Budi daya Ikan Tuna: Harapan Baru untuk Perikanan Indonesia

budi-daya-ikan-tuna:-harapan-baru-untuk-perikanan-indonesia
Budi daya Ikan Tuna: Harapan Baru untuk Perikanan Indonesia
service
Share

Share This Post

or copy the link
  • Jelang dimulainya kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota pada 1 Januari 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin intensif untuk melakukan pengembangan komoditas yang dinilai berpotensi tinggi secara ekonomi
  • Di antara yang dinilai potensial itu, adalah ikan tuna yang sudah menjadi langganan ekspor bersama cakalang dan tongkol. Ikan tuna menjadi andalan ekspor, karena nilai ekonominya yang tinggi dan disukai masyarakat internasional
  • Upaya untuk mendorong pengembangan ikan tuna, adalah melalui perikanan budi daya yang terinsipirasi dari kesuksesan Turki. Budi daya baru dimulai uji coba di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 716 dan 717
  • Namun, Pemerintah menjanjikan bahwa budi daya tuna tidak akan melegalkan sumber daya dan modal yang berasal dari asing. Kecuali, semuanya mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku. Uji coba akan dipusatkan di Biak, Papua.

Perikanan budi daya menjadi salah satu opsi yang dipilih Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengembangkan perikanan tuna, salah satu komoditas penting bernilai ekonomi tinggi. Pilihan itu dilakukan melalui inovasi teknologi budi daya ikan tuna atau tuna farming.

Budi daya terpilih untuk dikembangkan, karena Pemerintah Indonesia ingin memastikan keberlanjutan sumber daya laut seperti ikan tuna, sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir. Upaya itu diharapkan semakin mengukuhkan posisi tuna sebagai komoditas utama perikanan nasional.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Lotharia Latif menjawab alasan kenapa Indonesia memutuskan untuk mengembangkan budi daya tuna. Salah satunya, adalah karena Indonesia harus ikut terlibat di tengah perkembangan teknologi perikanan yang sudah diadopsi oleh banyak negara dunia.

“Dengan adopsi teknologi yang relevan, kami ingin memastikan bahwa nelayan lokal dapat ikut menikmati manfaat ekonomi secara langsung,” ungkapnya belum lama ini di Jakarta.

Inisiatif untuk mengembangkan budi daya ikan tuna di dalam negeri, didasari pada kesuksesan Turki dalam mengembangkan teknologi budi daya tuna di keramba jaring apung (KJA). Model tersebut melibatkan penangkapan tuna kecil di alam dan dibesarkan hingga ukuran matang di KJA.

Selain Turki, sudah banyak negara maju perikanan yang berhasil mengembangkan teknologi budi daya melalui berbagai cara. Tujuannya, agar produksi tidak lagi bergantung kepada hasil tangkapan di alam semata, dan keberlangsungan sumber daya ikan (SDI) diharapkan ikut terjaga.

Baca : Ikan Termahal, Tuna Sirip Biru Terus jadi Target Buruan

Nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman Jakarta membongkar muatan ikan tuna yang ditangkap di lautan bebas sampai berbulan-bulan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

Menurutnya, teknologi budi daya tidak hanya akan membantu menjaga keberlanjutan stok ikan tuna di alam, tetapi juga memberikan penghasilan yang lebih stabil bagi nelayan tradisional, yang dapat berperan sebagai penyedia tuna kecil atau tenaga kerja dalam pengelolaan keramba.

Sebagai tahap awal, KKP terlebih dahulu akan melakukan uji coba di zona 02 penangkapan ikan terukur (PIT) yang mencakup Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 716 (Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera) dan 717 (Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik). Pusat dari kedua WPPNRI itu ada di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua.

“Saat ini, sudah ada perusahaan yang berminat mengembangkan teknologi ini, dan telah diterbitkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Mengingat kegiatan budi daya ikan tuna masih menjadi sesuatu yang baru di Indonesia, Lotharia mengungkapkan bahwa Pemerintah membolehkan pelaku usaha untuk mendatangkan kapal impor dari negara yang lebih dulu berpengalaman dalam budi daya tuna.

Syaratnya, pengadaan kapal impor tersebut harus mengikuti regulasi yang berlaku di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Kemudian PP No 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran, Peraturan Presiden RI No 49 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 33 Tahun 2021 tentang Log Book Penangkapan Ikan, Pemantauan di Atas Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan, Inspeksi Pengujian, dan Penandaan Kapal Perikanan, serta Tata Kelola Pengawakan Kapal Perikanan.

“Dalam prosesnya, peran pelaku lokal tetap menjadi prioritas,” jelasnya.

Baca juga : Kualitas Ikan Tuna Indonesia Diragukan, Ini Alasan dan Solusinya

Ikan tuna berukuran besar hasil tangkapan nelayan di Maluku Utara seperti ini sudah semakin jarang didapat. Foto : MDPI

Perikanan Tuna Berkelanjutan

Selama memenuhi ketentuan yang ada, Lotharia menegaskan kalau kapal impor tetap dibolehkan untuk beroperasi dalam kegiatan budi daya tuna. Ketentuan itu, mencakup kapal berbendera Indonesia dan dimiliki oleh badan hukum Indonesia yang berkedudukan di dalam negeri.

Ketentuan itu, bahkan mewajibkan modal asing yang terlibat harus bisa mengikuti aturan. Pada praktiknya, proses tersebut melibatkan peran kementerian terkait sesuai ketentuan. Selain KKP, ada Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perhubungan.

Lotharia menerangkan, saat ini sudah tiba salah satu kapal yang akan terlibat dalam kegiatan budi daya tuna di Indonesia. KM Berlian Biru 01—kapal yang dimaksud, diketahui tengah melengkapi beberapa dokumen yang diperlukan untuk kegiatan operasional.

Selain Buku Kapal Perikanan (BKP), kapal juga sedang memproses Surat Kelaikan Kapal Perikanan (SKKP), serta perizinan lainnya. Setelah seluruh proses administrasi selesai, nantinya kapal akan beroperasi di Biak dan Sorong (Papua Barat Daya).

“Budi daya tuna ini bukan hanya soal meningkatkan produktivitas, tetapi juga tentang menjaga keberlanjutan,” ucapnya.

Melalui adopsi teknologi yang ramah lingkungan, dia ingin memastikan bahwa ekosistem laut tetap terjaga sepanjang tahun, sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi nelayan dan pelaku usaha lokal. Budi daya tuna diyakini akan membawa Indonesia menjadi pemimpin global di sektor perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada kesempatan sebelumnya memastikan bahwa budi daya dilakukan dengan pendekatan yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berorientasi pada pemberdayaan nelayan tradisional.

“Agar mereka dapat menjadi bagian dari solusi jangka panjang sektor perikanan,” tuturnya.

Baginya, inisiatif budi daya tuna dan pengadaan kapal perikanan adalah bagian dari upaya besar untuk meningkatkan daya saing industri perikanan Indonesia di pasar global. Program ini menciptakan lapangan kerja dan menambah nilai ekonomi, serta memberikan peluang bagi pelaku usaha lokal untuk berperan lebih besar dalam rantai pasok perikanan.

Baca juga : Menyoal Akurasi Data dan Transparansi Perikanan Tuna

Cuaca tak menentu terdampak bagi nelayan tuna di Gorontalo. Mereka sulit memprediksi masa-masa kelaut karena cuasa bisa tiba-tiba berubah. Foto: Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia

KKP sendiri sudah menetapkan pada 2024 sebagai tahun tuna yang kemudian mendorong dilakukan penguatan daya saing komoditas tersebut di pasar global dan domestik. Penguatan dilakukan, karena Indonesia adalah salah satu kekuatan penting dalam perikanan tuna dunia.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo beberapa waktu lalu. Dia mengatakan kalau posisi Indonesia terus bertengger di urutan satu produksi tuna global sepanjang periode 2017-2021.

Dia menambahkan kalau perbandingan Indonesia dengan negara peringkat dua terbesar di dunia juga hampir dua kali lipat. Adapun, pangsa pasar tuna juga masih terbuka seperti ke Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Perancis, Jerman, Kanada, Belanda, dan sejumlah negara lainnya.

Tak hanya budi daya, pengelolaan tuna juga dilakukan Indonesia dengan cara berkelanjutan, seperti di Samudera Hindia. Salah satu faktor penting yang tidak boleh dilewatkan, adalah sosial ekonomi dalam pengelolaan tuna berkelanjutan.

Hal tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Kemasyarakatan dan Antar Lembaga Trian Yunanda. Dia menyampaikan pandangan tersebut saat menghadiri pertemuan kelompok kerja sosial ekonomi (Working Party on Social Economy) Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) belum lama ini.

Dia mengatakan, aspek sosial ekonomi harus bisa sejalan dengan prinsip-prinsip kriteria penetapan alokasi kuota tuna dan spesies sejenis di Samudera Hindia yang saat ini masih dalam proses penyelesaian.

Baca juga : Masih Besarkah Potensi Perikanan Tuna di Indonesia?

Dua buruh angkut memikul hasil tangkapan ikan tuna di Pelabuhan tradisional di Kedonganan, Badung, Bali. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

Zona Empat Tuna

Sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi, identifikasi zona penangkapan empat jenis tuna komersial juga dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Identifikasi tersebut mendorong BRIN mengembangkan model distribusi spasial.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Komputasi (PRK) BRIN Emiyati menjelaskan latar belakang penelitian di perairan kawasan maritim didasarkan pada fakta bahwa tuna adalah komoditas ikan yang berkontribusi pada global income dan nutrisi.

Seperti dipaparkan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Jessica K McCluney yang menyebutkan tujuh persen tuna di dunia berhasil menyumbangkan 20 miliar nilai ikan yang didaratkan.

Agar bisa mendapatkan beragam parameter oseanografi yang dibutuhkan, maka diperlukan data dari berbagai satelit seperti suhu permukaan laut, dan tinggi permukaan laut. Hal itu untuk mengidentifikasi lokasi potensial penangkapan ikan, baik tuna dan sejenisnya, serta memprediksi pergerakan tuna.

“Tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah model spasial untuk distribusi ikan yang baik dan akurat. Terutama untuk empat komersial tuna, seperti albacore (ALB), bigeye (BET), yellowfin (YFT) dan skipjack (SKJ),” terangnya.

Selain itu, tujuan dari penelitian juga untuk menguji korelasi antara faktor lingkungan laut yang memengaruhi distribusi spasial tuna dan mengidentifikasi area potensial beberapa tuna yang saling berinteraksi. Tidak lain adalah empat tuna pada wilayah yang sama.

“Sehingga memungkinkan mereka bisa bertemu dan berinteraksi serta berkompetisi untuk mendapatkan makanannya,” sambungnya.

Menurut Emiyati, saat ini sudah berkembang pengolahan data menggunakan pembelajaran mesin (machine learning), salah satunya adalah maximum entropy (MaxEnt). Katanya, MaxEnt memiliki kelebihan dalam menangani data kompleks dan beragam, sehingga bisa menangani big data yang mencakup data-data dari satelit, pemodelan oseanografi, data-data perikanan, dan seterusnya. (***)

Tantangan Menuju Industri Tuna Berkelanjutan

0
mutlu
Happy
0
_zg_n
Sad
0
sinirli
Annoyed
0
_a_rm_
Surprised
0
vir_sl_
Infected
Budi daya Ikan Tuna: Harapan Baru untuk Perikanan Indonesia

Tamamen Ücretsiz Olarak Bültenimize Abone Olabilirsin

Yeni haberlerden haberdar olmak için fırsatı kaçırma ve ücretsiz e-posta aboneliğini hemen başlat.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Login

To enjoy Foxiz.my.id privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Bizi Takip Edin