- Monotremata, termasuk platipus dan echidna, adalah kelompok mamalia unik yang bertelur, memiliki satu lubang untuk reproduksi dan ekskresi, serta menyusui anak-anaknya tanpa puting susu.
- Kelompok ini memiliki karakteristik khusus seperti elektroresepsi pada platipus untuk mendeteksi mangsa dan taji berbisa pada platipus jantan, serta memainkan peran penting dalam ekosistem mereka.
- Monotremata menghadapi ancaman serius dari hilangnya habitat dan perubahan iklim, sehingga upaya konservasi sangat penting untuk melindungi spesies ini dan habitat mereka.
Mamalia sering kali dikaitkan dengan kelahiran anak secara langsung, menyusui, berambut, dan berdarah panas. Namun, ada kelompok mamalia yang berbeda dari gambaran ini, yaitu monotremata. Kelompok ini menjadi perkecualian unik karena mereka bertelur, bukan melahirkan. Mari kita telusuri lebih dalam keunikan mamalia yang hanya ditemukan di Australia dan New Guinea ini, serta memahami aspek ilmiah yang membedakan mereka dari mamalia lainnya.
Apa itu Monotremata?
Monotremata, yang berarti “satu lubang” dalam bahasa Yunani, adalah kelompok mamalia yang memiliki satu lubang untuk reproduksi, ekskresi, dan pengeluaran produk pencernaan, yang dikenal sebagai kloaka. Ciri khas ini membuat mereka unik di antara mamalia lainnya, yang umumnya memiliki saluran terpisah untuk fungsi-fungsi tersebut.
Kelompok ini sangat terbatas dalam keanekaragamannya, dengan hanya lima spesies yang termasuk dalam kategori ini, yang semuanya ditemukan di Australia dan New Guinea, yaitu:
Platipus (Ornithorhynchus anatinus)
Platipus adalah salah satu hewan paling unik dan menarik di dunia, dengan berbagai adaptasi yang menakjubkan. Hewan ini memiliki paruh seperti bebek, yang dilengkapi dengan reseptor elektro untuk mendeteksi medan listrik yang dihasilkan oleh gerakan mangsanya di dalam air, sebuah kemampuan yang sangat jarang ditemukan pada mamalia. Ekor seperti berang-berang yang dimilikinya digunakan untuk menyimpan lemak sebagai cadangan energi, sementara kaki berselaputnya memudahkan pergerakan di air, menjadikannya perenang yang sangat efisien.
Platipus adalah salah satu dari sedikit mamalia yang bertelur. Setelah bertelur, betina akan mengerami telurnya selama sekitar 10 hari sebelum anak-anak platipus menetas. Anak-anak ini kemudian menyusu pada susu yang dikeluarkan melalui kelenjar susu yang terletak di kulit ibu mereka, karena platipus tidak memiliki puting.
Baca juga: Fosil Hidup: 10 Makhluk yang Terlihat Sama Sejak Jutaan Tahun Lalu
Salah satu fitur yang paling menarik dari platipus adalah keberadaan kelenjar racun pada kaki belakang jantannya. Kelenjar ini menghasilkan racun yang mengandung berbagai peptida, termasuk defensin-like peptides (DLPs), yang mampu menyebabkan rasa sakit yang hebat dan pembengkakan pada manusia. Racun ini digunakan terutama dalam perkelahian antar jantan selama musim kawin untuk mempertahankan wilayah dan menarik perhatian betina. Meskipun tidak mematikan bagi manusia, racun ini dapat menyebabkan rasa sakit yang berlangsung berminggu-minggu dan tidak dapat dihilangkan dengan obat penghilang rasa sakit konvensional.
Selain itu, platipus memiliki sistem termoregulasi yang efisien, yang memungkinkannya untuk bertahan hidup di lingkungan perairan yang dingin. Mereka juga memiliki metabolisme yang tinggi untuk mendukung aktivitas berenang yang intensif. Platipus merupakan pemakan invertebrata, seperti cacing, larva serangga, dan krustasea kecil, yang mereka cari dengan menggunakan kemampuan elektroresepsi unik mereka.
Ekidna moncong pendek (Tachyglossus aculeatus)
Dikenal juga sebagai “pemakan semut berduri,” ekidna moncong pendek adalah salah satu dari sedikit mamalia yang memiliki tubuh ditutupi oleh duri. Duri-duri ini, yang merupakan rambut termodifikasi, memberikan perlindungan terhadap predator. Ekidna ini juga memiliki moncong panjang yang fleksibel, digunakan untuk mencari dan mengais serangga di tanah, khususnya semut dan rayap yang menjadi makanan utamanya.
Ekidna moncong pendek memiliki lidah yang sangat panjang dan lengket, mampu menjulur hingga 18 cm untuk menangkap mangsa di dalam terowongan atau celah-celah kecil. Lidah ini dilengkapi dengan papila-papila kecil yang membantu menjebak dan menarik serangga ke dalam mulut. Struktur lidah ini sangat adaptif untuk diet mereka yang sebagian besar terdiri dari serangga.
Ekidna moncong pendek juga memiliki kemampuan menggali yang luar biasa. Mereka menggunakan cakar kuat pada kaki depan mereka untuk menggali tanah dan membuat sarang bawah tanah, di mana mereka bersembunyi dari predator dan cuaca ekstrem. Proses menggali ini juga membantu mereka mencari makanan yang tersembunyi di bawah permukaan tanah.
Salah satu aspek menarik dari ekidna moncong pendek adalah cara mereka bereproduksi. Betina akan bertelur satu butir telur, yang kemudian ditempatkan di dalam kantung perut. Setelah sekitar 10 hari, telur akan menetas dan bayi ekidna, yang dikenal sebagai “puggle,” akan tetap berada di dalam kantung hingga duri-durinya mulai tumbuh. Setelah itu, puggle dipindahkan ke sarang di mana mereka akan terus disusui hingga cukup besar untuk mencari makan sendiri.
Ekidna moncong panjang (Zaglossus bruijnii)
Ekidna moncong panjang adalah spesies terbesar di antara monotremata, dengan tubuh yang lebih besar dan berat dibandingkan dengan ekidna lainnya. Moncong panjang mereka yang melengkung ke bawah memberikan kemampuan khusus untuk mencari makanan di dalam tanah, khususnya cacing tanah dan larva serangga. Moncong yang panjang ini tidak hanya berfungsi sebagai alat pengais, tetapi juga dilengkapi dengan reseptor yang sangat sensitif, memungkinkan mereka mendeteksi getaran dan pergerakan mangsa di bawah permukaan tanah.
Ekidna moncong panjang juga memiliki cakar yang kuat dan kaki yang besar, yang sangat berguna untuk menggali tanah dan mencari makanan. Mereka menggunakan kemampuan menggali ini tidak hanya untuk mencari makan, tetapi juga untuk membuat sarang yang aman dari predator dan lingkungan yang keras. Kulit mereka yang tebal dan dilapisi oleh duri-duri tajam memberikan perlindungan tambahan terhadap ancaman dari predator.
Baca juga: Ekidna, Hewan Aneh yang Nenek Moyangnya Sezaman Dinosaurus
Namun, ekidna moncong panjang menghadapi ancaman serius dari perburuan dan hilangnya habitat. Perburuan dilakukan oleh manusia untuk daging dan bagian tubuh lainnya, sementara hilangnya habitat disebabkan oleh deforestasi dan konversi lahan menjadi area pertanian dan pemukiman. Penggundulan hutan yang masif di wilayah distribusi mereka, terutama di Papua, telah menyebabkan penurunan populasi yang signifikan.
Populasi ekidna moncong panjang terus menurun dengan cepat, membuat mereka menjadi fokus utama dalam upaya konservasi. Beberapa program konservasi sedang dilakukan untuk melindungi habitat alami mereka dan mengurangi perburuan ilegal.
Ekidna moncong panjang timur (Zaglossus bartoni)
Mirip dengan saudaranya yang berparuh panjang barat, ekidna moncong panjang timur juga memiliki moncong panjang yang melengkung dan tubuh yang ditutupi duri-duri tajam. Moncong panjang ini berfungsi sebagai alat penting untuk mencari dan menangkap makanan di bawah tanah, seperti cacing tanah, serangga, dan larva. Dengan menggunakan moncong yang sensitif ini, ekidna dapat mendeteksi getaran kecil yang dihasilkan oleh pergerakan mangsa, memungkinkan mereka untuk berburu dengan presisi tinggi.
Selain moncong yang panjang, ekidna ini juga memiliki duri-duri yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan terhadap predator. Tubuh mereka yang kuat dan kaki yang kokoh memudahkan mereka untuk menggali tanah dengan cepat, baik untuk mencari makanan maupun untuk berlindung dari ancaman. Duri-duri ini tidak hanya melindungi mereka dari serangan predator, tetapi juga membantu mereka dalam interaksi sosial dengan sesama ekidna.
Ekidna moncong panjang timur, seperti anggota monotremata lainnya, bertelur dan mengerami telurnya di dalam kantung perut. Setelah telur menetas, anak ekidna yang disebut “puggle” akan menyusu pada susu yang dikeluarkan melalui pori-pori kulit ibu mereka. Proses reproduksi ini menunjukkan kombinasi unik dari ciri-ciri reptil dan mamalia dalam siklus hidup mereka.
Payangko/ Ekidna moncong panjang Cyclops (Zaglossus attenboroughi)
Dinamai untuk menghormati naturalis terkenal Sir David Attenborough, payangko adalah yang terkecil di antara ekidna berparuh panjang. Meskipun ukurannya lebih kecil, mereka menunjukkan keanekaragaman adaptasi yang luar biasa. Paruh mereka yang melengkung ke bawah memungkinkan mereka mencari makanan di tanah, terutama cacing tanah dan larva serangga. Paruh yang panjang ini juga dilengkapi dengan reseptor yang sangat sensitif, yang memungkinkan mereka mendeteksi getaran kecil yang dihasilkan oleh mangsa di bawah permukaan tanah.
Payangko ditemukan di wilayah terbatas di pegunungan Cyclops, Papua Nugini, yang merupakan habitat yang sangat spesifik dan terbatas. Habitat ini terdiri dari hutan pegunungan yang lembap dengan vegetasi lebat yang menyediakan perlindungan dan sumber makanan yang cukup bagi payangko. Namun, karena habitat mereka yang terbatas, mereka sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan gangguan dari aktivitas manusia.
Payangko memiliki duri-duri tajam di tubuhnya yang memberikan perlindungan dari predator. Mereka juga memiliki kemampuan menggali yang kuat, menggunakan cakar mereka untuk membuat sarang di bawah tanah. Duri dan kemampuan menggali ini merupakan adaptasi yang penting untuk bertahan hidup di lingkungan mereka.
Karakteristik Unik Monotremata
Monotremata memiliki sejumlah ciri khas yang membedakannya dari mamalia lain:
- Bertelur. Tidak seperti mamalia lainnya yang melahirkan anak, monotremata bertelur. Telur-telur ini memiliki cangkang yang lebih lembut daripada telur burung dan dierami di dalam sarang atau kantung induknya. Proses inkubasi ini mengingatkan pada praktik reptil dan menunjukkan jalur evolusi yang berbeda
- Menyusui. Meskipun bertelur, monotremata tetap menyusui anak-anaknya. Mereka tidak memiliki puting susu, tetapi mengeluarkan susu melalui kelenjar khusus di kulit mereka. Susu ini mengalir melalui bulu dan dihisap oleh anak-anak mereka, memberikan nutrisi penting untuk perkembangan awal mereka.
- Elektroresepsi. Platipus memiliki kemampuan unik untuk mendeteksi sinyal listrik yang dihasilkan oleh otot-otot mangsanya di dalam air. Ini membantu mereka menemukan makanan seperti serangga air, larva, dan cacing. Kemampuan ini jarang ditemukan pada mamalia dan menunjukkan adaptasi yang luar biasa terhadap kehidupan akuatik.
- Racun. Platipus jantan memiliki taji berbisa di pergelangan kaki mereka yang dapat menyebabkan rasa sakit luar biasa pada manusia. Meskipun tidak mematikan bagi manusia, racun ini digunakan untuk pertahanan dan persaingan dalam musim kawin. Komposisi biokimia racun ini masih menjadi subjek penelitian untuk potensi aplikasi medis.
Peran Ekologis dan Konservasi
Monotremata memainkan peran penting dalam ekosistem mereka. Platipus membantu mengendalikan populasi invertebrata di sungai dan danau, sementara echidna membantu menyebarkan benih dan mengendalikan populasi serangga tanah. Fungsi ekologis ini menjadikan mereka bagian integral dari kesehatan ekosistem mereka.
Namun, monotremata menghadapi berbagai ancaman, termasuk hilangnya habitat, perubahan iklim, polusi, dan predasi oleh hewan introduksi seperti rubah dan kucing liar. Upaya konservasi sangat penting untuk melindungi makhluk-makhluk unik ini dan habitat mereka. Proyek konservasi berfokus pada pemulihan habitat, pengurangan perburuan ilegal, dan penelitian ekstensif untuk memahami kebutuhan biologis dan ekologis mereka.