riset: Wilayah yang Masih Ada Macan Tutul Jawa, Ada Keragaman dan Kelimpahan Satwa
service
Share

Share This Post

or copy the link
  • Hasil penelitian baru menunjukkan dimana tempat macan tutul Jawa berkembang biak, keanekaragaman dan kelimpahan spesies satwa liar lainnya juga meningkat.
  • Para peneliti menggunakan kamera jebak di seluruh Jawa dari tahun 2020 hingga 2022 untuk mengidentifikasi kekayaan kehidupan satwa di daerah dengan lebih banyak macan tutul.
  • Banyak dari spesies ini, seperti kijang dan babi hutan, merupakan mangsa macan tutul, sementara yang lain, seperti anjing ajag dan badak Jawa, bukan mangsa macan tutul.
  • Penelitian ini menyoroti pentingnya strategi konservasi yang terarah yang juga mencakup perlindungan spesies lain ini dan pemulihan habitat, untuk mendukung macan tutul Jawa yang terancam punah dan ekosistemnya.

Sebuah studi terbaru tentang macan tutul jawa (Panthera pardus melas) menemukan, jika wilayah dengan jumlah subspesies yang terancam punah itu lebih banyak, maka akan memiliki keanekaragaman dan kelimpahan satwa liar yang lebih kaya ketimbang daerah yang tidak dihuni oleh kucing besar itu.

Dipimpin oleh Andhika C. Ariyanto dari Universitas Twente di Belanda dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, para penulis mempelajari 7.461 foto individu yang diambil selama periode gabungan selama hampir 13 ribu hari oleh perangkap kamera antara tahun 2020 dan 2022 di empat taman nasional yang ada di Jawa.

Macan tutul jawa adalah predator besar terakhir di pulau Jawa, menyusul kepunahan harimau jawa pada abad lalu. Foto: Conservation International.

Keempatnya adalah Taman Nasional Meru Betiri, yang mewakili habitat hutan hujan pegunungan bagian timur Jawa-Bali yang memiliki kekayaan spesies tertinggi di daerah tempat macan tutul Jawa ditemukan.

Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, dan Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur, yang mewakili hutan hujan dataran rendah, serta Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang mewakili habitat hutan hujan di bagian barat Jawa, yang memiliki keanekaragaman spesies yang relatif lebih rendah di daerah yang dihuni oleh macan tutul.

Di wilayah-wilayah ini, para peneliti mengidentifikasi spesies-spesies kunci yang ruang hidupnya tumpang tindih dengan macan tutul. Satwa-satwa itu termasuk kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus scrofa), ayam hutan (Gallus spp.), anjing ajag (Cuon alpinus), serta badak jawa (Rhinoceros sondaicus).

Menurut penelitian tersebut, dengan mengidentifikasi hewan apa saja yang diburu macan tutul dan populasinya, pengelola konservasi dapat membuat rencana khusus untuk melindungi dan meningkatkan populasi hewan ini.

“Hal ini menunjukkan interaksi antara macan tutul Jawa dan mangsanya. Riset ini mengungkapkan bagaimana kelimpahan mangsa berperan dalam membentuk distribusi dan perilaku predator di lingkungan alami mereka,” kata penelitian tersebut.

Ketika jumlah hewan buruan tidak mencukupi, karnivora besar seperti macan tutul jawa dapat menurun jumlahnya dan bahkan menghilang dari wilayah tertentu, tulis para penulis penelitian.

Diperkirakan 350 individu macan tutul jawa masih hidup di alam liar, di habitat yang semakin terfragmentasi dan dikelilingi oleh populasi manusia yang padat. Foto: Conservation International.

Macan Tutul sebagai Top Predator

Macan tutul Jawa adalah predator puncak terakhir di Jawa, setelah kepunahan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) pada abad lalu. Keberadaannya amat terancam oleh aktivitas manusia, termasuk perburuan, hilangnya habitat, dan penurunan jumlah mangsanya.

Macan tutul jawa sendiri adalah spesies terdaftar sebagai hewan yang terancam punah dalam Daftar Merah IUCN, yang memperkirakan populasinya sekitar 350 ekor.

“Memasukkan temuan ini ke dalam strategi konservasi lokal memerlukan penerapan langkah-langkah seperti pemantauan mangsa potensial, pemulihan habitat, inisiatif antiperburuan liar, dan program keterlibatan masyarakat,” kata penelitian tersebut.

“Langkah-langkah ini akan meningkatkan keberlanjutan jangka panjang macan tutul Jawa dan ekosistemnya.”

Erwin Wilianto, salah satu pendiri dan anggota dewan LSM Save Indonesian Nature & Threatened Species (SINTAS Indonesia), yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut tetapi meninjau makalah penelitian tersebut atas permintaan Mongabay menyebut bahwa penelitian ini memberikan kontribusi penting dari sisi ilmiah.

“Hingga saat ini masih ada kelangkaan data dan informasi [tentang macan tutul jawa], jadi kita harus membangunnya bersama-sama sehingga keluaran data tersebut dapat jadi informasi bagi para pengelola [konservasi] dan dapat memperkuat rencana intervensi yang akan diterapkan,” katanya.

Erwin mengatakan data tersebut dapat berfungsi sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang macan tutul jawa, termasuk perilaku ekologis, dan metodologi lain, seperti analisis feses.

Dia menyebut dengan menggabungkan dan memasukkan lebih banyak konteks akan lebih membantu melengkapi kebijakan konservasi untuk populasi macan tutul di seluruh Jawa.

Seekor macan tutul Jawa tertangkap kamera jebak di Gunung Papandayan, Jawa Barat. Foto: BBKSDA Jawa Barat.

Hilangnya Habitat

Pulau Jawa dihuni sekitar 145 juta orang — yang berarti ruang yang tersedia bagi macan tutul Jawa sangat terbatas, dan terus menyusut. Para ahli telah menyarankan upaya konservasi harus difokuskan pada peningkatan kesadaran publik, pengelolaan area habitat kecil, pengurangan konflik antara manusia dan macan tutul, dan menghubungkan populasi yang terisolasi untuk memastikan kelangsungan hidup mereka.

Sebuah studi tahun 2023 menemukan bahwa macan tutul Jawa telah kehilangan lebih dari 1.300 kilometer persegi habitat dari tahun 2000 hingga 2020, dengan area yang paling cocok untuk tempat tinggal mereka telah menyusut lebih dari 40%.

Para pegiat konservasi menekankan perlunya studi populasi yang terperinci dan menunjukkan bahwa sebagian besar habitat yang sesuai berada di luar kawasan lindung, yang menyoroti kebutuhan mendesak untuk upaya konservasi yang lebih baik.

Berita ini dilaporkan oleh tim Mongabay Global dan di publikasikan perdana di sini pada tanggal 23 Juli 2024. Diterjemahkan oleh Akita Verselita.

Referensi:

Ariyanto, A. C., Wang, T., Skidmore, A. K., Wibisono, H. T., Widodo, F. A., Firdaus, A. Y., … Murdyatmaka, W. (2024). Range-wide camera traps reveal potential prey species for Javan leopards. Global Ecology and Conservation, 53. doi:10.1016/j.gecco.2024.e03020

As’ary, M., Setiawan, Y., & Rinaldi, D. (2023). Analysis of changes in habitat suitability of the Javan leopard (Panthera pardus melas, Cuvier 1809) on Java Island, 2000-2020. Diversity, 15(4), 529. doi:10.3390/d15040529

Meski Ada Singa dan Macan Tutul, Mengapa Tidak Ada Harimau di Afrika?

0
mutlu
Happy
0
_zg_n
Sad
0
sinirli
Annoyed
0
_a_rm_
Surprised
0
vir_sl_
Infected
Riset: Wilayah yang Masih Ada Macan Tutul Jawa, Ada Keragaman dan Kelimpahan Satwa

Tamamen Ücretsiz Olarak Bültenimize Abone Olabilirsin

Yeni haberlerden haberdar olmak için fırsatı kaçırma ve ücretsiz e-posta aboneliğini hemen başlat.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Foxiz.my.id privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Bizi Takip Edin